MEDAN (Waspada) – Target Universal Health Coverage (UHC) 98% dalam dua tahun yang dicanangkan Gubernur Sumut Bobby Nasution mendapat sorotan dari pengamat kesehatan, Dr. dr Beni Satria M.Kes SH. MH.
Menurutnya, target ini memang ambisius dan perlu didukung, tetapi tanpa perencanaan matang, program ini berisiko menjadi sekadar angka di atas kertas tanpa dampak nyata bagi masyarakat.
Beni menilai skema pembiayaan yang diusulkan masih perlu dikaji ulang agar tidak membebani daerah. Saat ini, skema yang ditawarkan adalah Pemprov Sumut menanggung 20% biaya, sementara kabupaten/kota menanggung 80% sisanya.
“Skema ini perlu dievaluasi lebih lanjut. Tidak semua kabupaten/kota memiliki kemampuan fiskal yang sama. Jika pemerintah daerah kesulitan menutupi anggaran ini, justru pelayanan kesehatan yang akan terganggu,” ujar Beni, Senin (10/3).
Selain itu, Pemprov Sumut juga mengusulkan penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) 2003-2004 sebagai sumber pendanaan tambahan. Namun, Beni mempertanyakan legalitas dan efektivitas skema ini.
“Jika DBH 2003-2004 baru akan digunakan sekarang, harus ada kajian hukum yang mendalam. Apakah ada solusi pendanaan lain yang lebih realistis?” tambahnya.
Beni menegaskan bahwa pencapaian UHC tidak bisa hanya berfokus pada jumlah peserta BPJS, tetapi juga akses layanan kesehatan yang merata.
“Sumut memiliki daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau fasilitas kesehatan. Kota Medan mungkin bisa lebih mudah mencapai UHC karena infrastrukturnya sudah memadai. Tapi bagaimana dengan kabupaten/kota lain yang memiliki akses terbatas?” tanyanya.
Menurutnya, Pemprov Sumut harus memiliki strategi konkret untuk memastikan layanan kesehatan bisa diakses oleh masyarakat di daerah terpencil. Tanpa strategi yang jelas, pencapaian UHC hanya akan menjadi angka statistik tanpa manfaat yang nyata.
Rumah Sakit dan Kesiapan BPJS
Benny juga menyoroti kesiapan fasilitas kesehatan dalam menghadapi lonjakan peserta BPJS jika target UHC 98% tercapai.
“Apakah rumah sakit di Sumut sudah siap menghadapi lonjakan pasien BPJS? Apalagi, banyak rumah sakit swasta mengeluhkan keterlambatan pembayaran klaim BPJS. Jika ini tidak segera diatasi, bisa berdampak pada pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Menurutnya, perlu ada mekanisme pembayaran klaim yang lebih cepat dan transparan agar rumah sakit tetap dapat beroperasi dengan baik dan memberikan layanan yang optimal.
Selain infrastruktur, Beni menekankan pentingnya kesiapan tenaga medis. Jika jumlah pasien meningkat tajam, tetapi tenaga medis tetap, kualitas layanan bisa menurun.
“Penambahan tenaga medis dan pelatihan berkelanjutan harus menjadi bagian dari strategi UHC. Jika tidak ada insentif yang layak bagi dokter dan perawat, mereka bisa kewalahan menghadapi lonjakan pasien,” katanya.
Ia menegaskan bahwa UHC Harus Dibarengi Perbaikan Sistem
Beni yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia Cabang Sumut menegaskan bahwa UHC adalah kebijakan yang baik dan harus didukung, tetapi kesuksesannya tidak hanya diukur dari jumlah peserta BPJS.
“Transparansi anggaran, kesiapan fasilitas kesehatan, penambahan tenaga medis, serta mekanisme pembayaran klaim BPJS yang lebih baik harus menjadi perhatian utama. Jika semua itu diperhitungkan, maka target UHC 98% bisa benar-benar bermanfaat bagi seluruh masyarakat Sumut,” tandasnya. (Cbud)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.