MEDAN (Waspada): Hingga kini belum ada tanggapan pasti dari pemerintah Turki tentang aksi walk out yang dilakukan oleh sejumlah delegasi termasuk Presiden Recep Tayyip Erdogan, selama penyampaian pidato Presiden RI, Prabowo Subianto di KTT D8, Kamis(19/12)di Kairo Mesir.
Sebelumnya, sejumlah delegasi melakukan walk out saat Presiden Prabowo berpidato di KTT D8 di Kairo, Mesir. Nampak juga bahkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pun ikut keluar dari forum saat Prabowo menyampaikan sejumlah paparannya, utamanya terkait Palestina dan Suriah.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara (MUI-SU) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, KH Akhyar Nasution seperti yang beliau kutip dari Ketua HLNKI MUI Pusat, Prof. DR. H Sudarnoto Abdul Hakim, MA alasan kepergian Erdogan dan sejumlah delegasi bisa ditafsirkan dari beberapa sudut pandang.
Pertama, adanya pernyataan Prabowo yang mungkin dinilai terlalu sensitif bagi Erdogan. Dalam pidatonya Presiden RI secara implisit atau eksplisit mengkritik kurangnya tindakan nyata dari negara-negara Muslim. Di sisi lain, Turki sering menggambarkan dirinya sebagai pemimpin dalam isu-isu muslim global dan mungkin merasa bahwa kritik tersebut tidak adil atau tidak mencerminkan kenyataan.
“Sangat mungkin Erdogan merasa bahwa pendekatan pak Prabowo dianggap terlalu retorik atau bahkan tidak sejalan dengan pandangan atau strategi Turki yang lebih proaktif ketimbang Indonesia,” paparnya Minggu(22/12).
Kedua, perbedaan Prioritas D8, di mana Erdogan kemungkinan besar tidak setuju dengan cara Prabowo mengaitkan isu pembangunan ekonomi (agenda utama D8) dengan isu konflik dan politik internasional.
“Turki mungkin ingin tetap fokus pada kerjasama ekonomi dan menjauhkan KTT dari perdebatan politik yang bisa memecah belah,” katanya.
Menurut KH Akhyar, analisis, Presiden Prabowo sangat logis dalam mengaitkan isu ekonomi global dan kerjasama ekonomi antar negara D8 dengan problem politik global seperti Palestina.
“Pertentangan pertentangan dan apalagi okupasi, penghancuran dan genosida israel terhadap palestina misalnya sangat mengganggu ekonomi global,” jelasnya.
Ketiga, yakni faktor pragmatis atau non-politik. ada kemungkinan Erdogan meninggalkan ruangan bukan karena pidato Prabowo, melainkan karena alasan logistik atau jadwal.
“Namun, jika waktunya bertepatan dengan poin sensitif dalam pidato, tindakan itu bisa dianggap simbolis,” tambahnya.
Hal lain disampaikan KH Akhyar bahwa Ketua HLNKI MUI Pusat Prof Sudarnoto condong pada tafsiran pertama soal adanya perbedaan pendekatan dalam menangani isu dunia muslim dan bagaimana hal itu dibawa ke forum D8.
Kendati demikian itu tidak bisa dipastikan karena masih belum ada pernyataan resmi dari pihak Turki. “Namun, tanpa pernyataan resmi, sulit memastikan apakah tindakannya disengaja untuk menyampaikan pesan tertentu atau hanya kebetulan,” kata Ketua HLNKI MUI-SU.
Di sisi lain Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menanggapi soal Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang meninggalkan ruangan saat Presiden RI Prabowo Subianto berpidato dalam KTT D-8 di Kairo, Mesir.
Kemenlu mengatakan, hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah ketika para ketua delegasi melakukan banyak pertemuan paralel pada saat pertemuan internasional, salah satunya melakukan pertemuan bilateral dengan ketua delegasi lain di ruangan yang berbeda.
“Jadi sifat keluar masuk ruangan meeting adalah hal yang lumrah untuk meeting internasional (termasuk di forum PBB),” kata Juru Bicara Kemenlu RI Roy Soemirat dalam keterangan tertulisnya.
Roy mengatakan, delegasi Indonesia tidak dapat memberikan komentar terhadap jadwal ketua delegasi negara lain yang kemungkinan tidak dapat hadir sepenuhnya pada saat Presiden RI Prabowo Subianto berpidato.(m22)
Waspada/ist
KH Akhyar Nasution bersama Prof DR Sudarnoto Abdul Hakim MA Ketua Bidang HLNKI MUI Pusat.