Menata Seniman dan Dewan Kesenian Medan

  • Bagikan



 
SETELAH berlangsung Musyawarah Seniman Medan tanggal 29 Maret 2016 di Hotel De Boer Medan, Majelis Kesenian Medan (MKM) yang beranggotakan enam orang telah dilantik Walikota tahun 2015.

Kemudian Senin, 27 Juni 2016, empat puluh sembilan orang anggota Dewan Kesenian Medan (DKM) dilantik oleh Walikota Medan di lantai dua kantor Walikota.

Tahun 2017 di kalangan seniman dan pekerja seni santer terdengar bahwa bahwa Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) akan dipindahkan ke daerah Asam Kumbang.

Beberapa penggiat seni selain Majelis Kesenian Medan (MKM) & DKM, lalu membentuk Aliansi Masyarakat Kesenian Seniman (AMKM).

Mereka mempertanyakan kinerja DKM yang telah dilantik Walikota pada Juni 2016. Ulasannya naik di catatan Kolom Budaya harian Waspada oleh S. Satya Dharma berjudul; ‘Mosi Untuk DKM’.

Pengampu kolom tersebut mengulas rendahnya kinerja DKM yang santer dibicarakan oleh kalangan Seniman Medan. Dan menyoal manfaatnya bagi para Seniman dan warga Medan.

Berlanjut akhir 2019, semakin santer terdengar TBSU akan dipindahkan ke Tapian Daya Sumut. Dan oleh Afrion bersama teman yang sepandangan menggalang aksi #saveeksTBSU, dan mereka mengusulkan supaya eks TBSU dijadikan Gedung Kesenian Medan (GKM). Pada tahun 2020 beliau bersama rekan-rekannya sepandangan menggagas urun rembuk Seniman Medan.

Di kuartal pertama tahun 2020 beredar informasi di kalangan penggiat seni akan berakhir kepengurusan MKM/DKM tahun 2016 s/d Juni 2020. Lalu Afrion dan kawan-kawan mulai menganginkan pelaksanaan urun rembug Seniman (URM). Akumulasi perbincangan untuk melaksanakan urun rembug tersebut akhirnya memuncak di akhir Juli 2021.

Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Seniman (MSM) tak kunjung berlangsung, lalu beberapa penggiat yang sering mangkal di eks TBSU yang sepandangan, sepakat untuk menggelar ‘urun rembuk Seniman’. Sembari Mereka pun mengkomunikasikannya ke Dinas Kebudayaan Medan, menyampaikan maksud akan digelarnya musyawarah Seniman. Dan hal itu mendapat sambutan dari Kepala dinas kebudayaan.

Menurut informasi yang saya peroleh dari pengundang, gagasan untuk melakukan URM adalah karena ‘rasa peduli dan keprihatinan’. Para inisiator dan beberapa penggiat seni lainnya prihatin jangan sampai DKM Medan sebagai kota metropolitan stagnan.

Apalagi kepengurusan MKM/DKM tahun 2016-2020 setahun terakhir sudah vakum, periode kepengurusan sudah berakhir, desas desus pergantian pengurus tidak ada terdengar.

Sementara perbincangan di kalangan pegiat kesenian eks TBSU kerap terjadi. Hal itulah akhirnya memunculkan keberanian Afrion untuk menggelar MSM. Lalu diputuskan URS Medan digelar pada hari Selasa, tanggal 27-28 oktober 2021. Pengundangnya, Afrion. Rembuq pun berlangsung di ruang tari eks TBSU Jln. Perintis Kemerdekaan No. 33 Medan.
 
Problematika Rembug
dan Musyawarah

Urun rembug mengoreksi beberapa hal antara lain; merubah batas administrasi yang sebelumnya anggotanya berasal dari ‘Medan Sekitarnya’, dibuat menjadi ‘kota Medan’. Dan memberi penegasan; ber-KTP dan domisili di kota Medan. Periodesasi kepengurusan dari empat dibuat menjadi lima tahun. Dan menegaskan bahwa penyelenggaraan DKM dilakukan secara terbuka, dan DKM bukan event organizer (EO).

Urun rembug bertujuan untuk; 1) Mendesak Perubahan Peraturan Walikota (Perwal) Medan No. 10 Tahun 2014 tentang Majelis Kesenian Medan (MKM) dan Dewan Kesenian Medan (DKM), 2) Pembubaran Pengurus Majelis Kesenian Medan dan, 3) Pembubaran Dewan kesenian Medan periode 2016-2020. Afrion sempat meluruskan poin ketiga dari agenda rembug, bahwa yang dimaksud tentang pembubaran DKM adalah pembubaran pengurus DKM, bukan membubarkan organisasinya.

Urun rembug dibuka oleh Kepala dinas Kebudayaan, mewakili Walikota Medan dan dihadiri jajarannya. Para peserta ber-KTP dan penduduk Medan. Menurut pengundang, pesertanya hadir ratusan orang, walaupun tidak disertai dengan absensi. Artinya, verifikasi penduduk Medan dan ber-KTP Medan tidak disertai fotokopi KTP dan absensi.

Setelah acara rembug resmi dibuka, rembug dipimpin oleh Pimpinan rembuk yang dipilih secara aklamasi. Dan pimpinan rembug didampingi pengarah satu orang perwakilan masing-masing komite. Antara lain dari komite; sastra, tari, teater, seni rupa, sinematografi dan multimedia, serta musik. Totalnya pengarah rembug berjumlah tujuh orang. Enam dari komite, ditambah satu orang pengundang. Setelah acara selesai, notulen rembug disusun komite pengarah, dan diserahkan kepada pihak dinas Kebudayaan Medan.

Menurut penuturan Wirja Taufan, sebagai ketua terpilih komite sastra, dan anggota pengarah pada rembug, adalah hak setiap orang berbicara dan berpendapat. Termasuk untuk melakukan urun rembug dengan nama apapun mengatasnamakan Seniman.

Faktor pemicu kenapa rembug dan musyawarah dilakukan para penggiat seni non pengurus MKM/DKM tahun 2016-2020. Pertama, karena musyawarah Seniman hingga pertengahan tahun 2021 tidak dilakukan. Kedua, hingga akhir tahun 2021 ternyata DKM belum menyerahkan laporan pertanggungjawabannya kepada Dinas Kebudayaan.

Perihal terlambatnya penyerahan laporan dibenarkan oleh Jaya Arjuna, M.Sc sebagai anggota MKM 2016-2020. Menurut beliau, sebenarnya perwakilan MKM sudah berkomunikasi dengan Dinas Kebudayaan Medan. Menyampaikan kepada Dinas supaya Musyawarah dilaksanakan. Persoalannya karena situasi covid dan keterbatasan anggaran Pemko, musyawarah belum bisa dilaksanakan.

Menurut Adelian, sebagai anggota DKM dari komite musik; ‘Sebenarnya bisa saja urun rembuk digelar oleh komunitas masyarakat seniman Medan. Asal jangan membawa-bawa nama DKM/MKM yang dibentuk berdasarkan Perwal. Karena kalau menggunakan DKM, tidak ada legalitasnya. “Atas dasar itulah saya tidak mau hadir,” ungkap beliau.

Sedangkan menurut Mas Rubino, pegawai Taman Budaya Sumatera Utara, anggota komite musik di kepengurusan DKM 2016-2020, beliau tidak mau hadir dikarenakan KTP beliau wilayah Deliserdang dan tinggalnya di kabupaten Deli Serdang.
 
Kewajiban DKM

Perwal No. 10 Tahun 2014, Pasal 43 bagian (g) menyebutkan; ‘pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Seniman Medan adalah kewajiban DKM.’ Masalahnya Perwal belum diubah, pertanyaannya, lantas atas dasar apa urun rembug/musyawarah dilaksanakan?

Urun rembug merekomendasikan draft rancangan Perubahan Perwal No. 10 Tahun 2014. Sekalipun di urun rembug tagline ‘meluruskan yang bengkok’ tidak dimunculkan di baliho, pada dasarnya dalam benak kalangan Seniman non pengurus, ada yang kurang pas dalam tata penyelenggaraan MKM/DKM.

Musyawarah Seniman Medan (MSM) akhirnya berlangsung dari tanggal 4 s/d 6 April 2022. Hadir kembali Kepala dinas Kebudayaan, mewakili Walikota Medan dan membuka acara. Niat musyawarah untuk mengoreksi tata penyelenggaraan DKM berdasarkan Perwal sudah eksplisit disebutkan. Dengan membuat tagline pada baliho; ‘Meluruskan Yang Bengkok, dan Membentuk Kepengurusan Yang Lurus’.

Setelah pengundang melaporkan maksud dan tujuan musyawarah, dan Kadis Kebudayaan membacakan sambutan Walikota Medan sekaligus membuka acara, peserta musyawarah memilih Pimpinan sidang dan pengarah. Terpilih dewan pengarah 13 orang. Masing-masing dari enam komite memilih dua orang perwakilannya, ditambah satu orang Pengundang. Merekalah yang menjadi pengarah musyawarah. Setelah itu oleh 13 pengarah memilih seorang pimpinan sidang, lalu mereka sepakati memilih yang tertua dari yang tigabelas orang. Terpilih Ompung Jimi Siahan.

Kemudian dilakukan pemilihan ketua DKM. Mekanisme pencalonan ketua diusulkan dari floor, muncul 4 orang nama. Yakni; Afrion, Hafidz Ta’adi, Suyadi San dan M. Nasir. Suara terbanyak diperoleh oleh Hafiz Ta’adi yang langsung menjadi ketua terpilih.

Suara terbanyak kedua menjadi wakil ketua, terbanyak ketiga menjadi sekretaris, suara keempat menjadi bendahara. Disepakati setelah musyawarah, masing-masing ketua- ketua komite akan memilih para anggotanya. Setelah itu, disepakati tatalaksana sidang, agenda sidang dan keluarannya.
 
Artinya, setelah terpilih ketua DKM dan terbentuk kepengurusan inti, barulah dilaksanakan musyawarah untuk membahas dan menyepakati perubahan Perwal yang dianggap bengkok tersebut.

Artinya, yang dimaksud dengan meluruskan yang bengkok ialah; menghilangkan organ majelis kesenian Medan (MKM), sebelumnya terpisah –seperti MPR dan DPR-, lalu membuatnya menjadi satu tubuh dalam satu struktur kepengurusan DKM. Fungsi majelis dibuat sebagai penasehat, atau dewan pertimbangan. Ditambah adanya dokumen AD/ART. Kalau sebelumnya, Perwal sekaligus AD/ART, tata laksana diatur dalam Pedoman Kerja. Kemudian setiap kepengurusan akan menyusun program kerja selama empat tahun masa kepengurusan.
 
Jalan Keluar

Gagasan urun rembug untuk mengawal kelanjutan eksistensi DKM, dan tujuan Musyawarah untuk meluruskan yang bengkok. Yang menjadi persoalan, legalitas urun rembug dan musyawarah atas dasar apa? Karena menurut Perwal 10 tahun 2014, yang berkewajiban menyelenggarakan musyawarah adalah DKM tahun 2016-2020.

Pertanyaannya, apakah bisa dilakukan oleh sebuah entitas mengatasnamakan masyarakat kesenian menggelar musyawarah yang legal dan dilantik Walikota walaupun masa kepengurusannya telah berakhir?

Masalahnya, walaupun secara de jure massa waktu kepengurusan DKM sudah berakhir, tetapi secara de facto, mereka masih ada. Dan di dalam musyawarahlah, ruang untuk mengusulkan. Jika ada ikhtiar untuk merubah Perwal Medan, karena dianggap kurang menjawab situasi dan kondisi yang ada, peserta musyawarah ada hak untuk mengusulkannya saat musyawarah berlangsung.

Mengingat maksud musyawarah adalah untuk meluruskan yang bengkok, harusnya yang dilakukan lebih dahulu adalah merubah Perwal 10 tahun 2014, lalu menerbit Perwal baru oleh biro hukum Pemko. Maka atas Perwal yang baru itulah, rembug dan/atau musyawarah digelar.

Hal kedua, dalam hal kepesertaan. Tidak lengkap jika pengundang tidak menyertakan absensi sebagai bagian kelengkapan pertemuan. Lantas apa dasar panitia untuk membuktikan bahwa yang hadir adalah yang ber-KTP dan berdomisili di Medan. Dan jumlah peserta yang hadir?

Ketiga, kalau kita mencoba menaksir jumlah peserta yang hadir bermusyawarah, bisa dilihat dari jumlah pemilih; jumlah suara terbanyak 19 suara, terbanyak kedua 18 suara. Terbanyak ketiga, 4 suara dan yang keempat mendapat 3 suara. Totalnya, 44 suara. Artinya, tidak ada penjelasan 44 suara itu dari berapa orang dari para penggiat seni dan/atau seniman yang diundang. Termasuk apakah daftar undangan ke peserta musyawarah ada dilampirkan?

Menjadi catatan bersama, pada waktu musyawarah seniman yang dilakukan tahun 2015 berdasarkan Perwal 10/2014, jumlah pesertanya ada 200-an orang. Tentu untuk melaksanakan musyawarah, Perwal mengatur minimal 2/3 dari jumlah seniman dan/atau penggiat kesenian. Harusnya, daftar para seniman atau pegiat seni oleh Perwal 10 tahun 2014, arsipnya ada di Pemko cq Dinas kebudayaan Medan.

Kemudian tentang Pembubaran Pengurus Majelis Kesenian Medan. tidak ada pasal khusus yang mengatur tentang pembubaran kepengurusan MKM di dalam Perwal. Pasal 43 poin (g) menyebutkan; ‘Yang bertugas untuk melaksanakan Musyawarah Masyarakat Seniman Medan adalah DKM’. DKM demisioner setelah pengurus DKM baru sudah terpilih. Kecuali oleh suatu keadaan tidak normal (force majeure), membuat DKM dibekukan.

Tentu atas inisiatif dinas Kebudayaan lalu menginisiasi musyawarah. Misalnya musyawarah khusus, atau musyawarah luar biasa. Bisa saja terjadi, tentu dengan catatan, tetap mengikuti ketentuan yang ada di dalam Perwal.

Perihal mengenai keanggotaan MKM seumur hidup. Sudah pernah diluruskan oleh anggota MKM/DKM; anggota MKM di awal kepengurusan yang dipilih dan dilantik Walikota, periodenya berakhir seiring berakhirnya kepengurusan DKM 2016-2020. Tetapi di kepengurusan berikutnya ada diatur; delapan orang anggota MKM yang terpilih di Musyawarah Seniman, syarat anggotanya berasal dari provinsi Sumatera Utara, dan ditambah ex officio Walikota. Periodenya seumur hidup.

Menurut penulis mengenai hal itu, perlu ada catatan jika anggota MKM yang dipilih di Musyawarah ada yang mengundurkan diri, seperti kasus tuan Bersihar lubis di periode 2016-2020. Dan/atau karena berpindah tempat membuat tidak bisa lagi terlibat aktif. Dan/atau karena meninggal dunia. Bagaimana teknis pergantiannya? Untuk itu perlu dilengkapi dalam Perwal yang akan datang.

Hal keempat, perihal hubungan kedua organ MKM dan DKM. Mungkin perlu ditinjau ulang, apakah memang tepat MKM dan DKM dibuat dua organ terpisah seperti di Perwal 10/2014.

Oleh urun rembug mengusulkan, supaya dibuat menjadi satu tubuh saja. Fungsi MKM dibuat sebagai penasehat/dewan pertimbangan, atau majelis pertimbangan yang bertugas mengawasi dan memberi masukan kepada pengurus/badan pengurus.

Atau tetap dibuat terpisah, hanya dipertegas; yang menjalankan roda organisasi adalah DKM, fungsi majelis hanya di dalam. Dia tidak dimaksudkan untuk menyampaikan pandangan atau kebijakan dan arah kesenian secara terbuka kepada publik. Dan tidak bisa/dimaksudkan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga/pihak lain. Fungsinya hanyalah untuk memboboti dan mengawasi jalannya DKM.

Inilah sekilas pemikiran penulis tentang menata ulang musyawarah seniman dan DKM. Selain administrasinya tidak lengkap, secara substansi perubahannya tidak signifikan. Dan secara hukum pun, tentunya akan sulit dibenarkan.

Semoga menjadi pertimbangan Bapak Walikota cq Kepala Dinas kebudayaan Medan. Setidaknya melalui Kominfo kota Medan yang membaca tulisan ini berkenan menyampaikannya kepada Bapak Kepala Dinas Kebudayaan Medan. Sehingga bisa bersikap adil dan bijak dalam mengambil jalan keluarnya. Demi dan untuk terselenggaranya Dewan Kesenian Medan yang beradab dan berbudaya. Semoga ! (*)
*Penulis adalah Warga Medan, Sumatera Utara
 

  • Bagikan