Qanun Lembaga Keuangan Syariah

  • Bagikan

Oleh Prof Dr Misri A Muchsin, M.Ag

Rendahnya literasi dan pemahaman tentang perbankan syariah menjadi hambatan utama dalam pelaksaan Qanun lembaga keuangan syariah. Pandangan tersebut sangat tepat dengan kondisi riil yang terjadi di tengah-tengah masyarakat

Aceh merupakan salah satu daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk penyelenggaraan kepemerintahan, kebebasan dan keluasan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.

Sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang telah disahkan Undang-Undang nomor 18 Tahun 2001, yang kemudia Undang-Undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh.

Dalam kehidupan bermasayarakat dan berorganisasi sesama manusia, kegiatan pada sektor perbankan dan keuangan merupakan sebuah kegiatan yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari.

Namun demikan, walau berkaitan dengan perbankan saja, disini manusia juga harus sadar akan dosa-dosa yang akan muncul dalam kegiatan tersebut dan juga senantiasa untuk melakukan kebaikan sehingga menjadi sebuah kaharusan dan bisa melekat atau mandarah daging dalam setiap pribadi bahwa suatu dosa adalah salah dan kebaikan adalah benar.

Setiap pribadi juga harus bisa menjadikan ajaran Islam sebagai suatu sistem hidup (way of life). Muslim harus dapat menjalankan apa yg telah diperintahkan dan apa yang menjadi larangan oleh Allah SWT sehingga tidak akan mengobok-obokkan aturan yang telah diatur secara sistematis dalam Islam. Merespons hal ini salah satu usaha pemerintah lahirnya qanun lembaga keuangan syariah (LKS).

Sebelum pandemi Covid-19 yang terjadi di negeri ini, beberapa tahun silam Pemerintah Aceh telah mengundangkan Qanun tentang Lembaga Keuangan Syariah (Qanun LKS) pada Januari 2019, dimana semua lembaga keuangan baik itu bank maupun nonbank harus menggunakan prinsip syariah.

Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan koversi terhadap konvensional ke bank syariah. Tanggal 23 September 2019 pada acara diskusi “Kesiapan Perbankan Terhadap Pemberlakuan Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh” yang difasilitasi Bank Indonesia bersama Tempo, Amrizal J Prang selaku Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh mewakili Plt Gubernur Aceh mengatakan bahwasanya ada tiga hal yang melandasi pembentukan qanun LKS di Aceh.

Pertama, secara filosofis, qanun berpegang pada al-Qur’an dan hadist yang telah menjadi keyakinan serta pegangan hidup bagi masyarakat Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam. Kedua, secara sosiologis salah satunya dalam rangka mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh yang adil dan sejahtera dalam naungan syariat Islam memerlukan jasa lembaga keuangan syariah.

Ketiga, secara yuridis qanun tersebut sangat memungkinkan dibuat, mengingat Aceh diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk mengembangkan dan mengatur pelaksanaan syariat Islam, sesuai dengan Undang-ndang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Diantara implementasi dari Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah ini untuk melegitimasi operasional lembaga keuangan syariah agar dalam pelaksanaannya senantiasa dilandasi prinsip syariah demi terwujudnya perekonomian Aceh yang Islami.

Dalam setiap upaya perubahan sebuah sistem, sering kali akan mengundang perdebatan setuju dan kontra, tak terkecuali dengan disahkannya qanun ini. Fenomena di balik lahirnya qanun LKS itu di tengah pandemi Covid-19 masih menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai kalangan.

Pihak yang setuju menganggap selain upaya dalam memerangi riba, Setuju vinsi Aceh sebagai daerah yang menjunjung tinggi Syariat Islam sudah selayaknya menerapkan sistem perekonomian yang juga berlandaskan prinsip syariah.

Sementara mereka yang kontra menganggap bahwa pelayanan dan kapabilitas lembaga keuangan syariah belum mampu menandingi lembaga keuangan konvensional yang harus angkat kaki dari Aceh setelah berlakunya Qanun LKS. Selain itu sebagian lagi juga menganggap bahwa setuju duk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah masih terbatas.

Sementara kelompok kontra Qanun LKS juga mencela pihak yang setuju dengan argumen yang tidak etis baik dengan ujaran Qanun LKS sebagai kaum fanatik, berpikiran sempit dan dianggap sebagai salah satu kelompok kolot dan tidak ingin kemajuan lahir di Aceh

Beberapa bulan yang silam dalam sebuah acara Talk show yang bertajuk “Sampai di mana Sudah Penerapan Qanun LKS?” DR. Amri Fatmi Anziz selaku moderator dalam diskusi tersebut telah berhasil menggali persoalan paling mendasar dan fundamental yang manjadi hambatan dalam pelaksaan Qanun LKS di Aceh.

Rendahnya literasi dan pemahaman tentang perbankan syariah menjadi hambatan utama dalam pelaksaan Qanun lembaga keuangan syariah. Pandangan tersebut sangat tepat dengan kondisi riil yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sehingga Qanun LKS terkesan susah untuk diterapkan, yang sebenarnya itu adalah alasan semu dan tak mendasar.

Persolan rendanya literasi tentang lembaga keuangan syariah di Aceh, tentu menjadi PR terberat bagi Pemerintah Aceh dalam memberikan edukasi bagi masyarakat. Tidak kemudian tanggungjawab dan tugas tersebut disambut ole Pemerintah Aceh dengan rencana penundaan pelaksaan qanun itu sendiri. Tentu itu bukan solusi yang arif dan kebijakan.

Karena keberadaan Qanun LKS itu diharapkan dapat menjadi solusi terkait kemiskinan yang ada di Aceh. Bila mengacu kepada Qanun Nomor 11 Tahun 2018 Tentang LKS, tujuan utama keberadaan Qanun LKS adalah untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat Aceh yang berbasis pada nilai-nilai islami.

Prof Syahrizal Abbas dalam penyampaiannya terkait dasar filosofis lahirnya qanun tersebut juga sangat memberikan energi positif untuk penerapan Qanun LKS secara menyeluruh di Aceh. Dalam pandangan beliau qanun tersebut secara filosofis diharapkan dapat memberikan kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.

Tiga aspek tersebut merupakan orientasi utama keberadaan lembaga keuangan. Dari hasil penjelasan Beliau, keberadaan qanun tersebut menjadi semangat baru untuk pertumbuhan ekonomi di Aceh. Mantapnya lagi pertumbuhan ekonomi tersebut didasari atas nilai-nilai keislaman yang jauh dari unsur ribawi.

Lahirnya sebuah perubahan pasti tidak luput dari pro dan kontra. Terlepas dari itu, diantara efek lahirnya qanun LKS itu pemerintah harus melakukan merger bank syariah terbesar di Indonesia setidaknya menjadi salah satu indikator bahwa saat ini perbankan syariah di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang sangat baik.

Hal ini juga untuk mendorong peran ekonomi syariah sebagai suatu acuan pertumuhan ekonomi baru di Indonesia. Perkembangan sektor keuangan syariah harus sebanding dengan kebutuhan penguatan sektor riil, terutama bagi industri yang halal serta langkah -langkah lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.

Dengan adanya inisiatif dan gebrakan ini, kita berharap bahwa ekosistem ekonomi syariah akan terbentuk dengan baik dan sistematis dan tumbuh berkelanjutan sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional. Dengan menerapkan sistim perbankan syariah selain dapat terhindar dari riba juga Insya Allah akan bernilai baik di sisi Allah SWT.

Irhamna Utamy dkk dalam tulisannya “Konsep Keadilan Pada Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah” dalam kajiannya menyebutkan sebelum terbitnya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah, terdapat penelitian yang menunjukan ketertarikan masyarakat Aceh akan konsep syariah.

Dalam penelitian yang pernah dilakukan pada oktober tahun 2017 tentang tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank syariah di kota banda Aceh menyebutkan bahwa Masyarakat kota Banda Aceh sudah mempersepsikan secara positif praktek bank syariah. Masyarakat kota Banda Aceh yakin akan keberadaan bank syariah dapat digunakan sebagai tempat menyimpan dana mereka yang sesuai prinsip syariah.

Dalam sebuah riset tersebut mengemukakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Aceh terhadap bank syariah mencapai pada skala 81,2% dari 100% dengan Kategori Sangat Setuju. Hal tersebut merefleksikan bahwa minat masyarakat Aceh terhadap prinsip syariah cukup tinggi. Dengan begitu konsep keadilan yang di usung dalam qanun Aceh sangatlah positif karena disambut baik oleh masyarakat setempat.

Beranjak dari pembahasan di atas, hendaknya Aceh dengan implementasi syariat Islam, semua lembaga keuangan syariah di Aceh sesuai dengan Fatwa MUI agar dikatakan layak secara syariah.

Dalam artian semua lembaga keuangan syariah benar-benar dalam menerapkan dan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang sudah sesuai dengan prinsip syariah sehingga Qanun Aceh ini mampu menjadi role model untuk dunia lembaga keuangan dalam penerapan prinsip syariah secara sempurna dan kafah. Kapankah? Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq.

Penulis adalah Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Penasehat Ansor di Aceh.

  • Bagikan