Pembangunan Desa Berkelanjutan

  • Bagikan

Oleh Saukani Siregar

Dalam melaksanakan pembangunan desa berkelanjutan perlu dukungan dan komitmen semua pihak. Mewujudkan tatanan yang berkeadilan dan berkelanjutan tidak mungkin tercapai ketika paradigma masih materialistis

Pada tahun 1987 Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau lebih populer dengan nama “Brundtland Commission” merampungkan pekerjaannya dalam bentuk laporan yang diberi judul “Our Common Future” (Masa Depan Kita Bersama).

Intinya adalah advokasi pendekatan baru untuk menyeimbangkan perkembangan ekonomi dengan perlindungan lingkungan hidup melalui konsep yang disebut Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development).

Rumusan Pembangunan Berkelanjutan di dalam laporan tersebut yang menjadi acuan global sampai sekarang ini adalah “ Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka”.

Ada tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan ekonomi (pemenuhan kebutuhan), pelestarian lingkungan (keberlanjutan kebutuhan generasi mendatang), dan keadilan sosial (generasi yang sama dan antar generasi).

Pembangunan berkelanjutan diharapkan memberikan kesejahteraan ekonomi, menjamin kelestarian ekologis, dan mendorong keadilan sosial pada generasi sekarang dan generasi selanjutnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa bahwa Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Karena itu masyarakat desa dapat memanfaatkan potensi dan aset yang ada di desa untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomiannya.

Potensi desa tersebut antara lain pertanian, perternakan, pertambangan, pariwisata alam atau desa sebagai destinasi wisata dan sebagainya. Salah satu potensi peningkatan ekonomi bagi warga desa, kawasan desa dapat dijadikan sebagai daerah tujuan wisata atau desa wisata.

Potensi sumber daya alam yang alami, adat istiadat masyarakat yang masih terjaga serta kehidupan masyarakat desa yang masih sederhana dapat diajadikan sebagai aset untuk pengembangan tujuan wisata.

Penataan dapat dilakukan dengan mendorong pembangunan berkelanjutan yaitu dengan mengintegrasikan pemanfaatan ganda meliputi peningkatan nilai ekonomi dan ekologi. Dalam memperoleh manfaat tersebut ganda yaitu peningkatan nilai ekonomi dan sekaligus kelestarian ekologis sudah banyak desa sekarang ini yang mengembangkan sektor pariwisata desa ataupun ekowisata.

Jumlah desa wisata di Indonesia tumbuh mencapai ribuan desa. Menurut Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi), Indonesia memiliki 1.838 desa wisata yang ter-update (Kompas.com).

Desa juga dapat mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan seperti pertanian organik. Pertanian organik banyak memberikan manfaat ekonomis dan memiliki pangsa pasar yang berkembang karena sudah tumbuh kesadaran masyarakat akan kesehatan.

Di samping itu juga pertanian organik dapat memelihara kelestarian lingkungan. Budidaya peternakan berkelanjutan di desa juga cukup menjajikan karena konsumsi protein hewani masyarakat yang meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan penduduk.

Budidaya peternakan berkelanjutan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya lokal secara terintegrasi seperti pemanfaatan bahan pakan produk samping tanaman dan industri. Hal ini dapat menghemat sumber daya alam dan menekan emisi gas rumah kaca dalam mewujudkan konsep green economy.

Namun disayangkan masih banyak ditemukan praktek pemanfaatan sumber daya alam yang tidak memperdulikan aspek keberlanjutan dan kelestarian ekologis. Sektor pertambangan adalah salah satu usaha yang rentan terhadap perusakan lingkungan hidup dan perubahan bentang alam yang mengakibatkan potensi bencana ekologis.

Yang menjadi perhatian penulis adalah penambangan emas tanpa izin (PETI) di daerah aliran sungai (DAS) Batang Natal dan kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Desa-desa disekitar daerah tersebut sudah merasakan dampak yang ditimbulkannya. Seringkali lebih banyak kerugian dari dampak penambangan daripada hasil tambang itu sendiri.

Kawasan Daerah Airan Sungai Batang Natal mengalami kerusakan, bentang alam berubah, ekosisem sungai rusak, kebutuhan masyarakat terganggu, mulai dari air untuk mandi, mencuci sampai pencaharian penangkapan ikan berkurang karena habitatnya rusak.

Hal ini menunjukkan betapa sulitnya mengimplementasikan pembangunan desa berkelanjutan. Sepuluh tahun lalu desa-desa dikawasan Sungai Batang Natal ini relatif terjaga kelestariannya dan menerapkan “lubuk larangan”. Konsep lubuk larangan ini adalah kearifan lokal yang dapat menyeimbangkan eksploitasi alam dengan kelestarian ekologis.

Jika kita merevitalisasi nilai dan konsep lubuk larangan dalam pembangunan desa berkelanjutan tentulah sangat relevan. Didaerah Tabagsel khususnya Mandailing Natal, desa –desa disekitar aliran batang aek (sungai) banyak memelihara lubuk larangan. Di awal bulan Idul fitri biasanya pengunjung banyak berdatangan pada pembukaan lubuk larangan. Antusias dan partisipasi masyarakat untuk berlubuk larangan di desa cukuplah tinggi.

Mengembangkan lubuk larangan sebagai wisata ekologi berbasis kearifan lokal adalah hal yang layak dan perlu ditindak lanjuti. Untuk hal ini dukungan semua pihak terkait terutama masyarakat desa dan pemerintahnya.

SDGs Desa

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjuan (TPB) yang diperkenalkan sejak tahun 2015 dan telah di sepakati secara global sebanyak 17 tujuan dan akan dicapai pada tahun 2030.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tersebut. Demikian juga Kementerian Desa PDTT telah memasukkan SDGs desa pada regulasi prioritas pengggunaan Dana Desa sejak tahun 2020, dengan menambahkan lagi satu tujuan sehingga menjadi 18 tujuan yang akan dicapai oleh desa (SDGs Desa; A.Halim Iskandar).

Regulasi prioritas penggunaan dana desa yang dkeluarkan tahunan tersebut digunakan sebagai basis penyusunan kegiatan dan penganggaran pada masing-masing desa. Kondisi, potensi, dan permasalahan desa telah disusun pada awal tahun dan didokumentasikan ke publik melalui situs kemendesa.go.id.

Data ini digunakan sebagai dasar penyusunan kegiatan dan penganggaran setelah diputuskan melalui musyawarah desa. Pemenuhan kegatan tersebut akan mempercepat pencapaian tujuan-tujuan dalam SDGs desa.

Indeks Desa Membangun (IDM)

Sejak tahun 2016 Pemerintah c.q Kemendesa PDTT telah memperkenalkan Indeks Desa Membangun (IDM) sebagai pedoman bagi Pemerintah dan Desa dalam memanfaatkan data dan informasi pada Indeks Desa Membangun sebagi salah satu basis dalam perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi pembangunan desa.

IDM disusun atas landasan bahwa pembangunan adalah proses akumulasi dari dimensi sosial, dimensi ekonomi dan dimensi ekologi. Ketiga dimensi dibentuk oleh sejumlah variabel dan faktor. Ketiganya saling memperkuat dan mampu menjamin keberlanjutan pembangunan desa, dalam mengelola dan memanfaatkan potensi yang terdapat di desa.

IDM dapat digunakan untuk menetapkan kemajuan suatu desa dan merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan suatu desa dalam melakukan pembangunannya. Status desa yang disebut klasifikasi desa berdasarkan IDM ini, menggolongkan desa ke dalam 5 (lima) status desa atas nilai indeks kompositnya yaitu desa mandiri, desa maju, desa berkembang, desa tertinggal dan desa sangat tertinggal.

Penutup

Dalam melaksanakan pembangunan desa berkelanjutan perlu dukungan dan komitmen semua pihak. Mewujudkan tatanan yang berkeadilan dan berkelanjutan tidak mungkin tercapai ketika paradigma masih materialistis.

Ukuran-ukuran dalam pembangunan desa seperti SDGs Desa dan IDM adalah panduan yang dipakai dalam mencapai tujuan tersebut. Menyusun perencanaan pembangunan desa menggunakan data terpadu dari SDGs Desa dan rekomendasi IDM adalah yang semestinya dilaksanakan.

Perlu juga diingat bahwa tanpa manusia, alam dapat berkelanjutan, sementara manusia takkan bertahan tanpa alam yang berkelanjutan.

Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Program Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kemendesa PDTT RI Kota Padangsidimpuan.

  • Bagikan