Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Tengku Zainuddin: Gerakan Perlawanan

  • Bagikan

JIKA ada penggiat budaya yang tak pernah henti melakukan gerakan perlawanan di propinsi ini, lelaki kelahiran Stabat 5 Mei 1959 ini mungkin salah satunya. Nyaris tak ada waktunya yang tersia-sia kecuali bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk membangun kesadaran budaya.

Dengan mengusung jargon; “Ikuti Zamanmu Jangan Tinggalkan Budayamu”, Tengku Zainuddin, demikian nama lelaki ini, jadilah satu-satunya penggiat budaya di daerah ini yang hampir-hampir tak pernah diam di rumah. Bagi Tengku Zainuddin, semua wilayah di propinsi ini adalah ladang gerakannya.

Sebagai tokoh pergerakan budaya, sikapnya yang tegas dan suaranya yang meledak-ledak telah menjadi lokomotif penarik gerbong gerakan di kalangan anak-anak muda di Langkat, Binjai, Medan, Deliserdang dan lain-lainnya.

Hebatnya, untuk setiap aksi dan gerakannya itu, bang Tengku, begitu dia suka dipanggil, tidak pernah sendirian. Setiap saat sejumlah anak muda dengan setia berdiri di belakangnya. Hasilnya? Sejumlah orang dari kalangan birokrasi, mahasiswa, ormas, LSM hingga tokoh masyarakat dan bahkan ulama, mulai tergugah hati untuk mendukung gerakan budaya yang dilakukannya.

Malahan jargon perjuangannya; “Ikuti Zamanmu, Jangan Tinggalkan Budayamu” kini menjadi kalimat sakti yang mulai akrab di telinga para pejabat daerah ini. Hebatnya bang Tengku, meski gerakannya mulai berdampak nyata di masyarakat, dia tetap mampu menjaga jarak dengan para pejabat birokrasi.

Sebagai penggiat budaya dia seakan tak pernah kehabisan energi positif. Dia tak pernah berhenti membangun gerakan dari satu momen ke momen berikutnya. Dia terus melakukan apapun untuk membangkitkan kesadaran masyarakat lewat apa yang disebutnya sebagai “Gerakan Perlawanan Budaya Boemipoetera.”

Meski terkesan keras, tapi bang Tengku adalah seorang yang sangat sopan. Tutur katanya sangat santun. Dia memang suka meledak-ledak, tapi kalimat-kalimat yang mengalir dari mulutnya runut dan argumentatif.

Kini, demi mencapai apa yang disebutnya sebagai perlawanan budaya itu, dia bahkan tak hanya melakukan gerakan di lapangan, tapi juga melakukan kajian-kajian ilmiah lewat penelitian akademis. Dia pun tak sungkan turun langsung ke tengah masyarakat, hidup dan bergaul dengan ragam komunitas boemipoetera yang menjadi basis gerakan perlawanannya. Salut! (susdha)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *