Nasib Rakyat Di Tanah Surgawi

  • Bagikan

Apakah jika rakyat memiliki modal atau difasilitasi untuk memiliki akses ke modal, tak akan berusaha mengeksploitasi sendiri tanah surgawi yang ditakdirkan untuknya tanpa uluran tangan orang lain, apalagi asing?

PT Dairi Prima Mineral (DPM) adalah perusahaan pertambangan yang bekerja di daerah Sopokomil, Kabupaten Dairi. Selain menambang bijih seng sulfida, DPM juga akan menambang bijih sekunder, yakni galena yang merupakan bentukan mineral dari timah sulfida, serta perak. (http://ptdpm.co.id/id/).

Menurut Achmad Zulkarnain, Manager External Relation PT. Bumi Resources Mineral, induk DPM, target awal produksi pada 2022 atau 2023. Sekarang baru tahap membangun infrastruktur (jalan tambang, pabrik, gudang bahan peledak dan lain-lain).

Infrastruktur DPM ada di kawasan hutan lindung izin pinjam pakai dari Kepala BKPM (https://www.mongabay.co.id/2020/12/28/mereka-desak-klhk-tolak-pengajuan-perubahan-amdal-dairi-prima-mineral/).

Konsistensi Tekad DPM

Ajeg di seluruh dunia, munculnya risiko lingkungan yang kerap memicu konflik sosial meluas selalu di luar kesadaran rakyat dan dalam kondisi ketertutupan informasi.

Tetapi situs resmi DPM bertekad menghindari semua itu. Mengedepankan kepatuhan terhadap prinsip khatulistiwa (equator principles), integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan pada proses pengambilan keputusan, komunikasi dua arah yang terbuka, jujur dan transparan, yang didorong oleh memahami apa yang dikatakan orang lain, bukan hanya mendengarkannya saja.

Selain itu jaminan hubungan pemangku kepentingan juga secara konsisten terus didasarkan pada praktik-praktik usaha yang etis, rasa hormat terhadap hak asasi manusia, warisan budaya, nilai, norma dan kebiasaan yang ada, membangun dan menjaga hubungan yang erat.

DPM berkomitmen melakukan “hal yang benar” dalam memenuhi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat lokal. Meyakini bahwa apa yang “baik” bagi DPM pada akhirnya akan “baik” juga untuk masyarakat lokal. (http://ptdpm.co.id/id/index.php?option=com_content&view=article&id=31&Itemid=42)

Namun September tahun lalu Ayat S Karokaro memaparkan hal berbeda. Rakyat protes, dan Sabtu (11/06/22) beberapa tokoh masyarakat sipil dipimpin Serly Boru Siahaan dari Dairi menuturkan mengapa mereka protes, dalam sebuah diskusi di Medan.

Seserius apa masalahnya? Mengutip Teguh Eko Paripurno, ahli geologi dan litigasi dari Univ. Veteran Yogyakarta, Karokaro mengatakan dokumen amdal belum menyampaikan soal kajian kebencanaan.

Bahkan, menurut Tongam Panggabean, Direktur Eksekutif Bakumsu, DPM tak punya analisis geologi. Pihaknya berulang kali meminta dokumen itu, tetapi DPM tak pernah bisa menunjukkan. Kata Panggabean, wilayah beroperasi DPM itu rawan gempa dan bencana alam lain.

Senada dengan Panggabean, Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menegaskan, investasi ekstraktif seperti pertambangan banyak berada di kawasan risiko tinggi bencana (gempa, banjir dan longsor), dan lain-lain yang berpotensi berdaya rusak bagi masyarakat sekitar.

Di Sumatera ada 54 (lima puluh empat) perusahaan yang berada di kawasan rawan gempa, salah satunya DPM. Jika akhirnya terus dijalankan, itu karena pengambilan keputusan didominasi segelintir orang. Ruang aspirasi rakyat sangat minim (https://www.mongabay.co.id/2021/09/27/mereka-terus-suarakan-tolak-tambang-di-dairi/).

Secara geografis, wilayah Indonesia terletak pada bentang Ring of Fire (Cincin Api, lazim disebut Circum-Pacific Belt) yang setidaknya berangkai gunung berapi sepanjang 40.000 km ditambah situs aktif seismik membentang di Samudra Pasifik. Potensi gempa bumi berada dalam jalur Ring of Fire itu ditambah dengan faktor kerawanan jalur pertemuan lempeng (lempeng tektonik Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik).

Karena itu menjadi sangat masuk akal gelombang penolakan rakyat terus menguat. Mereka tidak mengada-ada, terutama sekaitan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Kementerian LHK bahkan diminta menolak tegas perubahan amdal yang diajukan DPM.

DPR RI sendiri melalui Komisi II bersama Kapolda Sumut dan Gubsu serta manajemen DPM pernah beroleh kesepakatan menghentikan kegiatan selama amdal belum selesai. Lokasi tambang yang berada di zona rawan gempa dengan luas konsesi 24.636 ha itu berpotensi mengancam keselamatan warga (https://www.tribunnews.com/nasional/2021/06/19/dpr-dan-kapolda-sumut-sepakat-pt-dpm-tidak-boleh-beroperasi-sebelum-amdal-selesai).

Amdal & Maslahat Rakyat

Sebetulnya DPM sudah membuat Amdal pada 2005. Namun, menurut Zulkarnain, sejak 2017 KLHK belum menerbitkan perubahan (adendum) dengan alasan masih dalam kajian mendalam. Menurutnya DPM merespon berbagai kekhawatiran dan keberatan termasuk perubahan Amdal.

Pertama, adendum amdal adalah bentuk kepedulian mengantisipasi dan meminimalisasi kerusakan lingkungan di lokasi yang akan mengubah tempat pembuangan tailing (limbah) yang awalnya di dalam hutan lindung, kemudian digeser ke area penggunaan lain, termasuk perubahan mengenai pembangunan mulut portal tambang.

Awalnya DPM mengajukan izin tambang emas, setelah kajian lebih mendalam, ternyata tidak ada emas. DPM pun mengubah pengajuan produk pertambangan jadi tambang seng dan timah hitam.

Kedua, untuk jarak antara gudang penyimpan bahan peledak dengan rumah penduduk lebih kurang 100 meter dianggap tidak berbahaya. Detonator dan dinamit tak dalam satu tempat melainkan terpisah, kemungkinan meledak sangat kecil. Ledakan hanya bisa terjadi kalau detonator disambungkan dengan dinamit dan lain-lain.

Ketiga, untuk pengolahan limbah ia menjamin bahwa tatakelola sebaik mungkin akan diupayakan. Ketercemaran perairan tidak akan terjadi. Sebelum limbah dibuang ke sungai, terlebih dahulu ditampung di pengolahan akhir (https://www.mongabay.co.id/2020/12/28/mereka-desak-klhk-tolak-pengajuan-perubahan-amdal-dairi-prima-mineral/).

Tetapi JATAM dalam situsnya (https://www.jatam.org/tolak-pengajuan-dan-pembahasan-dokumen-addendum-andal-rkl-rpl-tipe-a-pt-dairi-prima-mineral/) menyebut bahwa lokasi baru penyimpanan bahan peledak tidak termasuk dalam kawasan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah terdekat.

Sedangkan dalam Keputusan Dirjend Mineral dan Batubara No. 309.K/30/DJB/2018 jarak aman untuk kapasitas gudang bahan peledak DPM adalah 293 meter dari bangunan yang didiami manusia, rumah sakit dan bangunan lain/kantor; 244 meter terhadap tangki bahan bakar, bengkel dan jalan utama serta 87 meter terhadap rel kereta api dan jalan umum kecil.

Tentang pemindahan lokasi Tailing Storage Facility (TSF) situs ini menyatakan bahan yang akan dipompa ke fasilitas tailing yang diusulkan adalah sulfida yang bercampur air dan oksigen untuk menghasilkan asam. Jika kondisi asam dibiarkan tetap ada, logam berat dapat larut ke dalam air pada fasilitas tailing sehingga ada kerusakan pada lapisan bendungan. Stabilitas fasilitas bendungan tailing penting, harus tahan banjir dan gempa.

Situs ini mengutip pendapat Dr Steve Emerman, seorang ahli hidrologi dan lingkungan untuk tambang: “fasilitas bendungan tailing belum dirancang untuk kemungkinan banjir atau curah hujan terbesar. Bendungan tailing tidak dapat dibangun begitu dekat dengan pemukiman”.

Karena itu Muhammad Jamil dari JATAM Nasional mempertanyakan serius “mengapa tambang yang ilegal di China diizinkan untuk dibangun, oleh perusahaan China, di Indonesia. Ia meminta pemerintah tidak memberi izin dan lebih bik menolak untuk menyetujui Adendum Analisis Mengenai Dampak Ligkungan (ANDAL) yang diajukan DPM.

Berkenaan gempa bumi dan fasilitas penyimpanan tailing, Dr. Richard Meehan mengatakan bahwa merupakan praktik normal bahwa perusahaan pertambangan akan meninjau rencana mereka dan disertifikasi oleh perusahaan teknik sipil internasional yang memiliki reputasi baik. Kemudian data tersebut harus tersedia untuk umum, sehingga orang lain dapat meninjau dan memeriksa keamanan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan.

Andal adalah salah satu bagian dari dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang diprasyaratkan untuk beroleh Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKLH) dan Izin Lingkungan. UU 32/2009 dan PP 27/2012 menegaskan bahwa tanpa AMDAL, SKKLH, dan Izin Lingkungan, suatu kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan tidak akan mendapatkan Izin Usaha.

Rakyat Di Tanah Surgawi

Sebelum UU Minerba No 4 Tahun 2OO9, belakangan menjadi UU No 3 Tahun 2020) dan UU Ciptakerja (No 11 Tahun 2020) kasus serupa sudah sangat jamak. Umumnya sangat minim preferensi pertimbangan maslahat rakyat sebab developmentalisme tak begitu perduli semua pertimbangan nilai, environmental ethic dan risiko rakyat.

Memberi perlawanan hukum minim peluang dan mobilisasi rakyat kerap berakhir tragedi “timun bentur durian”. Ada kasus Wadas, ada kasus Sorik Mining Mas, ada Sangihe dan ada sejumlah yang lain. Semua nenambah daftar kisah pilu rakyat gagal dialog dan gagal mempertahankan hak-hak normatifnya.

Harus ada yang mengingatkan peran dan fungsi imperatif pemerintah sesuai Pancasila dan UUD 1945. Lima doktrin besar dalam Pembukaan UUD 1945 ialah hapuskan penjajahan, lindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, majukan kesejahteraan umum, cerdaskan kehidupan bangsa dan proaktif dalam diplomasi global untuk perdamaian abadi.

Kiranya marketing of rebellion harus ditingkatkan, dan jika bisa melampaui batas-batas teritorial. Untuk Indonesia menjelang transisi pemerintahan ini semestinya harus ada langkah serius masyarakat sipil mencari calon presiden yang bersedia merombak Makroekonomi Indonesia menjadi Makroekonomi Konstitusi. Akarnya ada di situ.

Seyogyanya Makroekonomi Konstitusi menjadikan rakyat pemilik perusahaan dan ikut share atas semua keuntungan, misalnya setiap keluarga dapat beroleh Rp5 juta perbulan.

Pemilik tanah jangan justru menanggung duka, melainkan dapat diberi ganti untung tidak sekecil yang selalu berlaku selama ini. Setelah masa kontrak kerja berakhir kembali lagi ke pemilik.

Mengapa begitu? Rakyat adalah determinan utama pendirian negara. Lagi pula, apakah jika rakyat memiliki modal atau difasilitasi untuk memiliki akses ke modal, tak akan berusaha mengeksploitasi sendiri tanah surgawi yang ditakdirkan untuknya tanpa uluran tangan orang lain, apalagi asing?

Jika dirunut secara cermat, analisis kasus-kasus ini tiba pada sebuah akar masalah: mengapa begitu buruk produk legislasi Indonesia? Karena itu sangat perlu mempertimbangkan perombakan radikal legalframework demokrasi dan politik. Tambah jumlah anggota legislatif semua level menjadi 3 kali dari yang sekarang.

Sepertiga tetap diisi Parpol melalui Pemilu, dan selebihnya direkrut dari komponen rakyat, di antaranya organisasi jihadis pendiri negara, organisasi sosial kemasyarakatan berintegritas, masyarakat adat, konsorsium keilmuan, asosiasi profesi dan lain-lain.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Nasib Rakyat Di Tanah Surgawi

Nasib Rakyat Di Tanah Surgawi

Penulis: Oleh Shohibul Anshor Siregar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *