MEDAN (Waspada): Ketua Bidang Organisasi dan Pembinaan Wilayah MW KAHMI Sumatera Utara, Riza Fakhrumi Tahir, mengingatkan peserta Munas XI KAHMI 2022, berbahaya jika Munas menetapkan dukungan terhadap salah seorang calon presiden di Pemilu 2024.
“Bukan domain KAHMI untuk dukung mendukung calon presiden atau calon kepala daerah. Berbahaya jika Munas XI KAHMI mendukung calon presiden. KAHMI adalah organisasi independen. Para pengurus dan anggotanya berasal dari lintas partai politik. Di KAHMI ada kader PDIP, GOLKAR, PKS, PPP, PAN, Nasdem, Demokrat, Gerindra, Hanura dan lain-lain, yang punya pilihan politik masing-masing. Jadi, sulit bagi KAHMI untuk mendukung salah satu Capres,” kata Riza dalam keterangannya kepada Waspada di Medan, Kamis (20/10).
Menurut Riza, memang perlu soal Pilpres ini diwacanakan di Munas. Acara besar yang dihadiri ribuan orang tapi tidak bicara Pilpres yang tinggal beberapa bulan lagi, lucu juga. Bahkan Riza mengatakan, melanggar kodratnya jika pertemuan akbar alumni HMI tidak bicara soal Pemilu 2024, termasuk Pilpres.
“Bukan kodrat alumni HMI jika tidak bicara politik Pemilu. Apalagi kalau ada alumni HMI yang jadi kandidat Capres, bakal Caleg, calon Kepala Daerah. Kalau Munas XI tidak membicarakan Pemilu 2024, itu pelanggaran terhadap kodrat kemanusiaan,” katanya.
Meski membahas soal Capres sebagai sebuah keniscayaan, Riza menyarankan Munas XI KAHMI di Palu, tidak memutuskan dukungan kepada salah satu capres. Pertama, karena proses politik pencapresan ini masih panjang. Komunikasi dan negosiasi politiknya masih alot. Kedua, para peserta Munas harus bisa melihat ke belakang, ketika terjadi dualisme KAHMI. Dualisme ini, substansinya hanya karena persoalan perebutan pengaruh ke elit penguasa.
“Kita harus mengambil hikmah pada masa lalu bahwa kekuasaan politik membuat KAHMI terbelah dua. Makanya, yang paling arif dan bijaksana jika Munas XI KAHMI tidak menetapkan figur capres, tapi menyerahkan sepenuhnya pada hak individu para alumni. Mendukung dan memilih seseorang untuk jadi presiden atau kepala daerah, itu hak masing-masing alumni HMI. Pilihan politik alumni HMI tidak bisa ditentukan oleh keputusan KAHMI sebagai institusi,” kata Riza.
Munas XI KAHMI dilaksanakan di Palu, Sulawesi Tengah pada 24 – 28 November 2022. Dijadwalkan akan dibuka Presiden Joko Widodo pada 25 November 2022 pagi dan ditutup oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pada 27 November 2022.
Sejumlah menteri koordinator, menteri kabinet dan para pejabat negara lainnya seperti Kapolri, Panglima TNI, Ketua MPR, sejumlah Rektor, Ketum PB NU, Ketum PP Muhammadiyah, mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva akan hadir sebagai pembicara pada Munas tersebut.
Menurut Riza, selain mendengarkan laporan pertanggungjawaban MN KAHMI periode 2017 – 2022, menetapkan program kerja lima tahun ke depan dan memilih 9 Anggota Presidium, Munas juga akan merekomendasikasi sejumlah issu terkait berbagai masalah aktual di tanah air. Riza menganggap penting jika rekomendasi Munas XI, ini juga mencakup pengawalan KAHMI terhadap proses konstitusional dan demokrasi Pemilu serentak 2024.
KAHMI, menurut Riza, wajib mengawal pelaksanaan Pemilu 2024. KAHMI tidak boleh terlalu percaya dengan lembaga penyelenggara dsn pengawas independen. Paling tidak, KAHMI bisa mengawal kepengingan anggotanya yang maju di Pemilu 2024. “Siapa tahu, ada pula alumni HMI yang jadi calon kepala negara, kepala daerah dan anggota legislatif, KAHMI perlu membentuk instrumen pengawasan sendiri untuk mengawal anggota-anggotanya di Pemilu 2024,” ujarnya.
Munas XI, lanjutnya, sebaiknya merekomendasi pembentukan Tim Adhoc untuk mengawasi Pemilu 2024, Tim Cyber untuk mengantisipasi berita-berita hoax, bahkan Tim Advokasi dan Hukum untuk mengawal alumni HMI yang bersengketa di MK. “Jadi, keterlibatan KAHMI hasil Munas XI di Pemilu 2024 berada di domain konstitusional dan moralitas. KAHMI harus mengawal Pemilu 2024 agar berjalan secara demokratis, konstitusional, tanpa intimidasi dan tekanan, tanpa politik uang, jujur dan adil,” kata Riza. (cpb)