Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti Dukung Pembatalan Ambang Batas Parlemen

  • Bagikan
ANGGOTA DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti. Waspada/Ist
ANGGOTA DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti. Waspada/Ist

MEDAN (Waspada): Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti (foto) terus mendorong segera dibatalkannya ambang batas parlemen (parliamentary threshold, PT) sebesar empat persen suara sah nasional. Dewan berpendapat, jika disetujui, jutaan suara yang memiilih wakil mereka di parlemen yang kalah bersaing, tidak terbuang sia-sia.

“Komunikasi dengan partai yang suaranya tak terkonversi menjadi kursi di DPR akan terjalin intensif, begitu juga saluran aspirasi akan disahuti, sehingga mendorong iklim demokrasi jadi lebih sehat,” kata Rudi kepada Waspada di Medan, Rabu (15/1).

Anggota dewan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil Sumut 12 Binjai Langkat ini, merespon Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, yang mengatakan Mahkamah Konstitusi atau MK berpeluang membatalkan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar empat persen suara sah nasional.

Hal ini ditegaskannya setelah MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold yang diputuskan dalam sidang perkara No 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Berdasarkan catatan, terdapat sekitar 17 juta suara dari 10 partai yang gagal ke Senayan, telah terbuang sebagai dampak dari penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Jumlah ini jauh lebih besar dibanding Pileg tahun 2019 yang tercatat 13 juta suara sah.

Menyikapi hal itu, Rudi Alfahri mendukung segera dibatalkannya PT yang selama ini terus mengganjal para pemilih suara sah yang telah memilih wakil-wakil mereka di parlemen.

Rudi menyebutkan, terdapat sejumlah politisi di Sumut dan Aceh, yang gagal ke DPR RI, karena suara mereka tak memenuhi ambang batas, atau telah dilampaui partai-partai lain yang lebih dulu meraih suara cukup besar.

“Itu ada ibu Illiza Sa’aduddin Djamal, calon legislatif (Caleg) DPR RI dari Aceh, dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), almarhum Kodrat Shah dari Hanura, dan lain-lain,” ujarnya.

Penyebab Utama

Disebutkannya, PT ini jadi penyebab utama suara masyarakat jadi terbuang sia-sia, komuniikasi mandeg, dan aspirasi tak jelas disalurkan ke mana.

“Kita berharap jika PT dibatalkan, iklim demokrasi semakin cerah, sehat dan berkualitas dengan tampilnya wakil rakyat pilihan mereka, yang tidak lagi harus mengacu pada PT,” katanya.

Selain itu, partai-partai politik akan semakin bersaing dalam demokrasi Indonesia yang lebih sehat. “Intinya, suara masyarakat tidak lagi terbuang, mereka tetap punya wakil, meski perolehan suaranya jauh lebih unggul dibanding partai lain,” katanya.

Rudi juga berharap pembatalan PT nantinya disertai dengan regulasi yang mengatur secara cermat jumlah suara sesuai jumlah anggota DPR RI, kemudian fraksi – fraksi tempat wakil rakyat itu bernaung jika perolehan suara mereka lebih rendah.

“Tidak seperti saat diberlakukannya PT, mekanisme penghitungan suara terkesan tidak jelas, sehingga menimbulkan dugaan tidak sehat,” pungkasnya. (cpb)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *