Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Butuh 50 Tahun Bagi RI-Singapura Sepakati Perjanjian Ekstradisi

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada) : Indonesia akhirnya memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura setelah masa-masa lobi selama 50 tahun.

Indonesia dan Singapura sepakat menandatangani perjanjian ekstradisi pada Selasa (25/1). Kesepakatan ini dihadiri langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam pertemuan di Bintan, Kepulauan Riau, hari ini.

Jokowi dan Lee Hsien secara seksama memantau langsung pertukaran dokumen yang ditandatangani oleh perwakilan kedua negara pada Selasa (25/1) siang WIB.

“Saya Menyambut baik tercapainya sejumlah kesepakatan antar kedua negara, exchange of letter antara Menkomaritim RI dan Investasi dan Menteri Koordinasi untuk Keamanan Nasional Singapura. Kemudian perjanjian ekstradisi, kemudian persetujuan Flight Information Region (FIR), dan pernyataan bersama menteri kedua negara tentang komitmen untuk melakukan komitmen memberlakukan perjanjian kerja sama pertahanan keamanan,” ujar Jokowi dalam keterangan pers di Pulau Bintan, Selasa (25/1).

“Untuk perjanjian ekstradisi dengan perjanjian yang baru ini, masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun sesuai dengan Pasal 78 KUHP. Sementara dengan penandatanganan perjanjian FIR, maka ruang lingkup Jakarta akan melingkupi seluruh teritorial udara Indonesia terutama perairan sekitar Kepulauan Riau dan Kepulauan Natuna,” Jokowi menambahkan.

Setelah dirintis sejak 1972, kedua negara baru bisa meresmikan perjanjian ekstradisi ini pada hari ini.
Pembahasan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura baru dimulai pada 2004 lalu.

Kala kepemimpinan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia dan Singapura menandatangani kesepahaman soal rencana perjanjian ekstradisi ini pada 27 April 2007 di Bali. Kesepahaman ini ditandatangani dengan pakta perjanjian kerja sama pertahanan (DCA).

Namun, ada perdebatan yang muncul dalam ketentuan yang dicantumkan di DCA. Tak pelak, perjanjian ekstradisi ini tidak diratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Sempat Mentok Di DPR

Salah satu permintaan Singapura dalam DCA itu yang menjadi perdebatan adalah sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau RI agar bisa digunakan untuk latihan militer.

Permintaan ini ditolak DPR RI. Juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah mengatakan proses ratifikasi perjanjian ekstradisi dan DCA antara RI-Singapura tak kunjung disetujui DPR sejak saat itu.

“Seingat saya karena perjanjian ekstradisi disandingkan ratifikasinya dengan Defense Cooperation Agreement (DCA). Karena yang satu, DCA banyak perdebatannya di dalam negeri, termasuk di parlemen. Kedua perjanjian kemudian tidak sempat diratifikasi,” kata Faizasyah kepada CNNIndonesia.com, 15 Januari 2020.

Kabar ini juga disinggung oleh Kementerian Luar Negeri Singapura pada April 2021 lalu dalam situs resmi mereka.

Singapura disebut-sebut kerap menjadi tempat pelarian bagi para buronan Indonesia. Salah satu penyebabnya karena perjanjian ekstradisi antar kedua negara yang belum terjadi.

Politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku, juga sempat melarikan diri di Singapura karena tersandung kasus suap penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.  (cnni)


  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *