Scroll Untuk Membaca

Headlines

Kelompok Tani Minta Presiden Jokowi Selesaikan Konflik Agraria Di Sumut

MEDAN (Waspada): Komite Rakyat Bersatu (KRB) meminta Presiden Joko Widodo menuntaskan konflik agraria di Sumut sekaligus mengambilalih penyelesaian tanah eks HGU dan HGU PTPN II hingga PTPN IV karena para petani di Sumut tak percaya lagi dengan Gubsu, Kejatisu dan BPN. Banyak tanah yang dikuasai oleh para mafia tanah.

“Seluruh petani meminta agar Presiden Joko Widodo mengambil alih masalah tanah eks HGU dan HGU di PTN II hingga PTPN IV karena rakyat petani tak percaya lagi kepada Gubsu, Kejatisu dan BPN Sumut,” teriak Joni Siregar, kordinator aksi demo Komite Rakyat Bersatu mewakili para masyarakat kelompok tani, saat menyampaikan orasinya di depan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut di Jl. Brigjen Katamso Medan, Senin (26/9).
Aksi demo seribuan masyarakat kelompok tani tersebut dilakukan bertepatan dengan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) ke-62, berlangsung dengan tertib dan dikawal oleh pihak Kepolisian. Massa pendemo menyampaikan 14 tuntutan dan pernyataan sikapnya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kelompok Tani Minta Presiden Jokowi Selesaikan Konflik Agraria Di Sumut

IKLAN

Joni Siregar yang juga Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumut ini juga menyebutkan, Presiden RI telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 tahun 2018 yang isinya menyebutkan bahwa tanah negara milik BUMN dan swasta yang tidak terpakai lagi wajib diberikan kepada masyarakat. Ironisnya, banyak tanah eks HGU/HGU yang dikuasai oleh para mafia tanah.
“Oleh sebab itu, Komite Rakyat Bersatu meminta kembalikan tanah rakyat yang dirampas oleh PTPN, perkebunan asing dan perkebunan swasta,” ujar Joni Siregar.
Sementara itu, orator lainnya Unggul Tampubolon menyebutkan, pernyataan Presiden Jokowi yang akan menggebuk para mafia tanah ternyata tidak sesuai dengan ucapannya.
“Buktinya, saat ini tidak ada satu pun mafia tanah di Sumut yang kena gebuk,” sebut Unggul Tampubolon.
Aktivis lainnya, Johan Merdeka dalam orasinya menilai Gubernur Sumut Edy Rahmayadi,gagal dalam menyelesaikan konflik agraria/pertanahan yang ada di Sumut. Indonesia adalah negara yang kaya raya, subur dan makmur. Namun sayangnya kekayaan alam yang begitu melimpah tidak mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya, terutama bagi rakyat miskin dan kaum tani.

“Dimana pemerintah juga gagal mendistribusikan tanah sebesar-besarnya kepada rakyat miskin dan kaum tani yang membutuhkan. Malah pemerintah lebih cenderung memberikan mayoritas Penguasaan dan Pengelolaan tanah kepada para Pemodal dan Perusahaan-perusahaan besar, baik swasta, dalam negeri maupun asing,” teriak Johan Merdeka.

Johan menegaskan bahwa persoalan perampasan tanah dan konflik pertanahan khususnya di Sumut terkesan dibiarkan dan satupun tak mampu diselesaikan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.

“Tak selesainya konflik Agraria juga diakibatkan oleh oknum-oknum di instansi pemerintah khususnya, BPM Pemprov, dan Pemkab yang terlibat dalam sindikat mafia tanah, sehingga memperlama pria penyelesaian,” tegasnya.

Johan Merdeka mengungkapkan, bahwa bentuk dari mafia tanah adalah adanya jual beli secara sepihak tanpa mementingkan kepentingan rakyat banyak, adanya sertifikat ganda, dan penerbitan sertifikat yang masih bersengketa.

“Ini mencerminkan bahwa Gubsu gagal dalam menyelesaikan konflik agraria di Sumut yang kita cintai ini,” katanya.

Kegagalan ini, tambah Johan, dapat dilihat dari tim inventarisasi dan identifikasi penanganan permasalahan tanah Eks HGU PTPN II yang tidak mengikutsertakan DPRD, aktifis agraria, jurnalis ke dalam tim tersebut.
Usai menyampaikan sejumlah orasinya di depan kantor Kanwil BPN Sumut, massa aksi demo melanjutkan aksi serupa di kantor DPRD Sumut dan Kantor Gubernur Sumut.

Johan Merdeka menegaskan bahwa aksi ini dilaksanakan terkait persolan agraria/pertanahan di Sumut sampai saat ini belum terselesaikan.

Untuk itu, kata Johan, kami dari Komite Rakyat Bersatu yang terdiri dari sejumlah organisasi dan kelompok tani menyatakan pernyataan sikap yang tertuang dalam 14 point.

  1. Gubernur Sumatera Utara gagal dalam Menyelesaikan Persoalan Tanah di Sumatera utara.
  2. Selesaikan seluruh Konflik Agraria yang terjadi di Sumatera Utara.
  3. Kembalikan Tanah Rakyat yang dirampas Perkebunan Negara (PTPN 2, PTPN 3, PTPN 4), Perkebunan Asing (PT. BRIDGESTONE), Perkebunan Swasta (PT.SOELONG LAUT,PT.NPK Bahilang dsbnya)
  4. Bubarkan Tim Inventarisasi & Identifikasi Penanganan Permasalahan Tanah Eks HGU PTPN 2 karena Tidak Transparan ke Publik dan di duga kuat sarat Kepentingan Mafia Tanah (Adanya Pengukuran di Helvetia oleh Tim tanpa diketahui siapa pemohonnya).
  5. Lakukan secara langsung Identifikasi dan Pengukuran di atas Tanah Eks HGU PTPN 2 di Helvetia, Marindal, Selambo.
  6. Distribusikan dan Sertifikasi segera tanah-tanah yang sudah diduduki, dikuasai dan diusahai rakyat petani sesuai UU Pokok Agraria No.5 tahun 1960 dan Perpres no.86 tahun 2018.
  7. Hentikan Eksekusi, Okupasi, Penanaman yang dilakukan PTPN 2 yang sudah diduduki, dikuasai dan diusahai masyarakat petani di Patumbak.
  8. Stop Perpanjangan HGU PT. BRIDGESTONE sebelum ada Penyelesaian dan pengembalian Tanah Masyarakat Adat Sorba Jahe Naga Tongah Sihora-hora seluas ± 273,91 Hektar di Desa Parlembeian Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai.
  9. Usut tuntas dan tangkap Kepala BPN atas terbitnya HGU PT.Soelong Laut yang belum clean and clear (masih ada persoalan dia atas tanah tersebut).
  10. Usut Tuntas penyerangan dan teror terhadap masyarakat petani Bhakti Karya yang terjadi di Binjai.
  11. Meminta KPK Mengusut Tim Inventarisasi & Identifikasi yang Tidak Transparan ke PUBLIK.
  12. Meminta KPK untuk mengusut tuntas SELURUH Komisaris dan DIREKSI PTPN 2 atas adanya Penjualan Tanah Negara seluas ± 8000 Hektar di sejumlah tempat di Deli Serdang.
  13. Usut adanya penembokan-penembokan di atas Tanah eks HGU PTPN 2 di sejumlah tempat, termasuk penembokan oleh PT.ACR milik Mujianto di Desa Helvetia seluas ± 74 Hektar.
  14. Bersolidaritas Terhadap Perjuangan Masyarakat Adat Tano Batak “Tutup TPL”.

Pantauan Waspada, aksi demo tersebut berjalan dengan tertib. Sejumlah personil Polrestabes Medan melakukan pengamanan sedangkan personil Satlantas Polrestabes Medan sibuk mengatur arus lalulintas di kawasan Jl. Brigjen Katamso.(m27)

Waspada/Andi Aria Tirtayasa

Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumut Joni Siregar dan orator Unggul Tampubolon menyampaikan orasinya dari atas mobil komando di depan Kantor Wilayah BPN Sumut saat melakukan aksi demo, Senin (26/9).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE