Lembaga Keuangan Didorong Makin Inklusif Gender

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada):Lembaga keuangan formal di Indonesia didorong untuk semakin inklusif gender. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya memperluas akses perempuan terhadap sumber pembiayaan.

Hal itu ditegaskan Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lenny N. Rosalin dalam keterangannya, Senin (14/3).

Ditambahkan Lenny, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak lebih besar bagi kelompok perempuan dibandingkan laki-laki, khususnya bagi perempuan yang bekerja di industri restoran, hotel, pekerja rumahan dan sektor informal seperti UMKM.

Selain itu, pekerja perempuan lebih terdampak akibat pandemi COVID-19 yang mengakibatkan ketimpangan gender menjadi semakin meningkat karena penurunan partisipasi angkatan kerja perempuan.

Melihat kondisi itu, akses terhadap layanan keuangan bagi perempuan khususnya yang berwirausaha sangat memungkinkan masyarakat secara umum untuk keluar dari jurang kemiskinan. Selain itu secara keseluruhan, inklusi keuangan juga berkontribusi terhadap kestabilan keuangan suatu negara

“Oleh karena itu, kami mendorong literasi dan inklusi keuangan bagi perempuan karena ini memiliki dampak positif terhadap berbagai capaian indikator pembangunan. Dan lembaga keuangan formal diharapkan semakin inklusif gender,” kata Lenny.

Hal itu juga seiring dengan kebijakan dimana Pemerintah telah menerbitkan Peraturan  Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi  Nasional  Keuangan  Inklusif (SNKI). Strategi ini bertujuan untuk mempromosikan sistem keuangan yang inklusif, efisien, dan stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan di antara masyarakat dan daerah untuk mendukung kesejahteraan bersama.

Lenny mengatakan SNKI tersebut telah memasukkan perempuan sebagai salah satu kelompok sasaran, namun strategi itu belum secara detil mengembangkan intervensi khusus untuk perempuan.

“Misalnya intervensi yang mempertimbangkan kesenjangan gender dan faktor-faktor yang menghambat perempuan untuk mengakses dan mendapatkan manfaat dari berbagai produk dan layanan keuangan,” katanya.

Merujuk pada kondisi tersebut, dan untuk mempertajam pelaksanaan SNKI khusus untuk segmen perempuan, telah diluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan (SNKI Perempuan) pada 9 Juni 2020. Selanjutnya, pada 7 Desember 2020, telah terbit Perpres No 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang menggantikan Perpres Nomor 82 Tahun 2016. Perpres terbaru tersebut semakin menegaskan bahwa segmen perempuan sebagai salah satu  segmen prioritas untuk mencapai target inklusi keuangan 90 persen pada tahun 2024.

Sebelumnya, lembaga yang mengawasi institusi keuangan yang didanai oleh Swedia, Fair Finance Asia, dalam studinya pada periode 2016 – 2020 yang dirilis pada Senin (7/3/2022), menyoroti penegakan yang lemah atau kurangnya kebijakan tentang aspek kesetaraan gender dengan nilai 1 (dari skala 10).

Studi ini melibatkan 54 lembaga keuangan yang memberikan kredit dan layanan underwriting ke sekitar 125 perusahaan perkebunan terbesar di Asean, India, Jepang dan Pakistan.

Lembaga keuangan di enam negara Asia, yakni Vietnam, Filipina, Thailand, Indonesia, India, dan Jepang dinilai masih kurang maju dan cukup mengkhawatirkan karena 90 persen dari bank-bank di negara tersebut tidak memberikan data mengenai kesetaraan gendernya dan bank tidak meminta akuntabilitas perusahaan dari klien mereka.

Pemerintah Indonesia kata Lenny, hingga saat ini sedang dalam upaya terus menyediakan program komprehensif yang responsif gender bagi semua perempuan di Indonesia untuk mengakses semua layanan keuangan formal.

“Kita juga perlu membekali semua perempuan di Indonesia dengan keterampilan keuangan (termasuk digital) untuk membuat keputusan keuangan yang terinformasi, termasuk manajemen usaha dan perlindungan konsumen,” katanya.

Lenny juga mengajak seluruh pihak terkait untuk turut serta membangun iklim lembaga keuangan ramah perempuan yang menyesuaikan layanan dan produk mereka untuk kebutuhan spesifik perempuan yang beragam. Di samping itu juga menumbuhkan lingkungan usaha yang ramah perempuan, yang memfasilitasi kemampuan usaha perempuan untuk tumbuh dan mengakses pasar, serta berkontribusi pada perekonomian.

Menurut Lenny, sudah saatnya hal-hal prioritas untuk mendorong keuangan inklusif gender dilakukan misalnya mencakup edukasi dan literasi keuangan kepada perempuan, mendukung UMKM perempuan, layanan keuangan digital untuk perempuan, memperluas akses perempuan ke asuransi dan dana pensiun, perlindungan konsumen, dukungan komprehensif dan perdayaan bagi perempuan pengurus rumah tangga (caregiver), dan pengumpulan data terpilah berdasarkan gender.

Perempuan yang menjadi target kata Lenny, bisa mencakup perempuan dalam kelompok pendapatan 40 persen terendah; perempuan pekerja, terutama pekerja migran; perempuan pemilik UMKM; dan perempuan pengurus rumah tangga.(J02)

  • Bagikan