Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Zakat Dan Keterpurukan Ekonomi

  • Bagikan

Oleh Marlian Arif Nasution

Melihat berbagai keadaan ini tentu dapat dibayangkan seperti apa keterpurukan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat. Momentum mengatasi kesulitan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat harus tetap diupayakan, salah satunya melalui kesadaran diri akan kewajiban menunaikan zakat

Dalam kitab suci Al-Quran sering kali kita mendapati ayat yang menyandingkan perintah menunaikan shalat dengan zakat, seperti “dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. Melaksanakan shalat melambangkan hubungan baik seorang hamba denga Tuhan, sedangkan zakat melambangkan harmonisnya hubungan sesama manusia. Bahkan, zakat dipandang sebagai realitas kebajikan sosial sekaligus kesalehan individu.

Komitmen keislaman dan keimanan seseorang bisa saja dikatakan sia-sia tanpa diiringi dengan praktek ibadah zakat. Bahkan Abu Bakar pernah memerangi para pembangkang yang enggan menunaikan zakat, demikian halnya Umar bin Khattab juga pernah memerintahkan untuk membakar rumah orang Islam yang menolak perintah menunaikan zakat.

Para ulama fiqih, menempatkan zakat pada prioritas bahasan yang lumayan serius. Makanya, di dalam kitab-kitab klasik, zakat dibahas begitu panjang lebar, mulai dari syaratnya, subyek yang berzakat, sampai pihak-pihak yang dizakati. Karenanya, penting untuk dipahami agar dalam menunaian zakat tidak hanya sekedar menjadi rutinitas tahunan dan penggugur kewajiban semata.

Zakat ditinjau dari sudut bahasa mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semua digunakan dalam Al-Quran dan Hadis. Makna tumbuh dan suci ini tidak hanya diasumsikan pada harta kekayaan, lebih dari itu, juga untuk jiwa orang yang menzakatkannya. Dalam fiqih kontemporer, zakat diartikan sebagai suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari penghasilan serta harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan oleh syariat Islam.

Kehidupan merupakan sebuah alur perjalanan manusia melintasi waktu untuk mengabdikan diri bagi masyarakatnya. Untuk itu, manusia sebagai makhluk hidup memiliki dua kebutuhan dasar dalam hidupnya, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang menunjang raga/jasmani dalam menempuh kehidupan ini. Sedangkan kebutuhan rohani adalah merupakan kebutuhan terhadap rasa di dalam hati manusia yang dapat menenangkan hati dan pikirannya.

Mengamati perilaku sosial perekonomian masyarakat serta melihat kondisi kehidupan masyarakat berdasarkan sensus penduduk, cukup banyak masyarakat yang mandiri dan menikmati hidup mapan, ada yang mapan karena punya aset banyak, memiliki tabungan dan pensiun karena punya karir dan jabatan. Akan tetapi, masih sangat banyak masyarakat dengan kondisi rentan kemiskinan dan di bawah standar hidup layak.

Persoalan ekonomi yang sangat mendasar juga masih terus dialami masyarakat hari ini, mulai dari persoalan minyak goreng, kenaikan harga elpiji, BBM, hingga tarif pajak. Kondisi ini kemudian diperparah dengan disertainya kenaikan harga komoditas pokok bahan pangan. Melihat berbagai keadaan ini tentu dapat dibayangkan seperti apa keterpurukan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat.

Meskipun demikian, momentum untuk mengatasi kesulitan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat harus tetap diupayakan, salah satunya melalui kesadaran diri akan kewajiban menunaikan zakat. Zakat merupakan bentuk ibadah sosial yang berusaha menyelesaikan persoalan kemiskinan, semangat sosial dan perlindungan antara mereka yang kaya untuk memperhatikan mereka yang miskin sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial. Hal ini juga berfungsi sebagai isyarat adanya kewajiban intrinsik yang bersifat moral-etis bagi si kaya kepada si miskin.

Zakat dalam Islam tidak memandang kemiskinan sebagai sebuah sunnatullah yang berlaku pada manusia, namun juga menawarkan solusi pengentasan dan penyelesaiannya. Meskipun kemiskinan sebagai realitas hidup sosial yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak, tetapi dengan adanya zakat dapat diatasi dan diperbaiki kualitasnya sehingga tidak menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan.

Zakat berperan sebagai upaya pembelaan (advokasi) terhadap yang lemah (fakir miskin). Pembelaan dilakukan karena merupakan suatu kewajiban bukan sekedar belas kasihan. Zakat diharapkan akan dapat membantu kebutuhan ekonomi masyarakat yang kurang mampu sekaligus mengurangi angka pertumbuhan kemiskinan.

Kita mesti bersyukur dengan adanya kewajiban menunaikan zakat, sebab di dalamnya terdapat usaha penataan struktur sosial secara bertahap namun masif dilakukan. Agar zakat dengan segala peranannya tersebut dapat berjalan secara maksimal, maka dibutuhkan kesadaran penuh umat Islam tentang pelaksanaan ibadah zakat. Zakat tidak hanya kewajiban melainkan juga tanggung jawab dan kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk mewujudkan harmoni sosial.

Penulis adalah Dosen STAIN Mandailingnatal.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *