Scroll Untuk Membaca

Medan

25 Perguruan Tinggi Lakukan Pendampingan Masyarakat Melalui Program Matching Fund Kedaireka

MEDAN (Waspada): Stunting atau masalah kurang gizi kronis masih menjadi persoalan serius di Sumatera Utara (Sumut). Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 preventif stunting Sumut berada di angka 25,8% atau peringkat 17 secara nasional.

Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin mengatakan untuk menekan angka stunting di Sumut, maka 25 perguruan tinggi mengadakan pendampingan masyarakat melalui Program Matching Fund Kedaireka.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

25 Perguruan Tinggi Lakukan Pendampingan Masyarakat Melalui Program Matching Fund Kedaireka

IKLAN

Nantinya masyarakat akan diberikan pengetahuan tentang gizi, prakonsepsi, gizi ibu hamil hingga gizi 1.000 hari kehidupan bayi. Selain itu, masyarakat akan diberi pendampingan pengolahan makanan tambahan berbasis pangan lokal.

“Program ini merupakan upaya dari kampus untuk mengajak stakeholder terutama BKKBN menurunkan angka stunting. Aksinya akan turun ke lapangan, membuat dapur sehat dengan menggunakan pangan lokal. Jadi pendampingan lebih fokus ke pasangan mau menikah, ibu hamil untuk mengatasi stunting,” kata Muryanto, Kamis (1/9).

Sementara itu, Kepala BKKBN Perwakilan Sumatera Utara, Muhammad Irzal mengatakan di Sumut terdapat tiga daerah yang paling tinggi kasus stunting antara lain Kabupaten Madina berada di angka 44,7 persen, Padanglawas 40,8 persen dan Pakpak Bharat 40 persen.

“Ini tiga besar berdasarkan angka SSGI 2021. Untuk daerah beresiko stunting, maka percepatan penurunan stunting, harus kita perbaiki dari hulu. Misalnya saja, untuk pasangan yang mau menikah, dan ibu rumah tangga, kita berikan informasi bagaimana mencegah terjadinya stunting,” jelas Irzal.

Irzal menambahkan pendampingan akan dilaksanakan di 25 kabupaten kota. Dengan kolaborasi perguruan tinggi, diharapkan angka stunting di Sumut bisa turun

“25 perguruan tinggi ini akan dikoordinir oleh USU. Nantinya tim akan turun ke lapangan memberikan pendampingan ke masyarakat agar memanfaatkan makanan lokal. Karena Sumut daerah agraris, ikannya ada, lahannya subur, makanya kita berikan informasi bagaimana dia mengelola makanan lokalnya mnjd makanan bergizi untuk keluarga yang beresiko stunting,” urainya.

Tim Peneliti Stunting USU, Destanul Aulia menambahkan keterlibatan 25 perguruan tinggi ini diharapkan bisa menekan angka stunting hingga 14 persen pada Tahun 2024.

“Kita harap bahwa keterlibatan perguruan tinggi akan memberikan pencerahan kepada seluruh stakeholder yang ada di Sumut. Jadi kita ajak sama sama bergotong royong. Kita berharap penurunan stunting bisa terjadi.

Menurutnya stunting bisa disebabkan soal perilaku hidup bersih dan sehat hingga pola pikir. Selain itu faktor budaya juga sangat berperan menyebabkan tingginya angka stunting.

“Di Sumut ada tiga daerah yang angka stunting nya tinggi. Penyebabnya lebih ke soal perilaku, mengubah mindset nya susah sekali, kita perlu waktu. Ada budaya di daerah itu yang belum terbuka. Itu yang harus kita kikis. Misalnya buang air tidak di tempat yang disediakan. Selain itu masalah pola asuh dan gizi. Dengan pendampingan dari perguruan tinggi, maka angka stunting ini bisa ditekan,” tandasnya. (cbud)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE