Fraksi Golkar Usulkan Pembahasan RUU BUMN Ditunda

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada) Pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) yang merupakan inisiasi DPR RI, dalam hal ini Komisi VI, dinilai belum urgent untuk dibahas pada saat ini.

Pasalnya, untuk saat ini, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN masih dapat digunakan. Terbukti, proses transformasi yang dilakukan terhadap seluruh BUMN masih bisa dilakukan.

Usulan penundaan ini disampaikan Lamhot Sinaga dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pengusul RUU BUMN yaitu Komisi VI DPR RI.

Menurut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Golkar, Lamhot Sinaga, masyarakat lebih menunggu hasil kongkrit dari restrukturisasi yang sedang berlangsung, peran pengawasan dan pengawalan dari stakeholder BUMN masih sangat dibutuhkan.

“ Kami Fraksi Golkar mengusulkan agar RUU BUMN ini ditunda dulu”, kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Partai Golkar, Lamhot Sinaga dalam rapat Baleg DPR, sebagaimana dalam keteranganya yang diterima Waspada, Kamis (20/1/2022), di Jakarta.

Saat ini yang harus didorong, menurut Fraksi Golkar adalah proses transformasi yang dilakukan Kementerian BUMN terhadap seluruh BUMN hingga dituntaskan dulu.

Jika proses transformasi ini berhasil, lanjut Lamhot Sinaga, maka kita mempunyai landasan yang kuat menetapkannya dalam sebuah UU.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatra Utara II ini mengingatkan usulan penundaan pembahasan RUU BUMN ini, juga untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari UU BUMN serta menghindari isu-isu liar menjelang konstelasi politik dalam waktu dekat ini.

Disamping itu jangan sampai RUU ini bersifat kasuistik.

Jika saat ini 85 persen deviden BUMN kepada pemerintah hanya dikontribusi oleh 10 BUMN, masih ada BUMN yang masuk kualifikasi dhuafa (miskin) dan masih ada BUMN yang salah urus, maka lanjut Lamhot, penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan rencana strategis Kementerian BUMN yang perlu dibenahi, bukan langsung mengubah UU eksisting yaitu UU BUMN No 19 tahun 2003.

Salah satu yang disoroti Lamhot dalam RUU BUMN adalah kehadiran badan pengelola BUMN.

Kehadiran badan pengelola BUMN dikuatirkan akan tumpang tindih dengan peran holding BUMN, dimana peran holding BUMN membuat BUMN bersinergi antar-anak perusahaan melalui koordinasi, pengendalian, serta pengelolaan yang dilakukan oleh induk perusahaan, sehingga memperkuat keuangan, aset, dan prospek bisnis.

Lamhot memilih mendorong kementerian BUMN agar memaksimalkan pengelolaan holding BUMN.

” Holding harus mampu memonitor pengelolaan anak perusahaannya, misalnya dengan integrasi system keuangan, SDM, procurement, IT dan lain-lain,” urai Lamhot Sinaga.

Untuk diketahui maksud dan tujuan BUMN sesuai UU Nomor 19 tahun 2003 antara lain adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional, mengejar keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan sektor swasta dan koperasi, serta turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. (J05)

  • Bagikan