Potensi Fintech Pada Zakat

  • Bagikan

Memaksimalkan potensi penggunanaan financial technology (Fintech), setidaknya dapat memberikan kecepatan pada pengumpulan dan pendistribusian serta akurasi penerimaan dana zakat itu sendiri

Alhamdulillah, kita baru saja mendengar pelantikan pengurus BAZNAS Sumatera Utara periode 2022-2027 oleh Gubernur Sumatera Utara, Bapak Edy Rahmayadi beberapa hari lalu. Banyak harapan umat pada pengurus baru, utamanya bagaimana potensi zakat bisa optimal yaitu merealisasikan visi atau mentransformasikan para mustahik dapat menjadi muzakki.

Tentu ada lagi yang lain, selain dari pada isu pengumpulan, juga ada terkait dengan pendistribusian dana zakat. Dengan kata lain, kita ingin melihat manajemen zakat yang lebih baik.

Zakat merupakan salah satu instrument fiskal dalam ekonomi Islam (atau bisa disebut ekonomi syariah) yang mempunyai peranan sangat penting bagi umat Islam.  Dampak zakat bukan hanya pada ekonomi tetapi juga sosial/moral dan organisasi (perusahaan). Jika bicara terkait dengan aspek ekonomi, maka harus mengedepankan konsep ‘fair income distribution’, yaitu bagaimana distribusi pendapatan dapat merata (fair)

Penggunaan dana zakat yang produktif, bahkan dapat mengurangkan kemiskinan dan menciptakan peluang pekerjaan. Dari aspek organisasi (perusahaan), maka harus mengedepankan konsep ‘self-sufficiency’, yaitu bagaimana sebuah perusahaan dapat mengatur keuangan perusahaan sendiri (swasembada) atau dengan cara yang lebih mandiri.

Ada karyawan yang butuh bantuan keuangan (mungkin terjebak dengan hutang) atau ada yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Jika sumber daya manusia di perusahaan lebih baik, maka dampak positif nya juga akan diterima perusahaan tersebut.

Kemudian, pada aspek sosial dan moral, maka harus mengedepankan konsep ‘greater social justice’, yaitu bagaimana dengan zakat ini, keadilan dapat ditegakkan dan dirasakan masyarakat. Zakat dapat meningkatkan rasa kejujuran (berikan hak kepada yang berhak), pengorbanan dan silaturrahmi yang kuat. Ini menjadi dampak positif agar masyarakat dapat hidup lebih baik lagi.

Selain manfaat diatas, penulis ingin menjelaskan sedikit terkait dengan tantangan pengumpulan dan pendistribusian zakat, setidaknya ada 3 hal. Pertama, kompetensi dan kapasitas amil zakat yang belum merata. Ini dapat dirasakan dan berdampak ketika berhadapan dengan masyarakat, dimana terkadang dituntut untuk menjelaskan terkait dengan zakat ini.

Tentu peningkatan pengetahuan para amil, kepedulian dan pengawasan terhadap mereka dianggap perlu. Para amil juga harus tahu tentang program-program yang ada terkait dengan zakat. Kalau ada program dari pemerintah, maka ini menunjukkan komitmen pemerintah pada zakat dan sekaligus kreativitas pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang zakat.

Kedua, kurangnya kerjasama atau sinergi dalam pendistribusian dana zakat. Desentralisasi pengumpulan dana zakat menimbulkan tantangan pendistribusiannya. Mungkin diperlukan aturan yang mengikat dan kordinasi yang intens agar dapat saling menukar informasi dan data, yang akhirnya dapat meningkatkan akurasi penerimaaan zakat. Pemerintah sebagai pembina atau yang menaungi tentang zakat, harus ikut andil dan mempunyai political will yang terukur.

Ketiga, akuntabilitas organisasi pengelola zakat. Ini dituntut perencanaan yang rinci, pengelolaan yang sistematis dan tindakan yang berdampak. Tidak cukup dengan pengetahuan ilmu zakat saja, tetapi harus menguasai ilmu manajemen juga. Akuntabilitas juga terkait dengan evaluasi yang berkala dan transparansi.

Manfaat di atas dapat ditingkatkan jika kita bisa memaksimalkan potensi penggunanaan financial technology (Fintech), setidaknya dapat memberikan kecepatan pada pengumpulan dan pendistribusian serta akurasi penerimaan dana zakat itu sendiri.

Hal ini bukan mustahil, karena Indonesia mempunyai potensi tertentu seperti konektivitas dan penggunaan sosial media. Menurut GSMA Intelligence, koneksi seluler di Indonesia menyumbang 133,3 persen dari seluruh populasi pada Januari 2022. Kemudian, antara tahun 2021 dan 2022, jumlah koneksi seluler di Indonesia meningkat sebanyak 13 juta (+3,6%).

Untuk sosial media, pada Januari 2022, Indonesia memiliki 191,4 juta pengguna media sosial dan mencapai 68,9% dari seluruh populasi negara. Adapun untuk penggunaan internet, terdapat 204,7 juta pengguna pada Februari 2022. Data ini menjadi rujukan adanya potensi Fintech yang bisa diadopsi pada pengumpulan dan pendistribusian dana zakat.

Angka-angka diatas sejalan dengan data dari Bank Indonesia bahwa jumlah uang elektronik yang beredar meningkat 49,06 persen (yoy) pada tahun 2021, mencapai Rp305,4 triliun (US$20 miliar). Transaksi uang elektronik diperkirakan akan meningkat 17,13% (yoy) menjadi Rp357,7 triliun (US$24 miliar) pada 2022. Sementara itu, nilai transaksi perbankan digital diperkirakan naik 45,64% (yoy) menjadi Rp39.841,4 triliun (US$2 triliun) pada 2021, dan 24,83% (yoy) menjadi Rp49.733,8 triliun (US$3,4 triliun) pada 2022. Sekali lagi, ini menunjukkan peluang yang ada dikaitkan dengan perlunya penggunaan Fintech pada manajemen zakat.

Fintech merupakan penyedia layanan jasa keuangan secara praktis, efisien, nyaman, dan ekonomis. Fintech merupakan istilah untuk menyebut sebuah inovasi teknologi dan digitalisasi pada layanan finansial.

Hal ini memungkinkan berbagai kegiatan finansial seperti transfer dana, pembayaran, hingga peminjaman dana bisa dilakukan lebih cepat. Menurut OJK, Fintech dibagi menjadi 3 cluster; P2P lending Fintech (pinjaman atau pembiayaan), SCF (Security Crowd Funding) yang dulunya Equity Crowd Funding, dan Fintech di luar payment dan di luar P2P Lending serta SCF.

Dari sisi kontribusi di dalam P2P Lending sebagai yang paling awal tetapi belum memiliki kontribusi yang besar di Fintech syariah dan ini merupakan tantangan. Kalau di keuangan konvensional sudah di atas 6% sedangkan di keuangan syariah sendiri dari sisi aset baru 2,1% dari portofolio aset P2P syariah.

Dari sisi penyaluran pembiayaan baru 1,7% dari seluruh penyaluran artinya terhitung masih sangat kecil. Terdapat 102 perusahaan Fintech dengan P2P lending dan 7 berkonsep syariah. Untuk Fintech SCF ditujukan pada penyediaan dana bagi UMKM yang membutuhkan modal.

Terdapat 10 perusahaan SCF, dan 1 dengan berkonsep syariah. Walaupun perkembangan Fintech syariah masih merangkak, tetapi lembaga zakat di Indonesia maupun di Provinsi Sumatera Utara sudah dapat memulai atau menginisiasi konsep Fintech untuk dampak dana zakat yang maksimal.

Dalam hal ini, BAZNAS dapat yang berkerjasama dengan platform online seperti Bukalapak, Tokopedia dan lain-lain atau dengan penyedia jasa keuangan digital Fintech seperti Gopay dan Dana. Saat ini diperlukan seperti crowd funding platform sebagai payment gateway yang bisa diintegrasikan dengan sistem BAZNAS yang ada saat ini.

Banyak hal lainnya yang perlu didiskusikan agar benar-benar penggunaan Fintech dapat diadopsi atau implementasi dengan baik. Ini sejalan dengan disebutkan oleh Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) bahwa penggunaan Fintech masih sangat terfokus kepada gerakan fund raising padahal kesuksesan zakat terbagi menjadi dua, yaitu fund raising dan penyaluran.

Dari sisi regulasi perlu adanya adjustment atau kreatifitas untuk mendukung pengadopsian Fintech pada zakat, baik itu oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau lembaga terkait. Ini disebabkan tren dinamika kebutuhan dan tunutan fleksibilitas, kecepatan dan kemudahan untuk semua masyarakat.

Tidak ketinggalan, lembaga pendidikan seperti Universitas dan Pesantren untuk dapat mendukung dan meng-edukasi penggunaan Fintech. Salah satunya, agar munculnya Research Center for Zakat Management agar para mahasiswa dan dosen ikut berperan untuk menggali dan menemukan model-model atau strategi yang sustainable bagi peningkatan dan perkembangan zakat kedepannya. Pihak Provinsi Sumatera Utara bisa menginisiasi terwujudnya lembaga penelitian ini.

Profesionalime, kecepatan dan akurasi para pengurus BAZNAS sangat diharapkan untuk dapat ditingkatkan terutama pada era digitalisasi ini. Data dan informasi tentang zakat yang update dengan sistem atau aplikasi yang mumpuni harus menjadi prioritas.

Tentu juga dengan sumber daya manusia yang kompeten. Dengan upaya dan terobosan ini, semoga perekonomian Provinsi Sumatera Utara dapat lebih baik lagi lewat manajemen dana zakat yang baik pula. Amin. Sekian. Terima kasih

Penulis adalah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Medan Area.

  • Bagikan