MEDAN (Waspada): Seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, diminta untuk serius berkoodinasi menurunkan angka stunting. Karena, menurut data Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB), di tahun 2021 saja ada 236.644 Balita di Sumut terkena stunting. Dipastikan, mereka tidak akan mampu berkontribusi di Indonesia Emas 2045.
Permintaan itu disampaikan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Musa Rajekshah (Ijeck), Senin (5/9), di Kantor Gubsu. Saat itu dia memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting, dengan beberapa OPD.
Dikatakan Ijeck, OPT terkait harus terus melakukan koordinasi. Karena angka kondisi gagal tumbuh pada bayi di bawah lima tahun (Balita) masih sangat tinggi. Hal ini tentunya akan berefek kepada kesejahteraan masyarakat.
Menurut Ijeck, stunting terjadi tidak hanya karena masalah non kesehatan. Tapi juga faktor lain, seperti karena ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, hingga masalah lingkungan. Karena itu, untuk mengatasinya, dibutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.
“Tolong, saya minta semuanya berpikirlah bahwa kerja ini tak semata-mata cuma melepaskan amanah kerja. Bayangkan kalau anak kita atau keluarga kita yang mengalaminya. Ada pahala yang besar, karena ini menyangkut generasi-generasi muda yang akan membawa daerah kita untuk lebih baik,” ujar Ijeck.
Ekonomi Dan Kemiskinan
Sementara itu, Kepala Dinas PPKB Sumut T. Amri Fadli menyampaikan pendapatnya. Katanya, dalam jangka panjang, pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan lebih besar dalam menyebabkan terjadinya stunting.
Menurut Amir Fadli, stunting bukan hanya persoalan kesehatan. Tetapi juga persoalan jumlah penduduk yang banyak, akses sanitasi yang layak dan kemiskinan. ‘’Maka perlu ada RAD dan kebijakan pemerintah, baik provinsi hingga kabupaten/kota dalam percepatan penurunan angka stunting,” ujarnya.
Disebutkan Amir, di tahun 2021, dipastikan ada 236.644 Balita (usia 24 – 59 bulan) terkena stunting. Dan mereka tidak akan mampu berkontribusi di Indonesia Emas 2045. ‘’Intervensi yang dilakukan adalah menyelamatkan anak di bawah usia dua tahun (Baduta) atau Balita usia 0-24 bulan, yang masih bisa diintervensi,’’ katanya.
Menurut Amir, hal yang harus dilakukan untuk percepatan penurunan stunting adalah fokus untuk merawat Balita yang stunting. Kemudian mencegah bertambahnya Balita stunting sampai tahun 2024, dengan strategi Sabdah (1 bebas 2 cegah).
Dijelaskan Amir, satu bebas, meksudnya rawat Baduta yang stunting di tahun 2021, agar bebas dari stunting di tahun 2024. Sedangkan dua cegah, adalah dengan mencegah Balita yang tidak/belum berkategori stunting di tahun 2021, agar tidak jadi stunting sampai tahun 2024. ‘’Kemudian cegah bayi yang akan lahir dari tahun 2022 – 2024, agar tidak jadi stunting di tahun 2024,” ujarnya.
Hadir dalam rapat itu, Kadis Perkim Alfi Syahriza, Plt. Kadis Lingkungan Hidup Siti Bayu Nasution, Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Juliadi Z Harahap, Kabid Perencanaan SDM Bappeda Ika Hardima Lubis, Sekretaris Dinsos Rais, Kabid PKP Dinas Pemberdayaan Masyarakat Praman Sembiring, Kabid TP Dinas Pertanian Juwaini. Hadir juga perwakilan dari Juang Kencana Hamzah dan Harmen Ginting. (m07)