Setelah Kasus Migor DPR Pertanyakan Kemana Dana BPD PKS

  • Bagikan
Setelah Kasus Migor DPR Pertanyakan Kemana Dana BPD PKS
Setelah Kasus Migor DPR Pertanyakan Kemana Dana BPD PKS

JAKARTA (Waspada): Setelah kasus minyak goreng DPR RI menyorot dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang jumlah diperkirakan triliun rupiah.

Anggota DPR RI dapil Sumut Fraksi Partai NasDem Rudi Hartono Bangun membenarkan hal tersebut. BPDPKS didirikan tahun 2015 dalam bentuk BLU ( Badan Layanan Umum ) oleh Menteri Keuangan. Tugasnya salah satunya adalah memungut, pungutan pajak ekspor dari para petani sawit dan eksportir.

“Saya nggak bisa terlalu rinci sudah terkumpul berapa besarnya. Namun memang benar sering dibicarakan oleh berbagai pihak baik kita di Dewan dan lembaga pemerhati, masyarakat. Mereka menanyakan tentang kenapa alokasinya pemakaian dana itu terbanyak ke subsidi bio diesel,” ungkap Rudi Hartono Bangun dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk ‘Subsidi Minyak Goreng, Kinerja BPDPKS Dipertanyakan’, di Jakarta, Rabu (25/5).


Menurut dia, jika subsidinya dipergunakan untuk bio diesel yang menikmati para konglomerat saja. Sementara perusahaan-perusahaan CPOnya, maupun masyarakat petani sawit membutuhkan misalnya untuk peremajaan tanaman sawit.

“Itu yang sekarang menjadi pertanyaan, kenapa tidak ke petani atau ke masyarakat,” ujar Rudi lagi.


Politisi Fraksi Partai NasDem menilai, kalau dari sisi subsidi dana DPD PKS ke minyak goreng, ada kebaikannya dirasakan masyarakat paling rendah.


“Saya pernah menyarankan kepada Menteri dan Dirjen Kemendag yang ditangkap itu, masalah kisruh minyak goreng. Bagaimana dengan kondisi masyarakat langkanya minyak goreng di lapangan, apa yang harus diperbuat. Saya hanya mengusulkan kenapa tidak dipakai dana di BPDPKS untuk subsidi,”ujar Rudi.

Menurutnya, jika subsidi diberikan ke pabrik migor, sama seperti subsidi biodiesel, ke situ situ aja. Siapa yang menjamin itu sudah yang disubsidi bakal dijual ke rakyat kecil. Tidak ada jaminan. Karena itu, baiknya di BLT-kan, ujarnya.


Rudi mengingatkan, untuk darurat, ke depannya jika mau dibuat regulasi lain tentang minyak goreng agar tidak kisruh, semua pejabat terkait harus serius, bagaimana pejabat terkait contohnya Perdagangan, Bea Cukai di pelabuhan sama-sama mengawasi ketika diberlakukan  domestic market obligation (DMO) atau kewajiban pemenuhan pasokan minyak goreng di dalam negeri. Tentunya Ini kan harus diawasi, Karena DMO itu kuota untuk rakyat yang dari kita punya total 52 juta CPO per-tahun 16 juta mau ditinggalkan, untuk kepentingan migor lokal.


“Kalau dijaga benar dan tidak dimainkan seperti memberikan kebijakan izin eksport, dipastikan minyak goreng tidak langka. 16 juta itu sudah melimpah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sampai ke desa,”kata Rudi.


Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini juga mengkritisi peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di tengah polemik kelangkaan minyak goreng akhir-akhir ini. Belum selesai masalah kelangkaan, kini pemerintah mengungkap akan mencabut subsidi minyak goreng curah mulai 31 Mei 2022.
Anggia berpandangan anggaran besar BPDPKS yang Rp. 130-an Triliun lebih belum proporsional mendukung subsidi sawit rakyat. Untuk subsidi migor curah hanya 7,6 T, sementara untuk biodiesel mencapai 110,03 T.


“BPDPKS ini mengelola dana yang luar biasa besar, anggaran kementerian kita itu enggak ada yang sampai segitu, pengalokasiannya inilah yang selalu kita soroti sangat tidak proper, sangat tidak proporsional dan sangat tidak pro-rakyat,” kata Anggia.


“Negara kita dalam konteks ini benar-benar Dzolim anggaran segitu banyaknya, tapi kita enggak melakukan tidak menggunakan secara proper,” tegas Anggia


“Saya pernah di Panja mempertanyakan apakah petani rakyat itu menyumbang pungutan itu, anggaran itu, jawabannya ke sana-kemari dan enggak jelas dan kita tersinggung nih, rakyat ini punya sumbangan besar, punya kontribusi yang besar, intuk anggaran yang besar sekarang dikelola oleh BPDPKS,” kata Anggia.


Bagi Anggia, BPDPKS itu tak lebih dari sekedar EO (Event Organizer) tak jelas posisinya dalam perbaikan infrastruktur sawit dalam negeri. Ia mendukung kinerja BPDPKS agar dievaluasi.

“Makanya menurut saya memang perlu dibedah sebedahbedahnya dan di evaluasi tentang penggunaan anggaran dan tentang kebijakannya juga,” tukasnya.
Senada, Anggota Komisi IV DPR Riezky Aprilia menilai migor seharusnya tidak menjadi polemik apabila dieksekusi peruntukannya secara tepat. Dia juga mempertanyakan transparansi BPDPKS.
“Misalnya terkait bio diesel, itukan program-programnya, plasma sawit rakyat, karena kita enggak menutup mata selama ini BPDPKS ataupun kebijakan-kebijakan terkait program BPDPKS ini di endusnya cepet banget sama penegak hukum juga, kalau ada penyimpangan di endus, cuman anehnya kok tidak dicegah malah di tindak, kan ini menjadi pertanyaannya, harusnya kan ada pencegahan dulu baru ditindak, ini pencegahannya juga enggak ada,” kritik Politikus PDIP itu.


Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah dalam kesempatan itu mengatakan, pemerintah harus konsisten dalam kebijakan.

“Saya mendukung DPR melakukan investigasi dana yang dikelola BPD PKS bahwa dana itu non budgeter,”katanya.
Karena dana yang dipungut sifatnya non budgeter arahnya menjadi tidak jelas.
“Menurut saya dana itu perlu budgeter. Semua dana pungutan seharusnya masuk ke penerimaan negara bukan non budgeter, sehingga langkah pemerintah jelas,”ujar Piter Abdullah.(j04)

  • Bagikan