BANDA ACEH (Waspada): Gempa bumi berkekuatan 6.4 SR di daerah pesisir pantai barat Aceh, Sabtu (24/9) pukul 03.52 Wib di Meulaboh, Aceh Barat, terjadi pada kedalaman dangkal 22 kilometer pada bagian interior lempeng oseanik Indo-Australia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan titik pusat gempa berada di 45 kilometer arah Barat Daya kota Meulaboh dengan titik
koordinat gempa berada di 3.77 derajat Lintang Utara (LU) dan 95.97 derajat Bujur Timur (BT).
Beberapa masyarakat merasakan getaran sekitar III – IV MMI atau goncangan cukup kuat dan dirasakan hampir seluruh pesisir pantai barat Aceh, seperti III MMI di Aceh Besar dan Banda Aceh, IV MMI di Meulaboh, II MMI di Pidie, IV MMI di Aceh Selatan, IV MMI di Nagan Raya, III MMI di Takengon dan Bener Meriah, III MMI di Simeulue, II MMI di Idi, Bireuen, dan Aceh Tamiang.
BMKG juga melaporkan gempa ini tidak berpotensi memicu terjadinya tsunami dan dikategorikan sebagai gempa signifikan.
Menurut Seismologist BMKG, Andrean Simanjuntak, sebagaimana di rilis BMKG, gempa Meulaboh pada pagi hari ini terjadi pada kedalaman yang dangkal yaitu 22 kilometer, sehingga bisa dikaitkan dengan aktivitas tektonik dari zona subduksi Sumatera.
Gempa Meulaboh pagi hari ini, terang Andrean, memiliki mekanisme patahan naik (thrust fault) yang bisa dianggap terjadi pada bagian batas antara interior lempeng oseanik Indo-Australia dan kontinen Eurasia.
Distribusi gempa bumi dibangkitkan karena adanya pergerakan subduksi miring Lempeng Oseanik Indo-Australia yang menunjam Lempeng Benua Eurasia dengan laju geser 5-6 cm/tahun. Pada sistem tektonik Sumatera, gempa bumi di Meulaboh merupakan tipe gempa interface yang berasal dari aktivitas tektonik di zona subduksi.
Selain itu, kata Andrean, gempa Meulaboh juga berada pada zona megathrust Aceh-Andaman yang sebelumnya pernah membangkitkan gempa dahsyat pada 2004 dengan magnitudo 9.0 yang diikuti dengan tsunami.
Dalam beberapa kasus, sebut Andrean, aktivitas gempa interface memiliki potensi untuk mempengaruhi seismisitas pada patahan aktif yang tersegmentasi di sepanjang daratan Aceh yang bergerak pada arah dekstral atau menganan.
Secara historis, ia menjelaskan, beberapa kejadian gempa bumi interface sangat signifikan dan berpotensi merusak pernah terjadi antara lain gempa padang 2007, gempa Bengkulu 2007, dan di awal Januari terdapat gempa M 6 di daerah Banten, sebelumnya di Aceh pernah terjadi magnitudo 9.0 pada tahun 2004.
Umumnya, gempa-gempa yang terjadi di zona interface memiliki pelepasan energi seismik yang besar karena dibangkitkan oleh mekanisme naik dengan dimensi patahan yang besar dan diikuti spektrum guncangan yang luas.
Pada tahun ini, ungkap Andrean, terdapat dua gempa skala M 5 pada bulan Maret akibat aktivitas subduksi di pesisir barat Aceh dan dirasakan hingga III MMI di daerah Simeuleu serta terakhir pada Senin, 20 Juni terjadi gempa pada kedalaman 77 km dengan magnitudo 4.8 yang dirasakan sekitar III – IV MMI.
Terakhir, gempa signifikan pernah terjadi pada 05 Maret 2022 19:02:39 dengan magnitudo 5.9 yang mana getaran dirasakan cukup kuat hingga IV MMI dan juga gempa pada 31 Juli 2022 pukul 10.03.16 WIB, dengan M 5.6 yang berlokasi tidak jauh dari gempa Meulaboh dan dirasakan cukup kuat juga oleh masyarakat.
Sejauh ini, ungkap Andrean, monitoring yang dilakukan oleh BMKG Aceh Besar belum menemukan informasi gempa susulan dari gempa Meulaboh yang barusan terjadi.
Andrean menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dan panik dalam menanggapi informasi yang tidak benar dan berlebihan. Gempa yang terjadi barusan tidak diikuti oleh fenomena tsunami dan gempa susulan hingga pada pagi menjelang siang ini serta tidak ada laporan kerusakan.
Masyarakat diminta bisa memahami kondisi kegempaan di daerah tempat tinggal, selalu waspada dan tetap mengikuti informasi resmi terkait gempa bumi dari media sosial BMKG dan kanal-kanal berita yang valid. (b05)
Foto: Peta lokasi gempa Meulaboh.