JAKARTA, ( Waspada); Berdasarkan perhitungan Satuan Tugas (Satgas) Perumahan yang diketuai Hashim Djojohadikusumo, program tiga juta rumah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 1,5%. Apalagi prospek perumahan di Indonesia sangat potensial dengan kekurangan (Backlog) suplai sekitar 10 juta unit.
Data Satgas Perumahan mencatat, sebanyak 10 juta keluarga belum memiliki rumah sendiri. Backlog rumah ini paling tinggi di pulau Jawa, diikuti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Untuk backlog kepemilikan rumah didominasi oleh segmentasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan total mencapai 5,67 juta rumah tangga. Sisanya yakni sekitar 2,59 juta merupakan masyarakat kategori miskin.
Tak hanya masalah backlog, Satgas Perumahan juga mencatat terdapat 26,9 juta rumah tangga yang tinggal di rumah tak layak huni. Karena itu, sektor perumahan menjadi salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subiano.
Menurut data Satgas, setiap tahun terdapat kekurangan suplai rumah sebesar 600.000 unit rumah, namun ketersediaan hunian hanya mencapai 400.000 unit. Sehingga menyebabkan adanya kebutuhan hunian yang semakin besar
Untuk itu, penyelesaian masalah suplai pada sektor perumahan perlu segera mendapat perhatian. Tantangan seperti regulasi yang rumit hingga ketersediaan lahan yang terbatas perlu segera diselesaikan pemerintah.
“Padahal program perumahan ini bisa meningkatkan pertumbuhan. Contoh di negara China program perumahannya mengalami peningkatan pesat selama 35 tahun, dan mampu menyumbang sekitar 25% dari Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Hashim memberi contoh, saat diskusi di Menara Kadin beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan juga adik kandung Presiden Prabowo ini mengungkapkan, berdasarkan informasi yang didapat, ada tiga negara yang tertarik mendanai program 3 juta rumah. Ketiga negara itu, yakni Uni Emirat Arab (UAE), Qatar, dan China.
“Saya sudah ketemu pemerintah UAE, mereka tertarik untuk membiayai program perumahan. Saya juga sudah ketemu penguasa dari Qatar, mereka juga (tertarik) serta dari China (tertarik juga),” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, memang tidak mungkin membiayai program 3 juta rumah hanya dari APBN saja, Kehadiran investor sangat dibutuhkan, bahwa Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) bersedia untuk membantu ikut membiayai penyediaan 7 juta unit perumahan bagi masyarakat Indonesia.
Cari Dana Rp100 T
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir akan mengupayakan pembiayaan sebesar Rp100 triliun untuk mendukung program 3 juta rumah melalui pemberdayaan Kredit Pemilikan Rumah PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau KPR BTN.
“Kementerian BUMN mendukung arahan Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat program 3 juta rumah, salah satunya mencarikan dana pembiayaan sekitar Rp100 triliun di tahun depannya untuk mendukung KPR BTN,” tegas Erick sambil menyalami Dirut BTN Nixon Napitupulu sebagai tanda sepakat, seusai acara penutupan rangkaian HUT KPR BTN ke-48, Minggu (15/12/ 2024).
Pemerintah sangat mendukung program 3 juta rumah dengan memberikan kemudahan regulasi untuk skema Rent-to-Own (RTO) atau sewa menjadi cicilan untuk memberikan akses bagi pekerja sektor informal untuk bisa mendapatkan rumah.
Sedangkan untuk mempermudah akses konsumen, pemerintah mensinergikan pembangunan hunian dengan skema Transit Oriented Development (TOD), yang proyek perdananya telah dilakukan di enam titik di Jakarta dan sekitarnya. Proyek ini melibatkan BTN, Perumnas, dan Kereta Api Indonesia (KAI),untuk pembangunan perumahan susun di kawasan stasiun.
Selain itu, pemerintah akan menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan memperpanjang penerapan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP).
Menurut perhitungan Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya, keputusan Pemerintah itu bila terlaksana, maka bakal memangkas harga rumah subsudi hingga 17%. Tentunya menjadi daya tarik bagi konsumen rumah subsidi dan mendorong target 3 juta rumah akan tercapai.
Diketahui selama 15 tahun Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) telah menyalurkan KPR Subsidi program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 1,59 juta unit.
Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bahwa anggaran yang telah digelontorkan pemerintah untuk membiayai rumah subsidi tembus Rp151,22 triliun, dengan dana kelolaan hingga saat ini dilaporkan telah tembus Rp116,27 triliun.
Adapun melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada tahun 2025, telah dianggarkan dana sebesar Rp28,2 triliun untuk pengadaan 220.000 unit kuota FLPP. Di mana alokasi penyaluran FLPP itu masih menggunakan skema eksisting yakni 75:25. Rinciannya, sebesar 75% dibiayai lewat APBN dan 25% dialokasikan dari perbankan.
Pinjol Jadi Masalah
Namun maraknya pinjaman online (pinjol) menjadi masalah lain yang harus dibenahi pemerintah dalam menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR). Pasalnya, berdasarkan Sistem Informasi Layanan Keuangan (SILK) yang dikelola Bank Indonesia, terdapat sekitar 30% konsumen KPR subsidi mundur gegara data pinjolnya yang buruk.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya Andre Bangsawan menyebut, banyak calon debitur yang gagal mengambil rumah subsidi lantaran terkendala jeratan pinjol yang nominalnya tergolong tak seberapa.
“Misalnya masalah pinjol, konsumen terlibat dengan pinjol hanya karena utang Rp200.000, atau Rp150.000, kok orang jadi tidak bisa beli rumah?” ujarnya di Cicalengka.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN), Nixon L.P. Napitupulu yang mengatakan, sebanyak 30% penjualan rumah terkendala akibat portofolio SLIK calon debitur yang buruk terjerat pinjol.
“Sudah lebih dari 30% penjualan rumah batal gara-gara SLIK-nya jelek. Ini harus dicari jalan keluanya,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengaku bakal segera menangani masalah tersebut agar tidak menjadi hambatan pada program 3 juta rumah.
“Upaya terdekat, yakni merumuskan kesepakatan baru dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelesaikan masalah tersebut,” ujar Ara, biasa dipanggil.
Ara menegaskan, apabila tidak segera ditangani maka hal itu bakal menghambat realisasi penyaluran program 3 juta rumah yang di gadang-gadang Pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Ini bukan masalah kecil, ini masalah besar. Makanya kita usahakan, kita akan lakukan pertemuan dengan Bu Kiki [Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK],” jelas Ara.
Rencananya, pertemuan antara Menteri PKP dan OJK bakal dilakukan pada 10 Januari 2025. Nantinya, dalam pertemuan itu pemerintah bakal mengusulkan pada OJK untuk dapat menerbitkan regulasi penertiban praktik usaha peer to peer lending atau pinjol.
Penulis: Agus Tyas
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.