MEDAN (Waspada): Warga Medan Polonia, EW, 33, menuntut keadilan usai Pengadilan Negeri (PN) Medan mengabulkan gugatan ayahnya Ir Widjoko soal aset pada 24 Juni 2024. EW menilai putusan hakim sangat merugikan dirinya, karena mengenyampingkan fakta dan bukti yang ada.
Hal itu disampaikan EW di Medan, kemarin. ”Untuk lebih rincinya tanya ke pengacara saya,” sebutnya.
Pengacara EW, Robert Pangaribuan, SH dikonfirmasi, Selasa (16/7) mengatakan, dalam perkara tersebut, aset dan usaha EW terancam disita. “Usaha yang dirintis EW hampir 10 tahun dan sertifikat tanah atas namanya, masuk dalam sita jaminan dalam perkara itu,” sebut Robert Pangaribuan.
Disebutkan, kasus berawal dari gugatan pengusaha properti, Ir Widjoko warga Jl. Tilak kepada mantan istrinya L dan anak semata wayangnya EW. Widjoko menuding L dan EW melakukan perbuatan melanggar hukum, menguasai aset tanpa sepengetahuannya pada 2023 lalu. Aset dimaksud berupa tempat usaha EW di kawasan Medan Area dan Polonia.
Namun menurutnya, tudingan kepada L itu fitnah. Karena, jangankan menguasai, menginjakkan kakinya ke kedua lokasi aset tersebut pun tidak pernah.
“Kedua aset tersebut memang dipakai EW untuk usaha, tapi tudingan menguasai tanpa sepengetahuan penggugat (Widjoko) juga bohong. Padahal kedua aset tersebut sudah diserahkannya kepada EW pada 2015 dalam keadaan sangat rusak. EW merenovasi dan merawatnya sampai saat ini. Pada 2016 EW menjadikannya tempat usaha yang dirintisnya dari nol. Artinya, usaha itu ada jauh sebelum kedua orangtuanya berpisah pada akhir 2020,” sebut Robert.
Ketika Widjoko dan L bercerai, mereka memilih kedua aset yang dipakai EW sebagai harta gono gini. Dari data aset tersebut juga ada tertulis dipakai EW dan ada paraf penggugat.
Bukan hanya itu, penggugat juga menyatakan secara lisan di depan para saksi bahwa EW bisa memakai aset tersebut untuk usaha hingga kapan pun. “Itu disaksikan para saksi serta Notaris Robin Hudson Sitanggang, SH di Deliserdang pada 22 Oktober 2020,” jelasnya.
Menurutnya, usaha yang bergerak di bidang jasa itu menjadi sumber mata pencarian EW untuk menghidupi keluarga dan istrinya. “Masuk lagi masalah tudingan penggugat terhadap EW yang menjual lima bidang tanah atas nama EW yang dianggap penggugat sebagai harta bersama di kawasan Mabar, itu juga tidaklah benar,” tandas Robert.
Karena menurutnya, ada perjanjian tertulis. Begitu juga dengan rumah di kawasan Medan Area dan Polonia. Surat-suratnya ada di tangan Widjoko. “Jadi, semua itu cuma fitnah dan ketakutan Widjoko saja,” tandas Robert.
Sidang lapangan
Sebelum adanya putusan perkara Widjoko di PN Medan, hakim sudah menggelar sidang lapangan di lahan objek perkara, dihadiri Widjoko selaku penggugat dan pengacara kedua pihak. Hasilnya, tidak ditemukan bukti bahwa L menguasai dua lahan tersebut.
Begitu juga sebelum adanya putusan sidang pengadilan. Seluruh saksi dihadirkan untuk memberi keterangan, serta bukti surat perjanjian tertulis yang ditandatangani Widjoko yang isinya bahwa ke dua aset dipakai EW juga dihadirkan dalam persidangan. Kendati hakim mengakui semuanya, tetapi tetap memenangkan gugatan Widjoko.
“Inikan aneh, hakim memenangkan gugatan Widjoko, namun tidak ada satupun bukti pelanggaran dilakukan L dan EW,” sebut Robert.
Lebih tidak masuk akal lagi, ujarnya, dalam putusan itu EW harus membayar Rp2 miliar kepada Widjoko atas pemakaian tempat usahanya. Kemudian seluruh tempat usaha EW masuk dalam sita jaminan. Begitu juga lahan di kawasan Mabar, EW dihukum membayar 25% kepada Widjoko atas pemberian bagi untung atas lahan di Mabar yang telah dijualnya serta lahannya itu dimasukkan dalam sita jaminan.
”Semua itu mengada-ngada dan sangat merugikan EW, tidak satupun bukti transaksi EW melakukan penjualan lahan dimaksud,” kata pengacara tersebut.
Ia juga mengatakan, saksi dihadirkan Widjoko dalam persidangan sama sekali tidak berkaitan dalam perkara itu. “Dua saksi dari Widjoko menyebut L dan EW lah yang menguasai objek perkara itu semua palsu dan mengada-ngada,” ujar Robert.
Jadi menurut Robert, banyak kejanggalan ditemukan dalam gugatan Widjoko. Mulai dari komentar Widjoko sepekan sebelum putusan, bahwa memenangkan perkara ini. Belum lagi, hakim mengenyampingkan fakta yang ada, seperti surat perjanjian tertulis yang dibuat Widjoko. Baik itu kepada mantan istrinya dan anak kandungnya sendiri tentang pemakaian aset. Itu semua diabaikan dalam persidangan.
Robert berharap pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi dapat mengubah dan membatalkan hasil putusan tersebut.
“Saat ini yang kami lakukan adalah banding atas putusan itu. Banding sudah didaftarkan 4 Juli dengan registrasi akta No. 151/2024 untuk Perkara Nomor: 813/Pdt.G/2023/PN Mdn,” jelasnya.(m10)
Teks foto
Robert Pangaribuan, SH