MEDAN (Waspada): Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pertalite, solar dan pertamax menjadi salah satu pendorong meningkatnya laju inflasi. Inflasi Sumut diperkirakan akan terkerek naik lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya dan juga lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara (KPw BI Sumut), Doddy Zulverdi didampingi Deputi Kepala KPw BI Sumut, Ibrahim dan Azka Subhan Aminurridho dalam kegiatan Bincang Bareng Media di Gedung BI Medan, Selasa (6/8/2022).
Doddy Zulverdi menyebutkan, pada September 2022, inflasi Sumatera Utara, secara bulanan diprakirakan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi Sumatera Utara tahun 2022 juga diprakirakan meningkat dari tahun sebelumnya.
Tidak hanya kenaikkan harga BBM pertalite, solar, dan pertamax yang mendorong meningkatnya laju inflasi di Sumut, namun berlanjutnya kenaikan harga pupuk dan pakan ternak, serta tingginya harga gabah yang dapat mendorong kenaikan harga beras juga diprakirakan menjadi faktor pendorong pembentuk inflasi Sumatera Utara periode September 2022.
Selain itu, masih tingginya curah hujan dan peningkatan sifat hujan di bulan September 2022, juga berpotensi mengganggu produktivitas dan mendorong kenaikan harga komoditas pangan.
“Sebagai dampak spillover eksternal dan domestik, di tengah percepatan pemulihan ekonomi dan normalisasi permintaan masyarakat, inflasi Sumut pada tahun 2022 diprakirakan lebih tinggi dari 2021 serta berpotensi berada di atas batas sasaran inflasi nasional 3±1%,” ujar Doddy Zulverdi.
Namun demikian, lanjutnya, terdapat faktor-faktor pendorong dan penahan inflasi yang dapat dicermati dan diantisipasi sebagai langkah pengendalian inflasi.
Faktor pendorong Inflasi Sumut tahun 2022 antara lain, konflik geopolitik Rusia – Ukrania yang berlanjut dan kembali mendorong kenaikan harga energi & pangan dunia, memperpanjang restriksi ekspor pupuk & pangan beberapa negara produsen sehingga meningkatkan tekanan inflasi global.
Kemudian, kenaikan tarif cukai rokok, PPN, BBM dan LPG non subsidi, dan tarif
listrik oleh Pemerintah. Ditambah dengan terus meningkatnya harga angkutan udara sebagai dampak pelonggaran restriksi mobilitas, serta potensi bencana hidrometeorologi dengan intensitas curah hujan tinggi yang dapat mengganggu produksi dan distribusi komoditas pangan.
Sedangkan faktor penahan Inflasi Sumatera Utara tahun 2022 antara lain koordinasi program pengendalian inflasi TPID Sumut untuk menjaga ketersediaan pasokan dan urban farming. Optimalisasi penggunaan pupuk organik, serta Implementasi Digital & Integrated Farming. Perbaikan pola tanam dan pemetaan siklus tanam terutama di daerah produsen pangan. Optimalisasi peran BUMDes sebagai offtaker produk dari petani dan program-program lainnya.
“Di sisi lain, laju inflasi lebih tinggi dapat tertahan oleh berlanjutnya panen raya bawang merah dan aneka cabai, koordinasi TPIP dan TPID dalam Gernas PIP, serta optimalisasi anggaran BTT untuk pengendalian inflasi di daerah,” ujarnya.
Selain itu, dalam strategi pengendalian Inflasi, KPw BI Sumut bersama TPID Sumatera Utara telah menyelenggarakan Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sumatera Utara pada 31 Agustus 2022.
“GNPIP diharapkan dapat mengoptimalkan upaya dan aksi nyata dalam stabilisasi harga pangan dan dapat mendorong produktivitas guna meningkatkan ketahanan pangan yang lebih terintegrasi serta berdampak nasional berlandaskan pada kerangka 4K, sehingga mendukung daya beli masyarakat dan pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya. (m31)