Ketahanan Pangan Generasi Millenial

  • Bagikan

Oleh Mahfuzi Irwan Saragih, M.Pd

Generasi millennial cendrung bersikap individualis tanpa memikirkan orang lain. Sehingga sikap dan perilaku yang terjadi adalah menyimpang melakukan sesuatu sesuai keinginan sendiri tanpa memikirkan sekitar. Apalagi memikirkan tentang ketahanan pangan Indonesia

Hasil penelitian Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada tahun 2016, sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia diperkirakan masih mengalami kelaparan. Penyebab utamanya ialah kemiskinan dan kelangkaan bahan makanan pokok. Masih banyak penduduk Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Papua, NTT, dan Maluku.

Jumlah persentase penduduk Indonesia yang kelaparan turun dari 19,7% di 1990-1992 menjadi hanya 7,9% di 2014-2016. Pertumbuhan ekonomi yang pesat membantu Indonesia menurunkan angka kelaparan. Namun, meskipun telah berhasil menurunkan angka kelaparan hingga 50%, Indonesia masih dinilai lambat dalam mengurangi jumlah penduduk yang kekurangan gizi, khususnya anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Dari data terakhir, hampir 37% balita di Indonesia menderita stunting atau terhambat pertumbuhannya karena kekurangan gizi. Saat ini tercatat sebanyak 7,6 juta balita di Indonesia menderita stunting atau terhambat pertumbuhannya akibat kekurangan gizi kronis berdasarkan data dari Millennium Challenge Account Indonesia. Kondisi itu dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Indonesia dapat lebih meningkatkan ketahanan pangan melalui swasembada beras. Semua sesuai dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo dalam bidang pangan dan pertanian yang tertuang dalam Visi Nawacita. Nawacita Presiden Jokowi di bidang pertanian yang salah satunya adalah terciptanya swasembada pangan untuk lima komoditas dalam jangka waktu lima tahun.

Dalam kesempatan panen raya di Kecamatan Air Saleh, Banyuasin, Sumatera Selatan, Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan bahwa angka produksi padi nasional pada 2017 mencapai 81.382.451 ton. Angka itu meningkat sebesar 2,56% dibandingkan produksi 2016 yang menyentuh angka 79.354.767 ton (BeritaSatu.com).

Tak bisa dipungkiri bahwa Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan pertanian yang sangat luas sekaligus memiliki produksi padi yang sangat besar. Hanya saja, menurut pengamatan saya saat ini terjadi kesenjangan antara kebutuhan beras di dalam negeri dengan stok yang dihasilkan petani.

Karena hal itu pula beberapa waktu lalu pemerintah harus melakukan impor beras dari negara tetangga guna memenuhi kebutuhan. Ini cara yang tidak tepat, pemerintah perlu diingatkan bahwa impor beras tidak boleh terus berlanjut. Bersyukur , DPR akan meminta Komisi IV dan Komisi VI untuk mengkaji kembali kebijakan impor beras terutama dari Vietnam, bersama pemerintah.

Ketahanan Pangan

Dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tecermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, terjangkau, dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal.

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman, maupun keamanannya.

Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan pola pemanfaatan pangan secara nasional agar memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan, dan kehalalannya. Maka ketahanan pangan ialah hal yang sangat penting untuk dikaji dan dibenahi bersama.

Saya pribadi optimistis pertanian di Indonesia dapat semakin maju sehingga para petani kian sejahtera. Namun optimisme ini bukan tertumpu pada DPR dan Pemerintah saja, melainkan pada generasi muda Indonesia yang notabennya juga kurang memiliki ketertarikan pada bidang pertanian.

Padahal Indonesia akan dipenuhi oleh generasi-generasi muda ini dengan mendapat bonus demografi. Jadilah Indonesia yang dipadati oleh generasi millennial meskipun tidak mudah untuk mengajak generasi millennial ini peduli atau terlibat langsung dalam ketahanan pangan karena generasi millennial memiliki karakter, keunikan, dan kecenderungan yang berbeda dari generasi sebelumnya.

Generasi Millenial

Berdasarkan beberapa sumber, Generasi Millennial ini lahir pada rentang tahun 1980an hingga 2000. Dengan kata lain, generasi millennial ini adalah anak-anak muda yang saat ini berusia antara 15-35 tahun, termasuk saya.

Sebab generasi ini lahir di era kecanggihan teknologi, dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka, maka televisi bukanlah prioritas generasi millennial untuk mendapatkan informasi atau melihat iklan.

Bagi kaum millennial, iklan pada televisi biasanya dihindari. Generasi millennial lebih suka mendapat informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu update dengan keadaan sekitar.

Contoh kasus: jika di hadapkan pada sebuah pilihan, mayoritas kaum muda millennial akan lebih memilih ponsel dibandingkan TV. kami akan lebih memilih tidak memiliki akses ke TV, dibandingkan akses ke ponsel karena ponsel merupakan salah satu sarana komunikasi yang sering kami gunakan untuk berkomunikasi.

Ponsel juga berfungsi sebagai mencari berbagai informasi yang up-to-date. Ponsel adalah salah satu hasil teknologi yang diciptakan untuk memproleh kegunaan yang praktis sehingga mampu menjangkau di berbagai kawasan.

Sejalan dengan contoh kasus diatas, menurut penulis akhir-akhir ini generasi millenial banyak diperbincangkan, mulai dari segi pendidikan, moral & budaya, etika kerja, ketahanan mental dan penggunaan teknologi. Ternyata teknologi tidak hanya selalu berperan positif terhadap generasi millenial. Namun, teknologi juga berdampak negatif terhadap generasi millenial.

Dilihat dari parakteknya, generasi millenial dinilai cenderung cuek pada keadaan sosial. Bahkan, teknologi juga dapat mengubah kebudayaan dengan cepat. Misalnya, pada umumnya manusia itu harus saling berintraksi dan saling membutuhkan satu dengan lainnya.

Hal tersebut dikarenakan generasi millennial cendrung bersikap individualis yang mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain. Generasi millennial berpengaruh terhadap kehidupan sosial, yang lebih mementingkan ego masing-masing. Sehingga sikap dan perilaku yang terjadi adalah menyimpang melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri tanpa memikirkan sekitar. Apalagi memikirkan tentang ketahanan pangan Indonesia.

Generasi Millenial & Ketahanan Pangan

Menurut saya minimnya ketertarikan generasi muda terhadap bidang pertanian dapat membahayakan ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga pernah menyatakan bahwa “Sekarang ini, semakin sedikit pemuda kita yang tertarik pada dunia pertanian.

Bahkan petani kita ini cenderung menjadi lebih tua, dengan rata-rata umur mencapai 50 tahun. Ini berbahaya bagi ketahanan pangan kita,” kata Fadli Zon, usai menerima Pemuda Tani Sumatera Utara di Gedung DPR RI.

Dengan mengajak pemuda untuk tertarik pada sektor pertanian. Bertani itu tidak harus kemudian rugi dan tidak harus miskin. Karena bertani itu bisa menguntungkan dan membuat pendapatan yang layak. Tentu dengan menggunakan berbagai kemajuan teknologi sudah menunjang.

Saya juga berharap pemerintah memberikan ruang kepada generasi muda untuk masuk ke sektor pertanian, dengan diberikan kemudahan, hingga berbagai pendidikan atau pelatihan seperti peneyelenggaraan penyuluhan supaya ada ketertarikan pada para pemuda, dan ada kampanye untuk bertani pada para pemuda.

Dengan demikian, adanya generasi milenial sebagai agen pembawa perubahan akan sangat mempengaruhi pasar baik politik maupun ekonomi Indonesia dalam kurun 5-10 tahun ke depan. Harapannya pada generasi millennial yang akan mampu menguasai pasar ataupun ekonomi Indonesia, salah satunya tentang ketahanan pangan Indonesia.

Penulis adalah Dosen Dan Praktisi Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Medan.

  • Bagikan