ANGGOTA DPD-RI, HAJI Uma (Sudirman) dalam sambutannya pada acara workshop evaluasi pengelolaan keuangan desa di Aula Setdakab Aceh Utara di Kantor Bupati Aceh Utara di Landing, Lhoksukon, Kamis (27/7) pagi, sempat mengatakan, para geusyiek (kepala desa) yang ada di Kabupaten Aceh Utara pengecut.
Tudingan itu disampaikan oleh Haji Uma atas dasar informasi yang diterima pihaknya dari masyarakat, bahwa tidak ada kepala desa yang berani menempelkan papan informasi Anggaran Pendapatan Belanja Gampong (APBG) di gampong mereka masing-masing.
Atas tudingan tersebut, peserta workshop bersorak sorai dan mencerca Haji Uma di sesi tanya jawab. Apalagi selama ini Haji Uma diketahui antipati dan kerap berkomentar di media massa terhadap kegiatan bimbingan teknis(Bimtak) yang dilaksanakan geusyiek di Aceh Utara selama ini di luar Provinsi Aceh.
“Kami dikatakan pengecut oleh Haji Uma karena kami tidak berani menempelkan papan informasi APBG. Kami selaku kepala desa di Aceh Utara tidak terima dengan peryataan itu. Perlu Haji Uma ketahui, geusyiek adalah penanggungjawab anggaran desa mulai dari nol hingga sampai pada level atas. Semua beban itu berada di pundak kami kepala desa. Karena itu Haji Uma jangan asal ngomong,” sebut Jafaruddin yang disambut yel-yel sorak sorai dan cercaan 200-an peserta workshop kepada Haji Uma.
Kami (para geusyiek) akan bekerja maksimal, kata Jafaruddin, jika Presiden RI, Jokowidodo bersama dengan Menteri Desa mau memberikan gaji kepada kepala desa di seluruh Indonesia Rp.20 juta per bulan dan dibayar rutin setiap bulan. Jika setelah diberikan gaji sebanya itu, lalu masih terjadi kecurangan dalam pengelolaan dana desa, maka silahkan tangkap kepala desa yang terbukti bersalah.
“Mengapa kami meminta tambahan gaji menjadi Rp.20 juta per bulan dan dibayar rutin setiap bulan, agar kami kepala desa menjadi berani. Honor kami selama ini hanya Rp.2,4 juta per bulan dan dibayar setiap tiga bulan sekali. Siapa berani dengan gaji sekecil itu,” tanya Jafaruddin yang kembali mendapat tepuk tangan dan yel-yel sorak sorai peserta.
Dalam sesi tanya jawab usai para pemateri menyampaikan materi sesuai bidang dan tanggungjawab masing-masing, Jafaruddin kembali menyampaikan unek-uneknya, kata dia. Andai saja Haji Uma tidak mendapat jatah gaji Rp.30 juta per bulan dan dibayar setiap bulan sebagai anggota DPD-RI, mungkin, kata dia, Haji Uma tidak pernah pulang ke Aceh karena cukup ongkos.
“Maka saya mohon kepada bapak yang mewakili Kementerian Desa untuk menyampaikan salam kami dari geusyiek di seluruh Aceh Utara yang jumlahnya 852 desa, untuk menambah honor kami dari Rp.2,4 juta menjadi Rp.20 juta per bulan. Supaya kami dapat bekerja dengan baik dan untuk menjadi geusyiek yang berani,” pintanya.
Jafar kembali mengulangi, dengan honor Rp.2,4 juta per bulan dan dibayar setiap tiga bulan sekali, maka kata Jafar, tidak ada kepala desa yang berani. Ditambah lagi, hampir setiap pagi ada saja warga miskin yang datang ke rumah kepala desa yang meminta bantuan uang Rp.500 ribu untuk keperluan membawa anaknya yang sakit ke rumah sakit dan berbagai masacam keperluan lainnya.
“Kita sama Haji Uma, sama-sama dipilih oleh rakyat dan rakyat kami macam-macam pikirannya. Type masyarakat yang kami hadapi bukan satu macam pak, mulai dari pencuri, buruh, polisi, tentara dan lain-lain. Karena itu Haji Uma jangan asal bicara. Ngomong di media massa itu mudah Haji Uma,” ucap Jafaruddin dari Kecamatan Seunuddon itu.
Merasa mendapat dukungan dari seluruh peserta workshop, Jafaruddin melanjutkan, masalah bimbingan teknis (Bimtek) yang dilaksanakan oleh para kepala desa di seluruh Aceh Utara selama ini adalah suatu keharusan dan masalah Bimtek tidak bisa dilawan oleh kepala desa karena telah masuk dalam sistem.
“Kalau memang Haji Uma ingin menolong kami geusyiek, maka tolong proses dulu yang di atas baru kemudian pada tingkat bawah. Jangan yang di bawah dulu. Ambil sikap seperti yang dilakukan Kapolri yang memproses para petinggi di tubuh Polri seperti yang dilakukan terhadap Sambo, kalau memang Haji Uma bijak,” sebutnya yang kembali disambut tepuk tangan hadirin.
“Kami (geusyiek) adalah pendukung Polisi Republik Indonesia. Pak Haji Uma jangan besar ngomong. Jangan besar pasak daripada tiang. Kita sama-sama dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk masyarakat Maka tolong kepala desa, tolong kami.”
Usai mendapat pertanyaan dan cercaan dari peserta workshop, Haji Uma mengatakan kepada sleuruh peserta workshop, bahwa dirinya berkomentar tentang Bimtek bukan untuk melawan geusyiek. Yang dipersoalankan pihaknya selama ini bukan tentang kegiatan itu tetapi mempertanyakan out put dari kegiatan Bimtek yang dijalankan selama ini di Aceh Utara. Dan itu merupakan bentuk tanggungjawab geusyiek kepada masyarakat.
“Mengapa saya menyampaikan masalah Bimtek. Kalau saja tidak ada informasi yang disampaikan oleh masyarakat, lalu mengapa saya harus mengatakannya. Rencana saya untuk membela geusyiek dan saya tidak pada kapasitas menyerang geusyiek dan tidak sama sekali, tapi untuk menyusun strategi agar geusyiek jangan sampai salah,” katanya.
Yang ke dua, kata Haji Uma (Sudirman), dirinya meminta maaf kepada seluruh geusyiek. Dia juga mengaku tahu tentang anggaran Bimtek dari masyarakat dan LSM yang melaporkan kepada pihaknya.
“Dalam persoalan ini jangan sampai geusyik dikambing hitamkan. Yang melaksanakan Bimtek pihak lain, geusyiek cuma dapat Rp.1,5 juta. Sementara anggaran untuk Bimtek mulai dari Rp.15 juta hingga Rp.20 juta. Kalau anggaran Bimtek itu masuk ke kantong geusyiek itu tidak ada masalah. Yang saya kiritik itu tentang out putnya. Kemudian anggaran tidak dipangkas oleh pihak manapun. Silahkan tidak apa-apa. Geusyiek jangan takut jika ada yang mengatakan, kalau geusyiek tidak ikut Bimtek ditangkap. Pertanyaannya siapa yang tangkap,” tanya Haji Uma yang disambut jawaban peserta “polisi.”
“Kita bukan lawan pak geusyiek. Kalau rakyat tidak bicara, maka saya tidak berkomentar. Dan saya hanya mempertanyakan out put dari kegiatan itu sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Terkait masalah penghasilan tetap (Siltap) saya berjanji akan memberikan masukan kepada Kementerian Keuangan RI,” kata Haji Uma menjawab berbagai pertanyaan peserta workshop tersebut. WASPADA.id/Maimun Asnawi, SH.I.,M.Kom.I












