JAKARTA (Waspada): Keluhan masyarakat terkait mahalnya biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mendapat tanggapan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Sesditjen Dikti Ristek), Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie mengungkap secara gamblang alasannya.
“Aturan mengenai IPI dan UKT itu memang diatur dalam UU Dikti nomor 12 tahun 2012 dan terbaru di Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024. Kenaikannya masih wajar karena masih di bawah Biaya Kuliah Tunggal atau BKT yang ditetapkan sesuai Permendikbudristek terbaru itu,” ujar Tjitjik dalam Taklimat Media terkait IPI dan UKT, di Gedung D Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Menurut Tjitjik, kedua aturan tersebut mewajibkan kementerian untuk menyusun Standar Satuan Biaya Operasjonal Perguruan Tinggi (SSBOPTN), yang notabene mengalami perubahan secara reguler.
“Artinya, karena bicara standar, maka dalam upaya menjaga mutu minimal, tentu ada reviuw secara reguler tentang pembiayaan pendidikan tinggi,” imbuhnya.
Salah satu faktor penyebab perubahan paling terbaru adalah terkait kebijakan transformasi pendidikan tinggi lewat program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Di dalamnya menyangkut juga 8 Indeks Kompetensi Utama (IKU) yang harus dipenuhi PTN, jika ingin lulusannya berkualitas.
Seperti diketahui, PTN punya skema UKT yang serama pada UKT 1 dan 2. Besarannya antara Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Untuk UKT 3 dan seterusnya, masing-masing PTN menentukan sendiri sesuai aturan yang ditetapkan Kemendikbudristek. Perbedaan UKT ke 4 dan seterusnya di masing-masing perguruan tinggi juga melihat pada akreditasi program studi dan tingkat kemahalan daerah.
“Tapi yang jelas UKT tertinggi tak boleh melebihi BKT. Tujuannya agar masyarakat tak terbebani atau overpay,”kata Tjitjik.
Tjitjik mempersilahkan mahasiswa yang ingin merevisi UKT apabila dirasa tidak sesuai. Permendikbudristek Nomor 2/2024 di pasal 17 memberi ruang peninjauan kembali.
“Jadi UKT bukan harga mati. Mahasiswa bisa ajukan revisi kepada kampus. Aturannya ada di pasal 17 Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024,” kata Tjitjik.
Diakui Tjitjik, kemampuan pemerintah untuk menyokong pendidikan tinggi memang terbatas. Hal itu juga disebabkan karena pendidikan tinggi belum masuk program wajib belajar.
“Jadi saat ini pendidikan tinggi masih menjadi kebutuhan tersier, makanya porsi pembiayaan masih lebih besar pada program wajib belajar,” ujar Tjitjik.
Meski begitu, pemerintah tetap memberi dukungan pembiayaan semaksimal mungkin. Pada tahun ini disiapkan anggaran Rp4,7 triliun untuk investasi dan upgrading sarana di 76 PTN akademik di seluruh Indonesia. Diantaranya untuk kebutuhan peningkatan mutu laboratorium atau pelatihan.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.