Memasuki bulan November intensnya curah hujah masih menjadi sorotan warga Medan. Sebab mulai Agustus hingga kini sejumlah titik di kota Medan terbilang rawan banjir jika hujan mulai turun. Bahkan ketika hujan tidak begitu deras. Tentu kondisi seperti ini menjadi kekhawatiran bersama, mulai dari aktivitas yang menjadi terbatas juga kerugian materi kerap dirasakan. Seperti perabot dan kendaraan yang rusak karena ikut terendam.
Setidaknya dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyebutkan ada beberapa kecamatan di kota Medan yang terendam banjir cukup parah dari Agustus lalu, yakni Medan Maimun, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Johor serta dibeberapa ruas jalan lainnya. Dan banjir yang terjadi diakibatkan meluapnya air sungai sebab tingginya curah hujan (Kompas.com18/8/2022).
Tidak bisa bagi kita hanya menyalahkan curah hujan saja sebagai penyebab terjadinya banjir. Sebab pada hakikatnya hujan adalah rahmat yang diturunkan Allah dari langit. Apakah banjir terjadi akibat curah hujan yang tinggi, atau justru dari dari ulang tangan manusia itu sendiri?
Jika menelisik letak tata kelola drainase kota Medan yang cukup buruk tentu juga menjadi penyebab banjir dimana-mana. Ada 1.500 titik yang tengah menjadi tugas Pemko Medan. Bagaimana titik drainase ini mampu menampung genangan air sekalipun hujan deras, sehingga Medan bisa menjadi kota bebas Banjir. Salah satu penyebab tersumbatnya drainase air juga karena kurangnya kesadaran warga untuk membuang sampat pada tempatnya.
Kebiasaan hidup masyarakat, yakni sering kali kita jumpai masih saja banyak warga yang membuang sampai ke parit, gorong-gorong bahkan sungai. Ditambah sedimentasi parit yang sudah tinggi dan kurang perawatan, saluran parit juga tidak memiliki akses pembuangan. Namun disisi lain TPS (tempat pembuangan sampah) juga masih kurang mampu menampung kuantitas sampah juga jaraknya yang cukup jauh. Jadi baik warga dan Pemko Medan perlu bersinergi dalam mengatasi penyebab banjir ini.
Selain itu pembangunan ala kapitalistik juga menjadi penyebabnya banjir. Idealnya setiap wilayah juga harus memiliki daerah resapan air. Artinya Medan harus memiliki lahan yang mampu menjadi tampungan air ketika intensitas hujan tinggi juga melakukan normalisasi sungai yang mampu mengalirkan air sehingga tidak meluap. Namun sekarang lahan-lahan strategis yang harusnya berpotensi menjadi daerah resapan air yang menampung debit air hujan kini tengah berdiri bangunan-bangunan kokoh dan permanen. Seperti pertokoan, perkantoran bahkan perumahan. Harus ada pemetaan wilayah antara rawan banjir dan pemukiman. Sehingga wilayah medan tidak dipadati bangunan dan menghambat air untuk mengalir ke tempat yang semestinya. Lagi-lagi yang buntung masyarakat kecil dan pinggiran. Mereka yang tidak punya budget membeli rumah akhinya hanya bisa membangun rumah di pinggiran sungai yang sangat berbahaya. Dan pemerintah tak mampu memberikan solusi untuk menjamin kebutuhan primer seperti kebutuhan papan ini.
Individualisme di kalangan masyarakat juga masih kental. Tidak peduli dengan orang lain, yang penting dirinya selamat. Kondisi miris ini tentu butuh solusi untuk menghindari kerugian yang berkelanjutan.
Dalam Islam, masalah banjir ternyata sudah dibahas di dalam Al-Qur’an. Baik dari kisah nabi Nuh As yang artinya banjir bisa Allah turunkan sebagai adzab atau teguran karena ulah tangan manusia itu sendiri dalam mengelola alam sekitar. Khilafah sebagai institusi penerapan hukum syara’ sangat detil menyelesaikan problem yang ada dimasyarakat. Salah satunya masalah banjir. Mulai dari membangun bendungan-bendungan khusus yang mampu menampung tingginya curah hujan, memetakan wilayah mana yang rawan banjir dan wilayah yang dijadikan daerah resapan air. Sehingga semua tempat tidak dipenuhi bangunan. Membuat kanal dan sungai buatan yang mampu menampung volume air yang menumpuk. Selain itu khilafah juga memberikan perhatian penuh kepada para korban yang terdampak banjir seperti logistik dan obat-obatan yang layak dan mamadai. Dan semua ini dijalankan oleh khalifah sebagai penguasa dengan penuh tanggung jawab. Sebab kepemimpinan islam sadar betul bahwa amanah dan kepemimpinan kelak akan dipertanggung jawabkan di pengadilan Akhirat yang mana Allah SWT sendiri yang akan menghakiminya. Wallahu a’lam bishshowab.
Nurul Fadhilah S.Pd
Aktivis Muslimah
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.