Tunaikan Kewajiban

  • Bagikan

Oleh Dirja Hasibuan

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memeroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS: al-Baqarah: 283)

Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya atau dapat juga kita sebut sebagai gadai. Objek barang yang di tahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memeroleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Dengan kata lain, rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahindan orang yang mengutangkan atau orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya disebut murtahin. Dibolehkannya ar-Rahn, juga dapat ditunjukkan dengan amalan Rasulullah SAW, bahwa Beliau pernah melakukan sistem gadai, sebagaimana dikisahkan Umul Mukminin A’isyah ra.

“Sesungguhnya Nabi saw membeli dari seorang yahudi bahan makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya” (HR: Imam Bukhari dan Muslim). Adapun mudharat dari rahn, yaitu; resiko tidak terbayarnya hutang nasabah atau terjadinya wanprestasi. Resiko penurunan nilai aset atau rusaknya aset yang dijadikan jaminan.

Jadi Rahn adalah menjadikan suatu barang atau benda sebagai jaminan hutang yang dapat dijadikan pembayaran ketika atau biasa disebut gadai. Gadai ada dua jenis yaitu gadai konvensional dan gadai syariah. Gadai syariah dilakukan dengan sukarela tanpa paksaan dari manapun dengan keuntungan yang besar, sedangkan gadai konvensional dilakukan dengan prinsip tolong-menolong tetapi dari pihak penggadaian bersifat mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan fenomena ketidakpercayaan diantara manusia. Sehingga orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya. Tidak terelakkan, menjamurnya usaha pergadaian baik dikelola pemerintah atau swasta menjadi bukti terjadinya gadai menggadai.

Ironisnya banyak kaum Muslimin yang belum mengenal aturan yang benar tentang hal ini. Padahal perkara ini bukanlah hal baru. Sebagai akibat terjadi kezoliman dan saling memakan harta saudaranya dengan batil. (Dosen FAI Univa Medan, GPAI SMKN 1 Lubukpakam, Pengurus MGMP PAI SMK Kab. Deliserdang)

  • Bagikan