JAKARTA (Waspada): Penyaluran kredit oleh perbankan mencapai Rp6.314,4 triliun per Oktober 2022 atau tumbuh 11,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Bank Indonesia (BI) melaporkan, pertumbuhan kredit perbankan pada Oktober 2022 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 10,89 persen yoy
Peningkatan penyaluran kredit itu terjadi baik pada nasabah korporasi sebesar 14,09 persen yoy menjadi Rp3.258,8 triliun, maupun perorangan yang tumbuh 10,49 persen yoy menjadi Rp3.007,5 triliun.
“Pertumbuhan kredit pada Oktober 2022 itu terutama dialami oleh kredit investasi yang mencapai 14,2 persen yoy,” demikian dikutip dari laporan Analisis Perkembangan Uang Beredar Oktober 2022 BI, Rabu (23/11).
Kredit investasi per Oktober 2022 mencapai Rp1.642,3 triliu atau naik pesat dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 10,29 persen yoy.
Pada kredit investasi ini, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 99,79 persen yoy terutama bersumber pada kredit sub sektor pertambangan minyak dan gas bumi di Riau dan Kalimantan Barat.
Pada sektor industri pengolahan juha tumbuh sebesar 22,69 persen yoy seiring perkembangan kredit pada sub sektor industri logam dasar besi dan baja di Banten. Kemudian, kredit modal kerja tumbuh stabil di angka 12,26 persen yoy menjadi Rp2.876,8 triliun.
Lalu, kredit konsumsi tumbuh 8,7 persen per Oktober 2022 menjadi Rp1.795,3 triliun per Oktober 2022. Kredit konsumsi ini terdorong oleh perkembangan kredit kendaraan bermotor (KKB) serta kredit multiguna.
Sementara, KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) perbankan secara keseluruhan per Oktober 2022 telah tumbuh 7,8 persen yoy menjadi Rp606,3 triliun.
KPR dan KPA telah berkontribusi 50,6 persen terhadap kredit properti dari perbankan per Oktober 2022 yang mencapai Rp1.197,6 triliun.
BI juga mencatat bahwa penyaluran kredit kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pada Oktober 2022 tumbuh 17,74 persen yoy menjadi Rp1.237,8 triliun.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan bahwa kredit perbankan masih tetap bisa tumbuh pada kisaran 9,5 hingga 11,5 persen, di tengah gejolak dan ketidakpastian global yang tinggi pada 2023. (J03)