JAKARTA (Waspada): Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) dan Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (SIPELAKU).
Tujuan diluncurkannya IASC dan SIPELAKU bertujuan meningkatkan integritas sektor jasa keuangan.
“OJK meluncurkan dua sistem yang baru untuk peningkatan integritas sektor jasa keuangan Indonesia yang merupakan kewenangan cari OJK,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar saat konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025 (PTIJK), di Jakarta, Selasa (11/2).
Dijelaskan, yang berkaitan dengan IASC yang sudah beroperasi penuh saat ini dan sudah bisa mendukung berbagai langka untuk menanggulangi dan merecover dari masalah-masalah yang ditimbulkan oleh berbagai jenis scam.
Sedangkan untuk SIPELAKU akan menjadi data base dari fraud atau pihak-pihak yang melakukan fraud waktu yang lalu menjadi satu database yang disebut dengan Sipelaku yang kemudian bisa diakses oleh seluruh industri jasa keuangan.
Dengan begitu bisa meningkatkan kewaspadaan mereka mengenai orang-orang ataupun daftar dari mereka yang sudah termasuk di dalam Sipelaku ini, sehingga menjadikan lebih berhati-hati waspada dalam membatasi kemungkinan dari masuknya mereka ke dalam pelayanan dan penggunaan dari jasa keuangan di masing-masing perusahaan
“Nantinya data atau informasi yang tercakup dalam rekam jejak meliput profil pelaku, yaitu data dan informasi terkait profil pelaku,” jelas Mahendra.
Diantaranya, sambungnya, mencakup identitas pelaku seperti nama, tempat lahir, tangga lahir, gender, beserta kelengkapannya; dan riwayat fraud pelaku, yaitu data dan informasi terkait riwayat fraud seperti jenis fraud, aktivitas terkait fraud, waktu terjadinya fraud, lokasi kejadian fraud, dan tanggal pelaporan.
“Tujuannya untuk mencegah terjadinya fraud dan kejahatan keuangan tentunya dengan dalam meminimalisir kerugian dari fraud itu sendiri. Jadi ini sudah mulai dilakukan oleh berbagai negara dengan mengumpulkan daftar dari para pelaku yang pernah melakukan kejahatan maupun fraud di waktu yang lalu,” paparnya.
Kemudian dimasukkan ke dalam satu sistem data base, dan dapat diakses oleh seluruh industri jasa keuangan sehingga kemudian mereka waspada untuk tidak memberikan akses ataupun pelayanan kepada mereka yang masuk di dalam daftar ini.
“SIPELAKU ini sifatnya database dan akan mencatat seluruh informasi rekam jejak para pelaku tadi dan kemudian yang dicakup disana tentu profil pelakunya riwayat pekerjaannya dan riwayat fraudnya,” terangnya.
Dia tambahkan, untuk informasi tersebut, penerapannya didasarkan pada informasi mengenai laporan fraud di sektor jasa keuangan yang secara reguler dilaporkan kepada OJK. Ke depan, data si Pelaku ini akan terus diperkaya dengan berbagai sumber data lainnya sehingga lebih lengkap.
Untuk itu OJK berharap masyarakat, konsumen, nasabah akan merasa lebih percaya kepada industri jasa keuangan dalam melakukan berbagai kegiatan dan aktivitasnya karena juga terbantu oleh sistem informasi ini yang bisa dapat mengupayakan recovery ataupun pengembalian dari transaksi yang dilakukan dengan skema berbagai pola penipuan dengan berbagai janji dan lain-lain menggunakan transaksi keuangan.
“lntinya dalam bahasa yang sederhana jika di waktu yang lalu apabila satu transaksi keuangan itu sudah berpindah dari satu bank tertentu kepada bank yang lainnya, maka bank asal sudah tidak bisa memberikan penelusuran dan juga pengertian terhadap transaksi yang dimanipulasi atau yang di scam. Sekarang transaksi yang berlangsung antar bank bahkan berkali-kali antar berbagai Bank itu bisa ditelusuri terus, kalau dilaporakan cepat akan bisa di stop,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi atau Kiki mengatakan, per 9 Februari 2025 total pelaporan yang diterima Scam center mencapai 42.257 laporan dan yang sudah diverifikasi mencapai 50.936 laporan.
Sedangkan rekening yang telah di verifikasi mencapai 70.390 rekening dan rekening yang di blokir mencapai 19.980 rekening.
Sementara total kerugian dalam kurun waktu 3 bulan mencapai Rp 700 miliar dan yang sudah di blokir mencapai Rp 100 miliar atau sekitar 15 persen.
“Kalau kecepatan korban melaporkan akan sangat menentukan seberapa besar kita bisa selamatkan dari korban penipuan,” tandas Kiki. (J03)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.