Al Washliyah Terbitkan Fatwa Tentang Zakat Fitrah

  • Bagikan

MEDAN(Waspada): Dewan Fatwa Al Washliyah memfatwakan ketentuan zakat fitrah dan yang berkaitan dengannya pada Ramadhan tahun ini.

Hal ini disampaikan, Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Dr. Imam Yazid, MA,Rabu(27/4). Menurutnya, bahwa fatwa ini cukup dinantikan warga Al Washliyah khususnya karena ingin mendapat kepastian bagaimana ketentuan zakat fitrah menurut mazhab Syafi’i yang merupakan mazhab organisasi dalam bidang fiqh.

“Memang sudah banyak kajian tentang zakat fitrah, baik yang berupa tulisan atau lisan ulama-ulama Al Washliyah. Namun secara resmi belum ditetapkan. Sedangkan organisasi membutuhkan dokumen otentik yang mencerminkan pemahaman keagamaannya,”ungkapnya.

Dijabarkannya, beberapa ketentuan dalam fatwa ini, pertama: zakat fitrah ditunaikan dengan 1 (satu) sha’ beras, yaitu 2,7 kg. Dewan Fatwa tidak menetapkan nilai uang untuk zakat fitrah karena menurut pendapat mu’tamad dalam mazhab Syafi’i tidak memadai jika dibayar dengan uang.

Terkait hal ini H. M. Nasir, Lc., MA, selaku Wakil Ketua Dewan Fatwa, menjelaskan tetap menghargai fatwa lembaga lain tentang pendapat berzakat fitrah dengan uang.

Penyaluran zakat

Persoalan lain yang dijelaskan adalah tentang apakah penyalur zakat fitrah di masjid berhak menerima bagian zakat?

Menjawab persoalan ini, Dewan Fatwa membuat definisi amil yaitu lembaga/kelompok orang yang diangkat oleh pemerintah yang bertugas memungut dan mendistribusikan zakat berdasarkan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan definisi tersebut maka lembaga/kelompok orang yang tidak diangkat oleh pemerintah bukanlah amil, sehingga tidak berhak menerima zakat.

Ketua Dewan Fatwa, Tgk. Abdul Hamid Usman, menjelaskan bahwa yang diperintahkan untuk memungut zakat adalah ulil amri sebagaimana nash “Ambillah zakat dari harta mereka… (QS. At-Taubah: 103).” Dengan demikian, tugas memungut zakat harus mendapat mandat dari pemerintah dalam konteks negara Indonesia.

Hal lain, mengingat ada pertanyaan apakah boleh amil menjual beras yang telah dibayar oleh muzakki sebelumnya kepada calon muzakki setelahnya? Dalam hal ini, Dewan Fatwa memfatwakan bahwa amil tidak berhak menjualnya sebab tidak memenuhi syarat jual-beli, yaitu beras tersebut bukan milik amil.

“Jadi poin ini untuk membimbing panitia agar menghindari praktik yang kadang terjadi di beberapa tempat,” kata Wakil Sekretaris Dewan Fatwa Ahmad Muhaisin Tanjung, MA, seraya menambahkan dalam teks fatwa memang disebut “amil”, namun termasuk juga dalam pengertian ini panitia penyalur.

Poin penting berikutnya adalah Zakat fitrah dapat diterima oleh 8 ashnaf (golongan) mustahiq dengan mengutamakan golongan fakir miskin.
Dalam hal ini Dewan Fatwa menelaah bahwa zakat fitrah boleh diberi kepada golongan selain fakir miskin. Jadi tidak dibatasi kepada golongan fakir miskin saja. Namun mereka harus diutamakan.

Poin selanjutnya “Amil wajib memisahkan bagian zakat fitrah dan fidyah, karena fidyah hanya berhak diterima oleh fakir miskin.

” Poin fatwa ini bertujuan membimbing panitia penyalur agar tidak mencampuradukkan zakat dan fidyah. Selain karena peruntukannya berbeda, ada alasan lain yaitu agar bagian fidyah tidak terpecah bagiannya karena tercampur aduk,”tambah Tanjung.

Berikutnya, seorang mustahiq boleh mendapat zakat dari beberapa muzakki.Fatwa ini didasari karena adanya pertanyaan yang sering diajukan umat kepada ustadz-ustadz di Dewan Fatwa sehingga perlu ditetapkan. Tujuannya agar keraguan yang mungkin terjadi pada mustahiq atau panitia dapat dihilangkan. Karena seorang mustahiq dapat menerima berulang kali dari muzakki lain.

Poin terakhir pada fatwa ini yaitu “Fakir miskin sunah mengeluarkan zakat fitrah setelah berkecukupan pada malam Idul Fitri.

” Bisa jadi kecukupannya setelah mendapat bagian yang cukup banyak dari panitia atau muzakki. Maka sunah baginya untuk berzakat malam itu,”Demikian Tanjung.(m22)

  • Bagikan