Sang Oknum Polisi Tajir

  • Bagikan

Oleh Effan Zulfiqar Harahap

Pria kelahiran 10 Desember 1993 itu menjadi representasi kaum milineal yang dianggap sukses di usia muda dengan bisnis mengurita yang menjadikan ia sebagai oknum polisi tajir melintir

Adalah Polisi Aiptu Labora Sitorus yang ditangkap Bareskrim Polri di Jakarta pada 19 Mei 2013. Ia ditangkap karena diduga kuat melakukan pencucian uang, pembalakan liar dan penyeludupan/penimbunan BBM. Lebih mengejutkan lagi Labora memiliki rekening dengan nilai transaksi fantastik mencapai Rp1,5 triliun dalam kurun waktu 2007-2012.

Uang yang dimilikinya juga disebut mengalir jauh ke kantong banyak orang di internal Polri mulai dari tingkat Polsek sampai ke Mabes. Meskipun dugaan bagi-bagi uang itu tidak pernah diungkap tuntas. Labora divonis MA yang diketuai Artidjo Alkostar 15 tahun dan denda Rp5 miliar. Sebelumnya ia divonis Pengadilan Tinggi Papua 8 tahun penjara.

Habis cerita Labora, kini di tahun 2022 muncul lagi cerita oknum polisi yang punya sumber pundi-pundi uang miliaran. Nama sang oknum polisi tersebut Briptu Hasbudi (HSB) personel Polairud Poda Kalimantan Utara. Ia ditangkap di ruang keberangkatan Bandar Udara Juwata Tarakan pada Rabu 4 April 2022 lalu. HSB selama ini menjadi sosok fenomenal di Kota Tarakan.

Pria kelahiran 10 Desember 1993 itu menjadi representasi kaum milineal yang dianggap sukses di usia muda dengan bisnis mengurita yang menjadikan ia sebagai oknum polisi tajir melintir. Tak pelak penangkapan Ketua Ikatan Pemuda Sulawesi Selatan itu menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat Kalimatan Utara.

Ironisnya, aktivitas bisnis yang digelutinya selama ini ternyata tidak semuanya legal berdasarkan penyelesuran Tim gabungan Polda Kaltara. Disebutkan ada dua bisnis yang digelutinya ilegal, yakni tambang emas di Kecamatan Sekatak Kabupaten Bulungan dan penyelundupan pakaian bekas asal Malaysia ke sejumlah daerah.

Aset yang dimiliki HSB yang disita Polri bila dirupiahkan jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah, baik itu dalam bentuk properti, kendaraan dan uang tunai yang ditampung dalam banyak rekening. Yang secara logika dengan pangkat Briptu sangat tidak masuk akal punya kekayaan bernilai ratusan miliar rupiah.

Bahkan dengan uang yang berlimpah HSB diduga kuat selama ini kerap memberikan “upeti” kepada pihak-pihak yang “membackingnya”. Ia juga disebut membangunkan rumah, lengkap dengan isinya untuk pejabat yang dengan senang hati membantu perputaran semua roda bisnisnya.

Hal lain adalah sangat aneh bisnis tambang ilegal itu berlangsung hampir sekian tahun. Anehnya Kapolda, Kapolres dan Kapolsek tidak mengetahuinya padahal semua terjadi dalam ruang terbuka. Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan, kenapa usaha ilegal HAS baru terungkap sekarang?

Sangat janggal seorang polisi yang hanya berpangkat Briptu memiliki kekayaan luar biasa dan sumbernya berasal dari bisnis ilegal. Bisa jadi HAS hanya berperan sebagai operator lapangan. Artinya ada orang “besar” di balik kegiatan ilegal itu. Tak masuk akal HAS berani melakukannya sendirian.

Terkait hal tersebut Kapolda mengatakan sudah membentuk tim khusus untuk terus mengembangkan potensi ada tindaknya pidana lain yang diduga dilakukan HSB dan pihak-pihak lain yang terafiliasi membantu kejahatannya yang berasal dari anggota Polri Polda Kalimantan Utara.

Kompolnas juga punya dugaan yang sama, bahwa HAS tidak sendirian dalam melakukan tindakan kejahatan tersebut. Untuk itu diharapkan, pihak Kepolisian bisa professional, transparan dan akuntabel mengusut tuntas adanya indikasi keterlibatan pihak lain, terutama yang berasal dari lingkungan internal Polri sendiri.

Kita apresiasi Polda Kalimantan Utara yang menggandeng KPK dan PPATK untuk membantu proses penyidikan. Diharapkan Polda lain juga menyelidiki kemungkinan anggotanya ada yang terlibat dalam aktivitas ilegal sebagaimana yang dilakukan HAS atau menjadi backing bisnis ilegal lainya.

Peran serta masyarakat melaporkan kepada Propam Presisi jika diduga ada anggota-anggota Polri lainnya yang nakal sangat penting artinya. Adalah kewajiban bersama menjaga institusi Polri jangan sampai ada yang menggerogoti dari dalam. Jangan karena setitik nila rusak susu sebelanga.

Kita berharap kasus HAS tidak sama nasibnya seperti kasus Labora yang diakhir cerita menjadi redup tidak seperti pengungkapan awal yang begitu gegap gempita. Yang terungkap dan yang divonis hanya Labora sementara mereka yang diduga terlibat menerima upeti/gratifikasi tidak pernah terungkap.

Bila tidak. Tentu kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian dan personilnya akan tergerus lambat atau cepat. Karena bagaimanapun fenomena semacam ini sudah dianggap sebagai rahasia umum dan publik sudah tahu betul itu yang terjadi selama masih adanya oknum polisi “nakal” di tubuh Polri.

Sebagaimana diketahui hasil survei penilaian integritas tahun 2021 yang dilakukan KPK menempatkan institusi Polri di posisi 40 dengan skor 80,70 dari 57 lembaga nonkementerian yang disurvei. Tentunya ini sesuatu yang kurang bagus. Selama ini juga posisi lembaga Polri tidak pernah beranjak ke posisi atas.

Polisi jujur, sederhana dan tidak korup hanya ada dalam sosok Jenderal Hoegeng Iman Santoso, Kapolri (1968-1971) yang sudah menjadi barang langka di zaman ini. Ia tidak pernah sekalipun aji mumpung dengan jabatannya. Hoegeng hidup sederhana sampai akhir hayatnya. Ini yang seharusnya dicontoh seluruh anggota Polri mulai dari level atas sampai bawah.

Dan ternyata menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur), “Hanya ada tiga Polisi jujur yang ada di Indonesia: patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Hoegeng”.

Penulis adalah Kepala Pusat Studi Otonomi Daerah dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan – Kota Padangsidimpuan.

  • Bagikan