Mengenang Sastrawan Avant Garde, Tandi Skober

  • Bagikan

SEMBILAN tahun lalu lelaki tanpa rasa dendam itu telah berpulang. Pergi menghadap sang Khalik dengan meninggalkan sejumlah karya yang menjadi saksi dari eksistensinya sebagai salah seorang sastrawan “tak biasa” yang pernah besar dan berkembang di Sumatera Utara.

Dialah Tandi Skober, sastrawan tak biasa bukan hanya karena gaya hidup  kesenimannya, tapi lebih-lebih karena karya-karya yang dihasilkannya.

Sembilan tahun lalu, tepatnya Minggu, 29 September 2013, sebuah kabar duka tiba-tiba menyentakkan dunia sastra Indonesia, setidaknya di lingkaran orang-orang yang pernah dan sempat mengenalnya. Hari itu seorang Sastrawan yang lama bermukim di Tebing Tinggi Sumatera Utara, bernama Tandi Skober, meninggal dunia. Mas Tandi wafat di Rumah Sakit Al Islam Bandung akibat serangan jantung saat sedang mengetik di depan komputernya.

Mas Tandi, begitu dia suka dipanggil, bagi seniman dan sastrawan Sumut sesungguhnya bukan sosok yang asing. Dia adalah satu dari sedikit pegawai negeri (ASN) di republik ini yang instens dan rela menggeluti dunia sastra khususnya, dan kesenian pada umumnya.

Di Sumut mas Tandi pernah tercatat sebagai pegawai Departemen Keuangan di Kantor Kas Negara Medan dan Tebing Tinggi sebelum dipindah tugaskan ke Manokwari, Semarang, Cirebon, Sukabumi dan akhirnya ke Bandung.

Sebagai PNS Tandi Skober adalah seorang loyalis sampai akhir hayatnya. Ia tekuni pekerjaannya itu sampai pensiun. Sebagai Seniman, dia adalah seorang yang istiqomah dengan pilihan berkeseniannya dan menjadi teladan tentang bagaimana akal dan rasa diolah menjadi daya kreatif yang tak habis-habis, sampai Tuhan memanggilnya. Sehari-hari dia pun, seperti karya-karyanya, adalah seorang humoris dengan canda penuh muatan filosofis.

Karya-karyanya, baik puisi, esai, cerita pendek, novel, naskah drama, skenario film dan televisi, seringkali muncul dan diterbitkan di berbagai media massa dengan judul yang terkesan “nyeleneh” namun dalam maknanya.

Sampai akhir hayatnya Tandi Skober adalah seorang penulis yang sangat produktif. Sajak-sajak, cerita pendek dan esai karyanya bertebaran di berbagai media cetak nasional Sejumlah novelnya juga diterbitkan dalam bentuk buku. Naskah drama dan skenario film yang ditulisnya, juga dipentaskan dan digarap oleh banyak kelompok teater.

Tandi adalah sastrawan “nyeleneh” dan “tak biasa” bukan saja dalam memilih judul karya-karyanya. Tapi juga dalam cara bertutur dan menyampaikan pandangan-pandangan filosofisnya tentang hidup. Lihat saja buku-buku karyanya yang sudah terbit seperti “Pelacur, Politik dan Hehehe”, “Sperma Airmata”, “Seribu Sujud Seribu Masjid”, “Namaku Nariyem”, “Matahari Retak di Atas Cimanuk”, Bersyukurlah Wahai Muslimah”, “Manuwara, Ibu Budaya Jawa-Sunda”, “Trilogi Cerbon Pegot”, “Cinta Bertasbih Beethoven”, “Basaen Narara”, “Angan- Angan Cungkring”, “Puncak-Puncak Batas”, “Wagiem”, “Ayat-Ayat Putih”,“I’tikaf”, “Raja Kursi”, “Skopel”, “Airmata Papua”, “Ketika Cikeas Kentut” dan banyak lagi.

Lahir di Indramayu, Jawa Barat, 22 September 1950, semasa hidup hampir setiap minggu tulisannya berupa esai dan cerita pendek menghiasi surat kabar di Indonesia. Dia pergi dalam usia 63 tahun dengan meninggalkan isterinya, Nuriyah Daulay (Kak Butet), dan tiga anak, Tanti R Skober, Tanta Skober, dan Tania Skober, yang alhamdulillah sudah dewasa semuanya.

Dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nagrog, Ujung Berung, Bandung, mas Tandi lebih dari sekedar sastrawan. Sejak masih bertugas di Tebing Tinggi, dia telah mewujud sebagai sosok yang tak mau stagnan. Sehari-hari ia memang pegawai negeri. Tapi di Tebing Tinggi, misalnya, dia adalah juga seorang penggiat seni yang sangat aktif. Dia tidak hanya menulis, tapi juga berkesenian dalam arti yang sebenar-benarnya.

Dia membentuk grup teater bersama sejumlah seniman Tebing Tinggi lainnya seperti

Ristata Siradj (alm), Bang Adnan, Chairil Siregar, Bang Yan, BS. Arony, dan lain-lain. Di kota ini pula dia dulu sangat aktif menyelenggarakan pagelaran teater dan diskusi seni dengan mengundang seniman Sumatera Utara lainnya datang ke Kota Tebing Tinggi.

Ke Medan Setamat SMEA

Keberadaan mas Tandi di Medan bermula saat ia usai menamatkan pendidikannya diSMEA tahun 1969. Ia lalu mengikuti Kursus Bendaharawan Kas Negara dan bekerja diKantor Bendahara dan Kas  Negara Medan. Dari Medan ia kemudian dipndahkan ke KotaTebing Tinggi. Di kota inilah dia kemudian mulai mengasah ketajaman penanya setelahtulisannya yang pertama, sebuah Cerita Pendek berjudul “Rahasia Sebuah Cermin”, dimuatdi harian Sinar Pembangunan, Medan. Dia pun pernah menjadi kolumnis tetap Skh MimbarUmum Medan untuk kolom bertajuk “Mumpung”, dan “Sketsa” sepanjang tahun 1975 sampai dengan 1988.

Tak hanya itu, diajuga produktif menulis novel dan skenario film/sinetron untuk penayangan di mediaelektronik nasional antara lain untuk TVRI Medan, TVRI Pusat, RCTI, SCTV. Di antara karyanya itu adalah  “Dongeng Pasir”, “P”, “Tarian Akar Rumput”, “Dewi Justitia”, “Kotak Sampah”, “OhTidak”, “Was-Was Cemas”, “Puncak-Puncak Batas”, “Penyapu Jalan”, “Angan-AnganCungkring”, “Supi Semakin Sepi”, “Karsih dan Karsiman”, “Wagiem”, “Megatruh MerahPutih”, “Kawin Ilalang”, “Sajadah Anak Sejarah”, “Airmata Tanah Air”, “Tara AnakTengger”, “Perahu Kertas Mencari Angin,” “Uler-Uler Kober”, “Jacklyn 2 dalam episode”,“Perjalanan Yang Hilang 1, 2 dan 3”, “Deritamu, Derisna” dan “Sekotak Coklat Buat Ika.”

Sebagai penulis skenario dan naskah drama, ia sempat masuk nominasi penulisSkenario Sinetron terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2004, serta pernah juara I penulisan naskahdrama lewat karyanya berjudul “Dewi Justitia” yang diselenggarakan Dewan Kesenian Medan dan juga Juara Ipenulisan naskah drama berjudul “Kotak Sampah”, juga diselenggarakan Dewan KesenianMedan.

Gairah menulisnya semakin menjadi-jadi ketika kemudian karya-karyanya dimuatpula di berbagai koran nasional, baik yang terbit di daerah maupun di Jakarta seperti MediaIndonesia, Prioritas, Pikiran Rakyat, Kartini, Nova, Republika, Cendrawasih Pos, SuaraMerdeka, Jayakarta, Tribun Jabar, Sindo, Lampung Post, Majalah Remaja Story, dan lain-lain.

Sebagai pribadi, mas Tandi adalah seorang yang nyaris tanpa rasa amarah. Kepada banyak temannya, dialebih sebagai seorang pemuji dan pemberi nasehat. Ia tak mau menyakiti hatisiapa pun, bahkan dalam tulisan-tulisannya. Karena itulah ia lebih suka menggunakanmetafora, atau mempersonifikasikan segala sesuatu dengan dirinya sendiri. Ia tak suka orangmemusuhinya, sekalipun kadang-kadang tulisannya seringkali menyayat dengan satire yangtajam.

Sastrawan Avant Garde

Mengapa Tandi Skober menjadi avant garde? Lebih dari sekedar “nyeleneh” dan “tak biasa”, Tandi Skober sesungguhnya memanglah seorang sastrawan avant garde baik karena bentuk, gaya maupun pengucapan karya-karya yang dihasilkannya. Seperti kita tahu, avant garde adalah istilah yang disematkan pada orang atau karya yang bersifat eksperimental, radikal, dan tidak lazim. Karya-karya avant garde umumnya bertujuan untuk melawan batas-batas dan norma dalam suatu kebudayaan.

Istilah ini, mengutip wikipedia, awalnya digunakan oleh militer Prancis kepada suatu kelompok kecil yang maju lebih dulu sebelum pasukan utama. Istilah ini kemudian diasosiasikan dengan beberapa seniman berpaham politik sayap kiri di Prancis pada abad kesembilan belas yang ikut dalam usaha reformasi politik. Karya seni yang dihasilkan oleh seniman tersebut juga kemudian menerima istilah itu. Pada perkembangannya, karya seni yang dipakai sebagai wadah untuk menyuarakan perubahan sosial juga disebut sebagai avant-garde.

Menjelang akhir abad sembilan belas, seni avant-garde mulai melepaskan diri dari identitas politik dan lebih menyelaraskan diri dengan masalah budaya dan seni. Trend ini terus berlanjut hingga sekarang. Saat ini, istilah avant garde dipakai untuk menyebut kelompok intelektual, penulis, seniman, hingga arsitek yang bertujuan untuk yang menantang nilai-nilai budaya lewat eksperimen dan pendekatan artistik. Pesan yang dibawa oleh seni avant garde, terutama jika mereka merangkul masalah sosial, seringkali secara bertahap membaur dengan nilai-nilai yang mereka lawan dan membentuk budaya baru.

 Penulis esai Itali, Renato Poggioli dalam bukunya yang berjudul “Teoria dell’arte d’avanguardia (The Theory of the Avant-Garde)” menyatakan bahwa avant garde merupakan suatu fenomena budaya. Melihat dari aspek historis, sosial, psikologis dan filosofis dari pelopornya, Poggioli menunjukkan bahwa vanguardis (penganut avant garde) memiliki nilai tertentu yang tercermin dalam gaya hidup non konformis yang mereka adopsi. Dia melihat avant garde sebagai variasi dari Bohemianisme.

Sementara kritikus sastra Jerman Peter Bürger dalam bukunya yang berjudul “Theory of the Avant-Garde” (1974) melihat bagaimana pandangan kelompok elit sosial terhadap karya seni yang menyatakan bahwa dalam keterlibatannya dengan kapitalisme, seni merupakan institusi yang menetralkan politik dalam bentuk karya individu.

Tak hanya dalam sastra, avant garde juga terjadi dalam musik yang dapat merujuk pada segala bentuk musik yang bekerja dalam struktur tradisional sambil berusaha menembus batas dengan cara tertentu. Istilah ini digunakan secara longgar untuk menggambarkan karya musisi yang secara radikal menyimpang dari tradisi sama sekali.

Lalu, mengapa Tandi Skober harus menyandang poredikat avant garde dalam dinamika sastra yang pernah digelutinya di Sumatera Utara? Bagi mereka yang pernah membaca dan dengan tekun mengikuti perkembangan kreatifnya, pastilah tahu jawabannya.

Selamat jalan mas Tandi. Damailah engkau di sisiNya. (*)

  • Bagikan