Medan Menuju Kota Literasi

  • Bagikan

Oleh Dr Warjio

Menjadikan Medan menuju kota literasi atau The City of Literature tentu bukan hanya mimpi tapi sesuatu yang bisa diwujudkan. Perlu visi dan program yang diwujudkan oleh pimpinan dan masyarakat

Ada hal menarik dari pemberitaan media. Sebagaimana yang diberitakan media, Pemko Medan melakukan terobosan dalam bidang pendidikan, Melalui program Pelatihan 1 Guru 1 Buku Untuk Guru PAUD yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Pemko Medan 27-28 April 2022 (Harian Waspada, 29/4/2022).

Sekitar 300 guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dilatih untuk menulis buku. Menurut Laksamana Putra Siregar, S.H., MSP, program 1 Guru 1 Buku ini bentuk dari pelaksanaan salah satu visi misi Walikota Medan, Bobby Nasution yaitu Medan Maju.

Medan Maju itu Memajukan masyarakat Kota Medan melalui revitalisasi pelayanan pendidikan dan kesehatan yang modern, terjangkau oleh semua. Kabid PAUD dan PNF Dinas Pendidikan Kota Medan, Ismail Marzuki, Spd, MAP menyebutkan melalui program 1 Guru 1 Buku Akan tercipta 300 buku dalam kegiatan ini.

Penulisan satu guru satu buku akan menjadi program unggulan salah satunya. Akhir dari semua itu akan menjadi kota litrasi. Acara pelatihan yang dilaksanakan di Le Polonia Hotel Medan, ini menghadirkan para penulis berpengalaman dan memiliki karya yang telah di akui baik secara nasional maupun internasional.

Para pemateri tersebut adalah Wiwik Puspita Sari, MPd, Dr Warjio, Dr Selamat dan Rinaldy, MSi. Para pemateri ini selama kegiatan itu memberikan materi dan pendampingan dalam penulisan buku untuk guru PAUD. Wiwik Puspita Sari adalah guru PAUD berprestasi yang banyak menghasilkan karya dan banyak memberikan pelatihan penulisan buku.

Sedangkan pemateri lainnya seperti Dr Warjio merupakan Direktur PT Nabila Talenta Indonesia adalah para pakar dan konsultan dari PT Nabila Talenta Indonesia yang bergerak dalam penguatan Sumber Daya Manusia dan Psikologi.

Menurut Direktur Utama PT Nabila Talenta Indonesia, Yanti Nabila, perusahan ini berkomitmen untuk memberikan pemahaman dan pendampingan baik menjadi mitra Pemerintah atau swasta dalam memajukan kualitas masyarakat Indonesia.

Bagi saya, Program satu Guru satu Buku yang digulirkan Dinas Pendidikan Kota Medan merupakan ide brilian dalam membangun sumber daya manusia, terutama guru dalam berkarya.

Terobosan penting lewat program satu Guru satu Buku ini tentu akan menjadi pendorong dalam peningkatan kualitas pendidikan di kota Medan dan mewujudkan visi misi Wali Kota Medan. Di samping itu, tentu gebrakan program Satu Guru Satu Buku ini akan memberikan nilai positif lain, yaitu menjadikan Medan sebagai The City of Literature

Medan Menuju Kota Literasi

Menjadikan Medan menuju kota literasi atau The City of Literature tentu bukan hanya mimpi tapi sesuatu yang bisa diwujudkan. Perlu visi dan program yang diwujudkan oleh pimpinan dan masyarakat.

Dalam satu kegiatan (24/6/ 2021), Wali Kota Medan, Bobby Nasution berharap meskipun ditengah Pandemi Covid-19 tidak mengurangi masyarakat untuk meningkatkan indeks Literasi.

Artinya walaupun masyarakat tidak dapat mengunjungi secara langsung perpustakaan karena pembatasan pengunjung, masyarakat juga dapat menggunakan dan memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan literasi sehingga minat baca juga akan meningkat.

Dijelaskan Bobby Nasution, Pemko Medan saat ini bersama DPRD Medan tengah membuat Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perpustakaan yang bertujuan salah satunya untuk meningkatkan minat baca masyarakat Kota Medan.

Selain melakukan penyuluhan minat baca kepada masyarakat, Pemko Medan juga mengikuti perkembangan dengan memanfaatkan digitalisasi.

Untuk menumbuhkan minat baca Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Medan Medan mengikuti perkembangan teknologi dan informasi dengan menghadirkan aplikasi e-Book melalui aplikasi e-Pusda Kota Medan.

Namun demikian di era digital penyuluhan minat baca kepada masyarakat tetap dilakukan dan mengingatkan pentingnya membaca buku cetak, karena mempunyai Informasi yang lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.


Ditambahkan Bobby Nasution, dengan memanfaatkan digitalisasi dan adanya aplikasi untuk mendapatkan referensi buku secara digital baik itu dari e-Book dan Ipusnas, masyarakat tentunya akan semakin mudah untuk mendapatkan informasi dan meningkatkan minat baca.

Banyak sekali buku digital yang tersedia saat ini. Untuk itu saya meminta kepada seluruh masyarakat Kota Medan Ayo kita giat membaca gunakan digitalisasi Sebagai media mendapatkan informasi melalui membaca.

Persfektif Wali Kota Medan tersebut tentu memberi ruang untuk nantinya kota Medan dapat menjadi dan ditetapkan sebagai The City of Literature. Sebagaimana diketahui, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) lewat organisasi di bawahnya, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan adalah organisasi formal yang menilai kelayakannya satu kota ditetapkan atau tidak sebagai The City of Literature, berasarkan kriteria yang telah ditetapkkannya.

Karakteristik kota literasi atau The City of Literature adalah sebagai berikut: Pertama, kualitas, kuantitas, dan keragaman penerbitan di kota; Kedua, kualitas dan kuantitas program pendidikan yang berfokus pada sastra dalam atau luar negeri di tingkat dasar, menengah, dan tinggi;

Ketiga, sastra, drama, dan/atau puisi memainkan peran penting di kota; Keempat, menyelenggarakan acara dan festival sastra, yang mempromosikan sastra dalam dan luar negeri;

Kelima, Keberadaan perpustakaan, toko buku, dan pusat kebudayaan publik atau swasta, yang melestarikan, mempromosikan, dan menyebarluaskan sastra dalam dan luar negeri;

Keenam, keterlibatan dunia penerbitan dalam menerjemahkan karya sastra dari berbagai bahasa nasional dan sastra asing; Ketujuh, keterlibatan aktif media tradisional dan baru dalam mempromosikan sastra dan memperkuat pasar produk sastra.

Untuk mencapai kriteria tersebut, tentu bisa belajar dari beberapa kota yang telah mendapatkan gelar The City of Literature. Sebagaimana diketahui, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco) telah menetapkan ibu kota Islandia, Reykjavik, sebagai “Kota Literasi” sebagai pengakuan atas upayanya untuk melestarikan, menyebarkan, dan mempromosikan warisan literasinya yang kaya.

Ini adalah Kota Literasi kelima, bergabung dengan Edinburgh, Melbourne, Iowa City, dan Dublin dalam memperkaya Jaringan Kota Kreatif Unesco dengan praktik literasi terbaiknya.

Reykjavik – dengan populasi sekitar 200.000 – membanggakan sejarah sastra yang luar biasa dengan warisan tak ternilai dari sastra abad pertengahan kuno, Sagas, Edda dan slendingabók, Libellus Islandorum (Buku Islandia), menurut UNESCO yang berbasis di Paris.

“Tradisi yang sudah berlangsung lama ini secara alami telah menumbuhkan kekuatan kota dalam pendidikan, pelestarian, penyebaran, dan promosi sastra. UNESCO menambahkan bahwa Reykjavik sangat dihargai karena menunjukkan peran sentral yang dimainkan sastra dalam lanskap perkotaan modern, masyarakat kontemporer, dan kehidupan sehari-hari warga.

Pendekatan kolaboratif kota melalui kerjasama antara berbagai aktor yang terlibat dalam literasi, seperti di penerbitan, di perpustakaan, dll, selain kuatnya kehadiran penulis, penyair dan penulis buku anak-anak juga dicatat untuk memberikan kota posisi yang unik di pasar dunia literasi.

Jaringan Kota Kreatif Unesco menghubungkan kota-kota yang ingin berbagi pengalaman, ide, dan praktik terbaik untuk pengembangan budaya, sosial, dan ekonomi. Sekarang memiliki 29 anggota, meliputi bidang sastra, film, musik, kerajinan dan seni rakyat, desain, seni media dan gastronomi.

Tentu untuk menjadikan Medan sebagai The City of Literature harus bisa memenuhi kriteria di atas. Perlu ada gerakan dan aktivitas terus menerus. Saya teringat buku tentang kota London yang di tulis Nicholas Freeman (2007), Conceiving the City: London, Literature, and Art 1870–1914.

Buku ini mencoba untuk memberikan beberapa pengertian tentang cara-cara di mana angka-angka dari dunia jurnalisme, sosiologi, sastra, dan seni visual bergulat dengan merancang bahasa representasi metropolitan.

Munculnya bahasa ini bukanlah proyek yang koheren atau terpadu, karena itu mengambil banyak bentuk dan memiliki tingkat keberhasilan yang sangat bervariasi. Namun, individu yang seolah memiliki sedikit kesamaan dan sekarang sangat berbeda dianggap—Monet adalah seniman modern utama, E. V. Lucas adalah seniman yang terlupakan retas—membuat pencarian yang pasti untuk cara mereka berkomunikasi perasaan mereka tentang dunia metropolitan baru.

Bagaimana mungkin sastra atau seni? bekerja berharap untuk melakukan keadilan terhadap luasnya London, dengan gerombolan orangnya, kebisingannya, kabutnya, konsumsinya yang tak terpuaskan dari pedesaan sekitarnya?

Belajar dari kota London di atas, penting untuk memahami bahwa sebuah kota dimulai dengan mengingatkan pembaca akan beberapa masalah dan tantangan yang ditimbulkan olehaktivitas masyarakatnya. Ini kemudian berlanjut untuk mempertimbangkan beberapa bentuk realisme yang diasumsikan, atau beberapa cetakan menjadi yang dituangkan.

Gerakan Satu Guru Satu Buku merupakan satu gebrakan literasi yang dilakukan oleh Pemko Medan yang bisa berdampak dalam membangun usaha menuju Medan mencapai The City of Literature. Kegiatan sejenis ini dan memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan PBB di atas perlu harus dilakukan.

Penulis adalah Dosen Fisip USU.

  • Bagikan