Ar-Rifq

  • Bagikan

Oleh Darwis Simbolon, S.Pd., M.Pd

“Sesungguhnya Allah itu adalah Rafiq (Mahalembut) dan mencintai sifat Rifq (kelembutan)…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits riwayat Muslim dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW menjelaskan nama dan sifat Allah kepada ‘Aisyah ra, Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu adalah Rafiq (Mahalembut) dan mencintai sifat Rifq (kelembutan)…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dikisahkan dalam riwayat shahih yang lain bahwa suatu ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang duduk di masjid. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki A’rabi (suku Arab dusun) lalu berjalan menuju ke salah satu sudut masjid untuk membuang hajatnya (kencing). Melihat kondisi ini para sahabat langsung bereaksi sangat geram lalu menghardiknya bahkan ada sahabat yang akan membunuhnya.

Namun, Rasulullah SAW segera mencegahnya sembari berkata, “Janganlah kalian menghardiknya, biarkan ia selesaikan.” Sembari Nabi SAW dan para Sahabat yang geram menunggu laki-laki tersebut selesai kencing. Lalu laki-laki dari Arab dusuntersebut pun menyelesaikan kencingnya, kemudian nabi memanggilnya dengan lembut seraya berkata:

“Sesungguhnya masjid-masjid bukanlah tempat untuk kencing, tetapi digunakan sebagai tempat berdzikir kepada Allah, shalat dan membaca Al-Qur’an”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat yang masih terbawa suasana geram: “Sungguh kalian diutus untuk memudahkan manusia dan bukan menyulitkan, maka guyurlah air kencing tersebut dengan seember air” (HR. Bukhari dan Ibnu Majah).

Kemudian, A’rabi tersebut langsung berkata, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, jangan Engkau rahmati selain kami.” Medengar doa tersebut, Rasulullah pun tersenyum lalu menasehati laki-laki Arab dusuntersebut dengan ucapan lembut, “Sungguh engkau telah mempersempit perkara yang luas” (Muttafaqun ‘alaihi).

Dari hadis di atas kita memahami bahwa Rasulullah SAW dan orang-orang beriman harus berupaya bersikap dan bertutur kata dengan penuh kelembutan. Sehingga sikap lemah lembut akan dihampiri oleh kebaikan pula.

Walau ketika menghadapi orang yang kurang beretika sekalipun dengan kencing di masjid. Rasulullah SAW tidak suka mencela atau menghardiknya hingga A’rabi tersebut menyelesaikan kencingnya. Karena beliau menyadari bahwa laki-laki tersebut melakukannya atas dasar kejahilan.

Pelanggaran tersebut juga bukan menyangkut hak-hak Allah atas hamba-Nya. Intinya perkara tersebut menyangkut adab dan etika di antara sesama manusia. Maka Rasulullah SAW pun membiarkannya lalu menasehatinya dengan tutur kata yang paling lembut. Pada akhirnya laki-laki Arab dusun tersebut pun menyadari kesalahnnya dan semakin bersikap hormat kepada Nabi SAW lalu mendoakannya.

Allah SWT memerintahkan supaya senantiasa bersikap lemah lembut dalam pergaulan di antara sesama. Maka berupayalah memiliki sifat Rifq dalam ucapan dan tindakan. Siapa saja yang diberikan Allah keutamaan sifat lemah lembut sungguh ia telah menerima karunia yang besar. Jika hadis di atas direnungkan mendalam, setidaknya ada dua hikmah penting:

Pertama, mudaroh, yaitu suatu sikap lemah lembut yang benar-benar tulus dari hati yang bersih. Tidak ada satupun mengandung unsur kepura-puraan dalam berkata atau bersikap. Tidak pula terselip unsur rasa takut atau sungkan untuk menyampaikan kebenaran kepada orang lain.

Intinya kelembutan itu merupakan keniscayaan yang harus dimiliki setiap pribadi Mukmin atas dasar ketaatan dan prinsip ta’muruna bil ma’ruf. Bukan pada konteks yang berhubungan dengan maksiat dan kedurhakaan atas hak-hak Allah SWT. Dengan sifat lemah lembut pulalah seseorang akan dihampiri atau dikaruniakan kebaikan yang sempurna.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak memiliki kelembutan, maka tidak dihampiri oleh kebaikan” (HR. Muslim). Maka siapapun hamba yang dikaruniakan sikap kelembutan, sejatinya telah diberikan kebaikan yang banyak.

Kedua,mudahanah, adalah sikap lemah lembut yang tercela. Karena lemah lembutnya telah diracuni niat yang salah. Seseorang bersikap lemah lembut dengan maksud lain yang tersimpan di hati. Allah SWT berfirman: “Mereka (orang-orang kafir, berdosa) menginginkan supaya engkau bersikap lunak (lemah lembut) lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)” (QS. Al-Qalam: 9).

Ibnu Jarir Ath Thobari menafsirkan ayat di atas, bahwa orang-orang kafir dan pelaku maksiat ingin sekali supaya Nabi SAW bersikap lunak dengan kedurhakaan mereka kepada Allah serta memenuhi semua seruannya. Dengan demikian mereka akan bersikap lunak (lemah lembut) pula kepada Nabi SAW dan orang-orang beriman. Padahal tidak ada toleransi dalam membiarkan kemaksiatan kepada Allah.

Maka sikap tegas seorang Mukmin ketika menghadapi pelaku maksiat adalah berlemah lembut sembari berupaya menyampaikan kebenaran. Sebagaimana Rasulullah SAW lemah lembut dan tegas lalu mengingkari orang yang yang kencing di masjid dengan menyampaikan fungsi masjid sebagai tempat berdzikir. Tidak perlu khawatir walau seringkali kebenaran yang disampaikan lemah lembut akan tetap mendapat penolakan dari manusia.

Semoga Allah senantiasa menganugerahkan sifat lemah lembut (mudaroh) dan akhlak mulia. Serta menjauhkan kita dari lemah lembut yang palsu (mudahanah). Segala puji hanyalah milik Allah yang dengan karunianya segala kebaikan menjadi sempurna. Aamiin. (Wakil Kepala Divisi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan/LPMP Pesantren “Darul Mursyid”, Tapanuli Selatan)

  • Bagikan