Sembarangan Kirim Emoji Hati Via WhatsApp Bisa Dibui Di Saudi

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada) : Pengirim emoji hati via WhatsApp di Arab Saudi secara serampangan bisa masuk bui. Kebijakan ini terkait Undang-undang Anti-Pelecehan Seksual di negara tersebut. Pengadilan Arab Saudi bisa menjebloskan ke penjara pengirim emoji hati via WhatsApp kepada pengguna lain tanpa persetujuan karena dianggap melakukan tindakan pelecehan seksual.

Anggota Asosiasi Anti-Penipuan di Arab Saudi, Al Moataz Kutbi, mengatakan mengirim emoji hati merah di Whatsapp sama dengan kejahatan pelecehan.

“Beberapa gambar dan ekspresi selama chatting bisa berubah menjadi tindak kejahatan pelecehan jika gugatan diajukan oleh pihak yang dirugikan,” kata Kutbi dikutip Gulf News pada Minggu (13/2).

Dia memperingatkan, bagi pengguna aplikasi tak perlu terlibat dalam obrolan dengan pengguna mana pun tanpa persetujuan atau consent mereka.

Selain itu, menurutnya, para pengguna aplikasi tak perlu melempar topik yang membuat tak nyaman atau mengganggu, termasuk menggunakan ekspresi atau emoji hati merah.

“Menurut sistem anti-pelecehan, pelecehan didefinisikan bahwa setiap pernyataan, tindakan, atau isyarat yang berkonotasi seksual yang dilakukan oleh seorang terhadap orang lain yang menyentuh tubuh atau kehormatannya atau melanggar kesopanan dengan cara atau perantara apapun termasuk teknologi modern,” papar Kutbi.

Ia lalu berujar, “Termasuk (emoji) yang berkonotasi seksual menurut adat masyarakat, seperti hati merah dan mawar merah.”

Dia menjelaskan bahwa pengirim akan dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran tersebut jika penerima pesan melaporkan ke kepolisian.

Merujuk UU Anti-Pelecehan Seksual di Saudi, jika pengirim emoji itu terbukti bersalah, ia akan dibui selama dua hingga lima tahun dan/atau denda RS100 ribu atau sekitar Rp380 juta.

Jika tindakan itu berulang kali, denda bisa mencapai SR300 ribu (Rp1,1 miliar) dan penjara lima tahun.

Kasus kekerasan seksual termasuk pelecehan yang terus mencuat membuat pemerintah Saudi mengesahkan Undang-undang anti-kekerasan pada 2018.

Arab Saudi kemudian mengamandemen UU tahun lalu, dengan mengizinkan nama dan hukuman pelanggar aturan dipublikasikan di media.

Terlepas dari UU tersebut, beberapa perempuan Saudi mengeluhkan otoritas Kerajaan tak cukup melakukan banyak hal untuk mengakhiri kekerasan ini. (cnni/m14)

  • Bagikan