BI Prediksi Penyaluran Kredit Tahun Ini Sedikit Lebih Ketat

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Seiring mulai naikya bunga kredit di sejumlah bank, Bank Indonesia (BI) memprediksi penyaluran kredit awal tahun ini akan sedikt lebih ketat. 

Kenaikan penyaluran kredit baru tersebut terindikasi terjadi pada seluruh jenis penggunaan. Hal ini terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) prakiraan penyaluran kredit baru sebesar 52 persen.

“Jadi pada kuartal I/2022 ini, BI memperkirakan bahwa pertumbuhan kredit baru akan melambat dan menjadi lebih ketat,” kata Direktur Eksekutif/Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam keterangannya, Jumat (21/1). 

Dia menambahkan, standar penyaluran kredit pada kuartal I/2022 diprakirakan sedikit lebih ketat dibandingkan periode sebelumnya. 

“Itu terindikasi dari Indeks Lending Standard [ILS] sebesar 3,4 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 2,6 persen pada kuartal sebelumnya,” jelasnya.

BI memperkirakan bahwa standar penyaluran kredit yang lebih ketat pada kuartal I/2022 terjadi terhadap kredit konsumsi (selain kredit pemilikan rumah/KPR) dan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Sedangkan survei BI terhadap pertumbuhan kredit perbankan di kuartal IV/2021 menunjukkan kenaikan secara kuartalan. Kenaikan itu tercermin dari posisi saldo bersih terimbang (SBT),” ungkap Erwin.

Pada kuartal IV/2021, nilai SBT permintaan kredit baru tercatat 87 persen, lebih tinggi dari nilai SBT permintaan kredit baru kuartal III/2021 senilai 20,9 persen.

Erwin mengatakan, agar penyaluran kredit terus terdorong BI akan memperkuat kebijakan makroprudensial akomodatif pada tahun ini untuk meningkatkan kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha.

Hal tersebut dimaksudkan guna mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap turut menjaga stabilitas sistem keuangan.

Insentif

Pertama, BI akan memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif dan/atau bank-bank yang memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).

insentif tersebut berupa pengurangan kewajiban GWM harian sampai dengan sebesar 100 basis poin (bps) dan mulai berlaku 1 Maret 2022.

Kedua, BI akan memperkuat implementasi kebijakan RPIM. Terutama melalui pemenuhan komitmen bank terhadap target RPIM yang ditetapkan sesuai dengan keahlian dan model bisnis bank,” kata Erwin.  

Ketiga, sambungnya, BI akan melanjutkan kebijakan makroprudensial yang tetap akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen, dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen dengan parameter disinsentif batas bawah sebesar 84 persen sejak 1 Januari 2022.

“BI pun tetap mempertahankan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen,” terangnya. 

Keempat, BI akan memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman perkembangan spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito per kelompok bank. Pada Desember 2021, BI mencatat penyaluran kredit perbankan tumbuh sebesar 5,24 persen. 

“BI terus mendorong peran perbankan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan, termasuk melalui penurunan suku bunga kredit, sehingga dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional,” imbuh Erwin. (j03)

  • Bagikan