MEDAN (Waspada): Anggota Komisi C DPRD Sumut Dedi Iskandar (foto) mendesak dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) yang nantinya akan digunakan untuk menelaah, mengkaji bahkan memutuskan jadi tidaknya Kerja Sama Operasional (KSO) yang dilakukan PT Perkebunan Sumut (PSU) kepada pihak ketiga.
“Jika Pansus disetujui, dewan akan mencermati apakah KSO dan pemenang tendernya lanjut atau diputuskan untuk dibatalkan oleh Pemprovsu,” kata Dedi kepada Waspada di Medan akhir pekan lalu.
Anggota dewan dari Fraksi PKS ini merespon rencana PT PSU yang akan melakukan KSO, yang kini sudah memasuki tahap finalisasi, setelah perusahaan perkebunan milik Pemprovsu itu menunjuk dan segera menetapkan PT MSS sebagai pemenang tender.
PT MSS nantinya akan diserahi tugas untuk mengelola aset perusahaan di Kebun Tanjung Kasau, Kabupaten Sergai seluas 2.545,87 hektar, kebun Sri Kari Kabupaten Batubara seluas 470,50 hektar, dan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Tanjung Kasau.
Perusahaan juga dibebani kewajiban menyetor kepada PT PSU sebesar Rp 17 miliar selama lima tahun pertama, dan seterusnya sesuai kerangka kerja KSO-nya selama 30 tahun ke depan
Menyikapi itu, Dedi menyebutkan, pihaknya tidak melihat pemenuhan unsur yang patut, dan layak dari segi administrasi, legalitas dan urgensi berdasarkan fakta di lapangan mengapa di-KSO-kan.
“Malah salah seorang direksi bilang sama saya, Pak KSO gak jadi, tidak menguntungkan dan banyak kali kepentingan di dalamnya,” kata Dedi, menirukan ucapan salah seorang pelaksana Dirut yang akhirnya diganti.
Namun ujug-ujug, tanpa ada pemberitahuan yang cukup dan komprehensif, tiba-tiba direksi baru mengusulkan bahkan mengambil langkah KSO, yang menurut mereka diklaim perlu dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan.
“Mana persetujuan dewan, kan harus disetujui legislatif selaku pengawas anggaran. Jangan minta anggaran penyertaan modal aja ke dewan, KSO kok enggak, ini ada apa?” ujar anggota dewan Dapil VI, Labuhan Batu Induk, Labura dan Labusel ini.
Dia juga mengherankan pengelolaan kebun sawit yang diserahkan kepada pihak ketiga hanya untuk areal perkebunan di Tanjung Kasau, namun tidak menyertakan perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT PSU di Kecamatan Linggabayu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), yang luas kebun sawitnya diperkirakan mencapai 14 ribu hektare.
“Kok yang rugi aja di KSO-kan, di Madina kek mana itu, mau diapakan, siapa yang ngelola nanti setelah diserahkan ke pihak ketiga,” katanya.
Berdasarkan argumentasi yang butuh penjelasan komprehensif itu, Dedi berpendapat bahkan perlu mendesak pimpinan dewan bersama Komisi C yang terkait pembidangannya untuk segera membentuk Pansus, yang terdiri atas lintas komisi dan pakar sesuai bidang tugasnya.
“Dari hasil telaah, pengkajian dan review, akan diambil sikap dan keputusan apakah KSO lanjut atau gimana nanti, itu semua tergantung pada penjelasan pimpinan PT PSU,” ujarnya.
Jika kemudian diputuskan dibatalkan, maka tender yang sudah dilakukan pun terancam batal, dan pengelolaannya akan diserahkan kembali ke PT PSU.
Dedi menyebutkan, dari hasil rapat antara jajaran direksi PT PSU dengan unsur pimpinan dewan, pihaknya tidak mendapatkan penjelasan dan gambaran yang utuh dan komprehensif tentang kinerja perusahaan perkebunan tersebut.
“Ngomong kerugian gak ada, kok di-KSO, dan bidang tugas yang memberikan laporan kinerja perusahaan perkebunan itu terkesan tidak pas, yang bidang inilah, yang ini ke situ, ini jadi bingung kita,” katanya.
Prosedur
Sebelumnya, dalam rapat antara Komisi C dengan PT PSU belum lama ini, Direktur PT PSU Agus Salim Harahap menyebutkan, langkah untuk KSO ditempuh melalui berbagai prosedur.
“Dan KSO itu sendiri diambil sebagai langkah memperbaiki perusahaan, memperbaiki kebun yang butuh investasi dana. Di sisi lain kita juga dukung untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) tadi. Jadi murni untuk perusahaan dan untuk daerah,” ujar Agus, seraya menyebutkan, KSO dilakukan demi menyelamatkan perusahaan.
Terkait KSO dengan pihak ketiga, Agus menyebutkan, perusahaan melakukan serangkaian uji kelayakan dan harus memenuhi kriteria, baik dari sisi evaluasi administratif dan juga teknis.
“Kita juga sudah berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” imbuhnya.
“Seluruh proses tender untuk mencari mitra KSO semuanya telah kita laksanakan sesuai aturan, bahkan perusahaan pengelola objek PT PSU berkewajiban memberikan pendapatan tetap setiap tahunnya sebesar Rp17,520 miliar, selama lima tahun pertama dan selanjutnya di tahun ke 6 sampai tahun ke 30 profit sharing sebesar 56,85 persen dari keuntungan bersih,” tegasnya lagi.
Selain itu, katanya, perusahaan mitra KSO juga memberikan investasi kepada PT PSU berupa, rehabilitasi tanaman (perbaikan tanaman), investasi tanaman tua dan infrastruktur, investasi PMKS (rehabilitasi dan penggantian PMKS) dan intensifikasi pemupukan.
“Jadi, setelah selesai kontrak dalam 30 tahun, PT PSU tetap menerima asset yang dikelola mitra KSO secara utuh, bukan besi tua atau perkebunan yang tidak berproduksi seperti yang dikhawatirkan,” tandas Agus Salim, sembari menyakinkan dewan, bahwa dengan KSO, PT PSU akan memperoleh keuntungan. (cpb)