Puisi Pekan Ini

  • Bagikan

Membaca Aceh, Membaca Cinta Seorang Hamba
 
seperti

isyarat gerimis. Hati
jatuh dalam kabut pada gegap gempita
kemeriahan. Renyuh ketika orang-orang
menanggalkan permusuhan separah apapun bentuk luka
jahiti saja dengan benang silaturahim biar bulan menari
di atas perahu.
 
seperti
isyarat gerimis. Teguhkan
jiwa, cahaya mata menajamkan fikir dalam zikir
menenmui Tuhan dengan senyum mengembang. Berdoa
di setiap subuh dan petang agar laut jilati bulan
di atas meja perjamuan.
 
seperti
isyarat gerimis. Senja
turun meraut siksa dengan mawar
mempersiang sepi dan nyeri. Hujan
diam-diam mengiris
sukma. Sepanjang perjalanan
kasih
sayang.
 
: Kuburkan jejak masa silam pada kepak kerinduan dan cinta
 Ah!
 
Padangpanjang, 2018

Sebelum Rubuh
 
sebelum rubuh
sunyi mengurung jiwa. Suara-suara
menuju langit bagai laron tunduk atas perintah Tuhan
sekuntum ros merasuki pikiran meruntuhkan kerajaan jiwa
atas kesangsian pengabdian yang terbelah.
 
sebelum rubuh
mengikat tali yang sengaja diputuskan dengan menghidupkan
api di kepala atas jembatan merah agar danau menjadi biru. Terlalu
lama membaca pikiran Le loi hingga senja mengurung hati
di pinggiran Huam Kiem Lake sambil menikmati secangkir kopi
sekian jiwa mengembara di antara sungai itu
mengurai kisah Dinasti Ming.
 
sebelum rubuh
semestinya aku pulang
untuk merahasiakan cinta dalam danau yang memerah.
 
Ah!
 
Hanoi, 2019
 
 
Tanda Mata
 
Allah
telah menyaksikan
lewat perantara penghulu
sampailah pada pelaminan
menyandingkan anak-anak rindu.
 
Itu tali
kuatkan ikatannya pada dermaga
agar tak goyang di hempas ombak. Rindu
mengalir seperti air pembawa rahmat
mengepak sayap berderap, lalu sepakat
pada perjanjian. Membasuh
muka menyalin kata
dengan cinta.
 
Itu tali
menyebarkan wangi mawar
melintasi negeri leluhur. Rindu
bersemanyam di dada bila membayangkan
bulan bersanding matahari. Aku
berdamai dengan hati biar purnama
jadi hiasan mimpi. Menatap
rembulan di tepi pantai, ombak
dan riak mengusap hangat pasir
luluh dimamah kursi kebesaran.
 
sudah waktunya kita pulang
membawa rindu
pergi mengikat cinta
 
: segalanya jadi tanda mata
Ah   
 
Kuala Lumpur, 2020
 
 
Acap Lupa
 
kita
acapkali melupai sejarah dan bekhianat pada
hati. Sering melipat nurani dalam lembaran rupiah
sementara masih berharap Tuhan mengirim
malaikat menata luka dengan cinta
mendendangkan kasih sayang.
 
kita
acapkali melupai sejarah saling menebar kebencian
menjilat kebahagian  walau terkadang rubuh di persimpangan
melahirkan dendam sepanjang usia. Padahal
kita sedang mengajarkan anak-anak berpikir merdeka
membunuh keluh kesah yang terkepung kabut.
 
kita
acapkali melupai sejarah mengirim matahari
mengenggam kesombongan. Mengubah
bara jadi api di kepala. sedang rindu
terjaring di kulit
daun.
 
: apakah kita harus pamit pada kalbu.
Ah!
 
Tokyo, 2020
 
 
Catatan Subuh
 
sepagi
ini. Menyepi sambil menikmati
keriuhan orang-orang bercerita tentang penyakit
diri. Aku mencatat cinta yang mengalir dari jiwa
setulus matahari dan rembulan dititipkan Tuhan
saling bergantian menerangi siang dengan malam
: bukan renyai luka.
 
sepagi
ini. Sudah terkepung sunyi
dalam keramaian menyaksikan wajah-wajah
penyerahan dibalut sakit atau kenikmatan. Aku
mencatat mimpi yang diriwayatkan dalam kabut
: bukan nafsu.
 
(Buatlah rumah di hati atas nama kasih sayang)
 
Ah!
 
Medan, 2020
 
Sulaiman Juned lahir di Gampong (desa) kecil Usi Dayah, Kecamatan Mutiara Kab Pidie, Provinsi Aceh pada 12 Mei 1965. Menetap di Padangpanjang, menekuni pekerjaan sebagai Seniman. Dosen Penyutradaraan di Prodi Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang dan Dosen Pascasarjana ISI Padangpanjang, Sumatera Barat.
Mulai menulis sejak tahun 80-an, ketika masih belajar di SLTP,  ia juga dikenal sebagai sutradara dan pembaca puisi yang handal. Dia juga dikenal sebagai pendiri Sanggar Cempala Karya Banda Aceh (1986), Pendiri UKM-Teater Nol Unsyiah (1990), Pendiri/Penasihat Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang (1997-Sekarang), Pendiri Teater Kosong Aceh (1993).
​Doktor Penciptaan Seni Teater ini, karya puisinya telah terkumpul dalam 450 antologi puisi penyair Nusantara, dan Indonesia. Karya-karyanya seperti puisi, cerpen, esai, drama, reportase budaya, artikel, kolom dipublikasikan di berbagai media cetak nasional dan Malaysia serta Brunei. (*)
 
 
 
 

  • Bagikan