SIGLI (Waspada): Kendati sudah 24 tahun rumah dinas Wakil Bupati Pidie (Pendopo Dua-red) dibangun, ternyata belum bersertifikat.
Sampai sekarang, Selasa (16/7/ 2024) bangunan rumah dinas orang nomor dua yang dibangun tahun 2000 di atas tanah seluas 39×28 meter terletak di Gampong Cina (Sekarang disebut Gampong Kuala Pidie), Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie masih tercatat atas nama Alm Nurdin Hasan selaku pemegang kuasa yang diberikan Alm Letkol Nya’ Oemar pada tahun 1984.
Kuasa tanah tersebut diterima Alm Nurdin Hasan yang merupakan purnawirawan polisi, itu diterimanya setelah tiga tahun menempati gedung dan tanah tersebut. Di lahan dan dan bekas bangunan peninggalan kolonial Belanda, tersebut ia tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
Bahkan sesuai Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Dan Bangunan tahun 2023 yang dibayar Pemkab Pidie, masih dibayar atas nama Alm Nurdin Hasan. Bangunan bekas kolonial Belanda itu, oleh beberapa warga kepada Waspada mengatakan, sempat juga beberapa kali direhab oleh Alm Nurdin Hasan sebelum dirobohkan oleh Pemkab Pidie pada tahun 2000 untuk dibangun rumah dinas Wakil Bupati Pidie ketika itu.
Pada sisi lain, Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Pidie melalui bidang Aset telah beberapa kali menjumpai ahli waris Alm Nurdin Hasan di Gampong Kuala Pidie, akan tetapi gagal melakukan proses sertifikasi.
Pasalnya pihak ahli waris dari pemegang surat kuasa tanah Pendopo Wakil Bupati Pidie, itu menolak menandatangani salah satu surat yang disiapkan petugas BPKKD Pidie untuk proses pembuatan sertifikat balik nama.
”Beberapa bulan lalu petugas dari BPKKD Pidie datang menjumpai kami. Mereka meminta kami untuk menandatangani surat, kami tidak lihat surat itu, tetapi kata petugas surat itu untuk proses pembuatan sertifikat balik nama.
Jadi kami anak-anak almarhum Nurdin Hasan selaku ahli waris menolak menandatangani surat itu, karena itulah mereka tidak memperlihatkan surat itu kepada kami,” kata Kamarruzaman salah satu ahli waris, Senin (15/7).
Kamarruzaman yang merupakan pemeran terbaik anak-anak dalam Film Cut Nyak Dhien yang disutradarai Eros Jarot pada tahun 1988, mengaku dirinya masih menyimpan beberapa surat yang menyatakan bahwa tanah tersebut dikuasakan kepada almarhum ayahnya Nurdin Hasan.
Semua surat-surat tersebut katanya, selamat dari musibah alam gempa bumi dan tsunami 2004, karena dokumen-dokumen tersebut sebelumnya ikut dibawa dan disimpan ke Jakarta saat Kamarruzaman dan saudaranya Kamal Mehra tinggal di ibu kota.
“Semua dokumen itu selamat bang dari musibah gempa dan tsunami Aceh, karena saya bawa ke Jakarta. Jadi masih ada sekarang, termasuk surat keterangan dari kantor Agraria Banda Aceh, surat yang ditandatangani Kapolres Pidie dan surat kuasa tanah. Bahkan surat camat Kota Sigli yang meminta ayah kami kosongkan tanah itu masih kami simpan,” kata Kamarruzaman.
Didampingi adiknya Kamal Mehra, Kamarruzaman mengatakan meski pihaknya masih memegang dokumen-dokumen surat tanah tersebut, namun pihaknya tidak melakukan upaya hukum apapun karena mereka yakin suatu saat keadilan Allah SWT akan datang. Almarhum orang tuanya juga berpesan agar tidak melakukan perlawanan dan terus berbuat baik dengan negara dan daerah.
“Jadi selama ini kami tidak melakukan perlawanan hukum, ya memang kami dipesan oleh orang tua tidak melakukan perlawanan dan selalu berbuat baik dan bekerjsama dengan negara. Sekarang bisa saja kami menandatangani surat yang mereka persiapkan, tetapi tolong juga hargai kami.
Bila dulu orang tua kami diperlakukan kurang manusiawi, mohon sekarang kita yang sudah berilmu hargai juga lah kami anak-anak dari Alm Nurdin Hasan selaku pemegang kuasa atas tanah tersebut,” kata Kamaruzzaman peraih Piala Kartini tahun 1988 dari pemeran Film Cut Nyak Dhien.
Kamal Mehra, adik dari Kamarruzaman mengisahkan tentang betapa sedihnya ketika Pemkab Pidie memperlakukan orang tuanya. Ketika itu orang tuanya Nurdin Hasan yang kondisi kesehatannya sudah parah, diusir dengan cara diangkat oleh petugas ke kios rujak, tidak jauh dari gedung ICMI yang sekarang telah dibangun Monumen Tsunami, posisinya terpaut 50 meter dari Pendopo Bupati Pidie.
“Orang tua saya kondisinya sudah sakit-sakitan diangkat ke kios rujak oleh petugas tanpa diberikan tempat yang layak untuk mereka tempati sementara. Ini sangat sedih bagi kami,” kata Mehra.
Bahkan ketika ia bersama saudara-saudara memanfaatkan bekas toilet di bekas gedung lama untuk dibangun tempat tinggal bagi orang tuanya tinggal, itupun dirusak oleh petugas. “Kalau kami cerita sedih bang, kami diperlakukan sangat tidak baik,” katanya.
Pemda Pidie, Tanah PT KAI
Pemkab Pidie melalui Kabid Aset, pada Badan Pengelolaan Keuangan, Kekayaan Daerah, Kabupaten Pidie Cut Meitriani mengatakan tanah pendopo dua atau rumah dinas Wakil Bupati Pidie, itu tidak dapat disertifikasi karena lahan tersebut merupakan milik PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Untuk menelusuri jejak kepemilikan tanah tersebut, Cut Meitriani mengaku dia bersama tim juga sudah pernah menjumpai pejabat terkait.
Ditanya Waspada ada seluas 39×28 M, tanah yang sekarang telah berdiri gedung rumah dinas Wabup Pidie masih berkaitan atau belum selesai dengan ahli waris Alm Nurdin Hasan. Cut Meitriani mengatakan pihaknya tidak paham karena mereka mengaku memegang surat lama semacam aigendom.
“Kami tidak ke situ bang. Kami memang ada dirong-rong oleh mereka. Kami intinya tidak akan kaitkan riwayat tanah tersebut. Karena tanah ini sudah dibilang tanah milik PT KAI jadi kami abaikan ini. KAI kan lebih kuat. In terserah aigendom yang pegang surat kuasa, dan kami tidak akan bersertifikat,” kata Cut Meitriani. (b06)