MEDAN (Waspada): Volume ekspor karet Sumatera Utara (Sumut) pada Agustus 2022 kembali anjlok menjadi 29.005 ton atau turun 7,33% dibandingkan Juli. Namun, bila dilihat total volume Januari-Agustus 2022 sebesar 249.908 ton ada kenaikin tipis sebesar 1,69 % dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah menyebutkan, penurunan ini dipicu dari tekanan harga di pasar global yang terus berlanjut turun.
“Keadaan ini diikuti oleh pihak pabrik ban selaku konsumen utama dengan aksi mengurangi pembelian dari Indonesia. Penurunan permintaan ini oleh pabrik pengolahan karet diikuti dengan mengurangi produksinya,” ungkap Edy Irwansyah, Kamis (8/9).
Dia menyebutkan, pemenuhan kebutuhan karet remah (crumb rubber) oleh pabrik ban dunia belakangan ini lebih banyak dari Thailand yang harganya lebih murah dan juga biaya logistiknya lebih murah.
Edy juga menyebutkan, negara tujuan ekspor bulan Agustus sebanyak 29 negara. Adapun 5 negara tujuan ekspor utama karet Sumut adalah Jepang (29,9%), Brazil (10,3%), Turki (9,2%), Kanada (6,1%), dan China (5,9%).
“Harga rata-rata harga TSR-20 FOB Singapura di SGX (Singapore Exchange) pada Juli tercatat 158,72 sen AS per kg, pada Agustus mengalami penurunan kembali menjadi 148,31,” ujarnya.
Edy mengatakan, dalam sejarahnya, ITRC (International Tripartite Rubber Council) telah enam kali melakukan pengendalian harga. Pengendalian yang ke-enam melalui skema AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) atau pembatasan eskpor dilakukan pada April s/d Juli 2019.
Anggota ITRC terdiri dari Thailand, Indonesia, Malayasia. Sampai saat ini belum ada informasi kapan ITRC bersidang untuk mengambil langkah menahan penurunan harga. Apakah melalui AETS, SMS (Supply Management Scheme) atau Skema Pengurangan Produksi, atau kombinasinya.
Pada kesempatan itu, Edy juga menyebutkan, industri pengolahan karet remah di Indonesia 5 tahun belakangan ini semakin sulit berkembang, khsusunya di Sumatera Utara.
“Fenomena sunset industri di crumb rubber sudah mulai terlihat, diantaranya dapat dilihat dari luas kebun karet yang terus menurun, permintaan dunia yang cenderung berkurang. Sementara itu konsumsi dunia terus meningkat. Menurut ANRPC (Association of Natural Rubber Producing Countries) bahwa pertumbuhan konsumsi karet alam pada 2022 diperkirakan 3,7%,” tandasnya. (m31)











