MEDAN (Waspada): Alur sungai direkayasa bukti penegakan hukum tata ruang sangat lemah.
Hal itu disampaikan Dr (Cand) Eddy Syofian M AP (foto) selaku Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik Sumut, Sabtu (5/12).
Dia merespon Bupati Deliserdang Ashari Tambunan dan Kepala BWS Sumatera II Maman Noprayamin bersama Gubsu yang melihat bagaimana perubahan alur Sungai Belawan, yang direkayasa untuk kepentingan pembangunan rumah sehingga berdampak banjir bandang.
Eddy Syofian menyikapi pernyataan Gubsu tentang ditemukannya alur sungai Belawan yang direkayasa demi kepentingan pengembang yang dampaknya menimbulkan banjir.
Menurut Eddy, alur sungai yang direkayasa itu bukti penegakan hukum tata ruang lemah dan perencanaan hanya berorientasi ekonomi yang tidak berkeadilan bahkan merusak naturalisasi sungai yang sudah ada selama ini.
“Saya menilai selain kurangnya pengawasan. Jangan-jangan aparat pemberi izin bangunan itu yang sengaja melakukan pelanggaran karena adanya pembiaran terhadap perekayasaan alur sungai,” ujar Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik ini.
Dia juga menilai bahwa banjir adalah masalah hidrologis di mana sifat air adalah selalu bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Di sinilah dibutuhkan proyek normalisasi dan naturalisasi sungai. Tidak hanya sungai kembali normal serta fungsinya sebagai saluran air, namun juga kembali natural sebagai bagian dari ekosistem dan keseimbangan alam.
Untuk itu dia memberi apresiasi atas upaya dan komitmen Gubsu untuk melakukan langkah penegakan atas pelanggaran tata ruang.
“Ke depan perencanaan tata ruang perlu dilakukan. Pemprov, Pemkab Deliserdang dan Pemko Medan perlu duduk bersama menata tata ruang secara komprehensif,” katanya.
Buatlah tata ruang yang tidak hanya berorientasi ekonomi namun harus dilihat dari ekologi lingkungan terlebih jangan sampai ada penyimpangan terhadap naturalisasi sungai.
Menurutnya, pengalaman kasus di Medan adanya sungai yg dirobah naturalnya bahkan ditimbun serta diperkecil. Ini yang tidak boleh terjadi lagi.
Kordinasi
Hal lainnya juga koordinasi yang selalu menjadi masalah. Pemkab, Pemko, dan pihak PUPR Pusat dalam hal ini BWS harus seiring sejalan.
Gubernur itu wakil pemerintah pusat. Beliau lah koordinator pembanguna bahkan sebagai Ketua Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Fokorpimda).
“Oleh karenanya, posisi gubernur harus didudukkan pada porsi yang sesungguhnya sesuai aturan yang berlaku,” paparnya.
Dia menyarankan proyek normalisasi dan naturalisasi dan perencanaan tata ruang harus benar-benar terkendali dan diawasi secara ketat dan penerapannya dilaksanakan secara konsekuen.
Selain itu, peran masyarakat sipil perlu diperkuat masyarakat harus ikut mengawasi dan kontrol kebijakan pemerintah.
Pemkab/Pemko dan Pemprov antisipasi menyiapkan aturan atau kebijakan untuk lahan lahan yang dikuasai swasta serta laha yang akan Hak Guna Bangunan 2022 ke atas. Kembalikan ke publik untuk pemenuhan linhkungan, pengendalian dan manajemen air. (m22)