Fenomena Partai Mahasiswa Indonesia

  • Bagikan

Oleh Shohibul Anshor Siregar

Tetapi, terlepas pembaca senang atau tidak, pendirian Partai Mahasiswa Indonesia sangat masuk akal untuk ditandai sebagai peluang konstitusional dalam kaitan fasilitasi kondisi dan batas minimum capaian hasrat demokrasi Indonesia yang belum mau beranjak dari pengarusutamaan target prosedural belaka

Tentu amat sulit menafikan pendirian Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) sebagai bagian dari gerakan yang bertujuan memecah kekompakan untuk memperjuangkan tuntutan protes mahasiswa secara nasional. Hampir semua analis politik meyakini hal itu.

Tetapi, jauh lebih besar dari motif itu, kuat dugaan bahwa PMI yang secara mengejutkan didirikan pada 21 Januari 2022 bukanlah sebuah partai politik biasa. Misi di baliknya jauh lebih besar dari sekadar ingin mencapai tujuan jangka pendek mengamankan pemerintahan Joko Widodo dari ancaman protes mahasiswa Indonesia.

Karena itu, denan mencermati proses pendiriannya, patut diduga bahwa kehadiran mendadak sontak PMI bukanlah fenomena demokrasi lazim yang bertujuan sekadar untuk mengakomodasi kaum dewasa muda dalam ruang partisipasi politik.

PMI sangat berbeda dengan partai-partai yang sudah ada, dan tentu akan menjadi sangat naif jika pendiriannya hanya dikaitkan dengan ketakmasukakalan terkait fakta sumberdaya yang sangat terbatas pada mahasiswa.

Tentu saja jika pendirian PMI hanya dimaksudkan untuk tujuan jangka pendek belaka, memecah kekuatan mahasiswa Indonesia, skenario itu hanya dapat disebut sebagai tipuan belaka dengan melambungkan angan-angan dan potensi haus kekuasaan kaum dewasa muda.

Tulisan ini akan berusaha melihat beberapa hal yang sangat terbuka untuk disorot, terutama tentang misi utama pendirian. Disain kolaborasi PMI dengan arus deras kekuatan politik identitas di balik metamorfosis Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1945 yang sangat menentukan keberadaan tentu begitu penting untuk tak dipandang kecuali sebagai anomali demokrasi di tengah keterbelahan yang membahana terutama selama kepemimpinan Joko Widodo.

Tetapi, terlepas pembaca senang atau tidak, pendirian Partai Mahasiswa Indinesia sangat masuk akal untuk ditandai sebagai peluang konstitusional dalam kaitan fasilitasi kondisi dan batas minimum capaian hasrat demokrasi Indonesia yang belum mau beranjak dari pengarusutamaan target prosedural belaka.

Partai Bikinan Tangan Besar

PMI telah berbadan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menkumham RI No M.HH-5.AH.11.01 Tahun 2022 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parkindo 1945 menjadi PMI. Juga tercantum sebagai salah satu dari 75 partai politik di Indonesia (Surat Kemenkumham No M.HH-AH.11.04-09 yang diteken oleh Yasonna Laoly).

Pengurus inti PMI terdiri dari Eko Pratama (Ketum), Mohammad Al Hafiz (Sekjend), Muhammad Akmal Mauludin (Bendum), Teguh Stiawan, Davistha A dan Rican (masing-masing Ketua dan anggota Mahkamah).

Siapakah mereka dan di mana saja mereka kuliah? Cara paling baik untuk mendapatkan data tentang mereka adalah situs resmi pemerintah, dalam hal ini https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/ dan tautan-tautan terkait lainnya yang untuk kepentingan tulisan ini telah diakses tanggal 8 Mei 2022 pukul 07.23-08.00 WIB.

Eko Pratama adalah alumni S-1 Pendidikan Dokter Hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Mohammad Al Hafiz lulusan S-1 Pendidikan Matematika Universitas Islam Riau, angkatan 2014.

Pada situs yang sama terdapat dua nama Muhammad Akmal Mauludin. Pertama, mahasiswa S-1 Pendidikan Jasmani STKIP Purwakarta yang terdaftar sejak tahun 2019. Kedua, alumni S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka. Data yang tercantum pada situs yang sama tentang Teguh Stiawan adalah mahasiswa S-1 angkatan 2019 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Nasional.

Tetapi situs ini tidak memiliki data mahasiswa dan alumni bernama Davistha A, meski terdapat dua nama Davistha Shifa Azizah. Pertama, mahasiswa D-4 Program Studi Pekerjaan Sosial Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung yang terdaftar sejak tahun 2019 (https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/RkQyOUE2RDktNEMwOC00OTM3LTlCMUMtMTNGMDc4OTUzQkVE).

Kedua, Davistha Shifa Azizah, alumni D-1 Program Studi Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, terdaftar tahun 2020 (https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/RjEwNThFMTUtREFFMy00RjU2LUJCMjMtNTk3NDIyNzhGRTY3).

Kemudian pada situs https://pddikti.kemdikbud.go.id/search/Rican,%20mahasiswa terdapat pula dua nama Rican di antara 30 data mahasiswa yang memiliki nama tunggal, nama awal, nama tengah dan nama akhir Rican. Mereka adalah Rican, alumni S-1 Pendidikan Biologi Universitas Abulyatama yang terdaftar (pindahan) tahun 2015 (https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/NThFNTMyNzMtNkU3My00NDI2LUFEMjItRjY5RDdCRkQ5NkU1).

Sedangkan Rican lainnya mahasiswa S-1 program Teknik Informatika Universitas Bina Nusantara yang sudah dikeluarkan tahun 2006 (https://pddikti.kemdikbud.go.id/data_mahasiswa/OEUyMDJFMEYtQzBERS00MkIzLUJFOUMtOEQ0Rjg2REY1NjMx).

Syarat pendirian partai politik menurut UU No 2 Tahun 2011 sangat berat. Untuk lolos verifikasi sebagai peserta pemilu sebuah partai selain harus memiliki kepengurusan pada 34 provinsi juga harus memiliki kepengurusan pada 75% dari jumlah kab/kota dan kepengurusan pada 50% dari jumlah kecamatan di kab/kota.

Tentu tak begitu sulit memenuhi prasyarat penyertaan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan Parpol tingkat pusat, provinsi & kab/kota. Bagaimana dengan syarat memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan Parpol kab/kota yang harus dibuktikan dengan kepemilikan KTA dan KTP elektronik di tingkat kecamatan? Hal itu tentu tidak perlu dipermasalahkan jika menyadari kedahsyatan kekuatan mesin politik tangan besar di belakang PMI.

Metamorfosis Parkindo

Dengan lambang lilin menyala berlatar belakang pohon natal, Parkindo adalah partai politik Indonesia sejak berdiri tahun 1945 hingga difusikan oleh pemerintahan Orde Baru ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tahun 1973.

Dahulu Parkindo memiliki penerbitan-penerbitan seperti Majalah Kemudi dan Sinar Harapan yang terbitan perdananya pada 27 April 1961 (https://id.wikipedia.org/wiki/Sinar_Harapan). Juga memiliki think tank seperti Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI).

Segmen pelajar, mahasiswa, pemuda, wanita diwadahi dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI), Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Persatuan Wanita Kristen Indonesia, dan bahkan pada masa revolusi memiliki komponen taktis Divisi Panah (Weinata Sairin dan J. M. Pattiasina, 1996, Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan dalam perspektif Kristen, Cet 2, BPK Gunung Mulia).

Dari 37.785.299 suara sah dan 257 kursi yang diperebutkan dalam Pemilu 1955, partai ini beroleh 1.003.326 suara (2,66%) (Herbert Feith, 1999, The Indonesian Elections of 1955, Kepustakaan Popular Gramedia; The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd.; https://www.youtube.com/watch?v=7nkFH9R2lPY).

Parkindo pernah berhasil mengorbitkan kadernya ke kursi penting pemerintahan (menteri) seperti Johannes Leimena dengan masa jabatan hampir 20 tahun dalam 18 kabinet yang berbeda (https://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_Leimena). Tokoh lainnya antara lain Albert Mangaratua Tambunan, Martinus Putuhena, Todung Sutan Gunung Mulia dan lain-lain yang juga pernah menduduki jabatan kenegaraan penting.

Awalnya pasca Maklumat No.X/Th.1945 (3 November 1945) para tokoh Protestan dan Katolik di Jakarta mengadakan sejumlah pertemuan untuk mendirikan sebuah partai. Tetapi kedua kelompok tak berhasil.

Utusan Katolik mengundurkan diri karena harus membicarakannya terlebih dahulu kepada pimpinan Gereja meski kemudian berdiri Partai Katolik. Nama awal Parkindo ialah Partai Kristen Nasional yang pada Kongres I (6-8 Desember 1945) diubah menjadi Partai Kristen Indonesia.

Parkindo tidak tampil sebagai kontestan pemilu 1999. Tetapi Partai Kristen Nasional Indonesia, Partai Demokrasi Kasih Bangsa dan Partai Katolik Demokrat beroleh suara masing masing 0,36 %, 0,52 % dan 0,20 %. Pada pemilu 2004 Partai Damai Sejahtera (PDS) berhasil beroleh 2,13 % suara dan kemudian sukses memikat 10 partai Kristen (PDS, Parkindo, Partai Katolik, Partai Kristen Demokrat, PKDI, Partai Demokrasi Kristen Nasional, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Anugerah Demokrat, Partai Kemerdekaan Rakyat dan Partai Kristen Nasional) bergabung (2012). Tetapi pada Pemilu 2014 PDS tidak lolos verifikasi. Dengan demikian hasrat tak ada partai Kristen yang berjalan sendiri untuk Pemilu 2014 dan seterusnya tidak tercapai (https://www.gereja.in/2012/09/10-partai-politik-kristen-berencana.html).

Kongres Luar Biasa Parkindo 1945 (10 November 2020, Bandung) dihadiri 34 pengurus provinsi. Remy Yesaya Leimena (putra pendiri Parkindo Johannes Leimena) bersukacita jika Parkindo 1945 bisa kembali hadir di kancah politik nasional sebagaimana Careteker Ketua Umum Parkindo Alida Handau Lampe Guyer mendambakan partai ini pada Pemilu 2024 (https://pelangiindonesia.id/detailpost/sah-ketum-careteker-buka-kongres-luar-biasa-parkindo-1945).

Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA Indonesia) melalui Diskusi Daring (15/05/2020) mendengar pernyataan, masukan, kritik dan harapan para Ketum Ormas Kristen dan Lembaga Kristen soal peluang Partai Kristen pada pemilu 2024 beroleh kesimpulan pentingnya umat Kristen memiliki partai (https://www.transparansiindonesia.co.id/2020/05/15/perlukah-partai-kristen-di-tahun-2024-di-mata-ormas-kristen/).

Tetapi pada diskusi ke 11 PEWARNA Indonesia “Partai Kristen, adakah peluang di tahun 2024 menjadi kontestan pemilu legislatif?”, Estefanus Belaati, Wasekjen Asosiasi Pendeta Indonesia (API), yang pernah menjadi caleg PSI, mengingatkan risiko mendirikan partai jika kelak ternyata tak beroleh dukungan signifikan.

Sahat Sinurat sekjen GAMKI dan mantan Ketua Umum GMKI berpendapat senada, dengan alasan bahwa 80 % masyarakat Kristen kini sudah berpartai (https://www.bertanyanews.com/detailpost/menimang-satu-partai-kristen-2024).

Dalam arus politik identitas yang menguat saat ini bagaimana Parkindo yang masih diharapkan tampil pada pemilu 2024 oleh para tokoh pendukungnya dengan begitu mendadak sontak bermetamorfosis menjadi PMI?

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).

  • Bagikan