MEDAN (Waspada): Pengumuman Hasil Akhir Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemprovsu membingungkan publik. Karena, ada jabatan yang diisi tidak sesuai dengan latar belakang bidang pejabatnya. Salah satunya untuk jabatan Kepala Dinas Kesehan, yang berlatarbelakang Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Pernyataan itu disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Elfanda Ananda, MSP (foto), Senin (7/10). Dia mengomentari pengumuman Hasil Akhir Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemprovsu, tangga 1 Oktober 2024. Hasilnya, untuk jabatan Kadis Kesehatan, Faisal Hasrimy, menempati peringkat pertama. Dia yang saat ini menjabat Pj. Bupati Langkat, merupakan lulusan IPDN.
Dalam SK Pengumuman itu, malah yang berlatarbelakang bidang kesehatan berada di bawah Faisal Hasrimy, yakni Laura Ance Sinaga dan Ridesman.
Laura Ance Sinaga adalah Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Sumut.
Dia juga merupakan alumni berpendidikan Belanda. Sementara Ridesman merupakan Wakil Direktur Umum dan Pengembangan SDM RSU Haji Medan.
Keputusan ini tertuang dalam Pengumuman Nomor 027/Pansel-Selter/X/2024 yang ditandatangani oleh Ketua Panitia Seleksi Sekdaprovsu Arief Sudarto Trinugroho.
Pengamat Kebijakan Publik, Elfanda Ananda mengatakan, seharusnya ketua tim seleksi memberikan penjelasan hasil pertimbangan dari berbagai aspek, kenapa Faisal Hasrimy diputuskan menang hasil proses seleksi. Sebab, katanya, publik pasti mempertanyakan, apakah proses seleksi ini wajar atau ada pengaruh yang besar dari yang punya “kekuasaan di atasnya”.
Kata Elfanda, sangatlah mengherankan dari sisi keilmuan, Ridesman dan Laura Ance, berada di bawah Faisal. Padahal tentunya, kedua pejabat ini mempunyai kemampuan di bidang Kesehatan, karena disiplin keilmuan memang mereka miliki. “Tentunya publik mengharapkan kepiawaian kedua orang ini dalam urusan Kesehatan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki urusan bidang Kesehatan,” ujarnya.
Sedangkan Faisal Hasrimy, sambung Elfanda, saat ini tercatat masih menjabat sekda dikabupaten sedang bedagai dan PJ. Bupati langkat. Dari sisi keilmuan, lebih memahami ilmu kepemerintahan, sehingga sangatlah pas kalau menduduki jabatan sekda ataupun PJ. Bupati tersebut.
“Sangatlah sulit diterima publik kalau orang yang lebih paham ilmu kepemerintahan di percaya untuk mengelola urusan Kesehatan. Sangatlah riskan apabila ada situasi persoalan Kesehatan yang serius, sementara kepala dinasnya lebih memahami soal adminsitrasi kepemerintahan,” cetusnya.
Dia juga sangat menyayangkan kalau proses proses seleksi jabatan yang ada selama ini lebih mengedepankan pengaruh kekuasaan. Sebab, persoalan yang didepan mata bukan soal suka dan tidak suka pada pejabatnya. Namun, harus dipastikan kepala dinasnya memahami situasi urusan yang akan ditanganinya. Tentunya akan dibutuhkan keahlian dalam mengambil kebijakan di bidang Kesehatan.
“Sangalah berbahaya kalau orang yang menangani urusan Kesehatan bukanlah orang yang paham bidang Kesehatan. Memang proses seleksi ini dilaksanakan diharapkan untuk memperoleh hasil yang maksimal untuk mendapatkan kualitas orang yang mampu menangani di bidang Kesehatan. Namun, aroma kekuasaan lebih muncul melihat hasil yang diumumkan. Rakyat Sumut berharap sebenarnya orang yan terpilih adalah orang yang punya kemampuan yang bisa dihandalkan dengan kemampuan pendididkan dan pengalamannya selama ini. Bukan berdasarkan selera kekuasaan untuk mendudukan orangnya tanpa punya kemampuan yang cukup dibidangnya,” urainya.
Lebih lanjut Elfanda mengatakan, dari sisi penempatan personil pejabatpun pemprovsu seolah olah kekuarangan orang, bagaimana mungkin seorang yang masih memegang jabatan sekda di Sergai dan PJ Bupati Langkat kemudian disuruh memegang jabatan kepala dinas Kesehatan lagi.
“Di satu sisi, posisi PJ. Bupati langkat yang SK nya ditandatangi oleh mewakili Menteri dalam negeri tidak bisa fokus karena dipilih sebagai kepala dinas Kesehatan,” tandasnya.
PJ. Gubernur, kata Elfanda, ada baiknya melakukan peninjauan Kembali Keputusan tersebut agar Masyarakat sumut bisa lebih nyaman karena jabatan kepala dinas dipegang oleh yang ahlinya.
“Apabila tidak dipegang oleh ahlinya tentunya ada rasa kekhawatiran dalam merencanakan program dan kegiatan didinas nantinya. Beliau tidak memahami proporsi kebutuhan dinas dan tidak bisa mengandalkan bawahan kepala dinas saja,” tukasnya.
Sementara itu, praktisi kesehatan, Destanul Aulia, menekankan pentingnya gaya kepemimpinan dalam sektor kesehatan masyarakat (public health leadership) yang adaptif terhadap perubahan perilaku dan sesuai dengan kondisi lokal serta budaya.
“Yang kita ambil dari seorang pimpinan adalah gaya kepemimpinannya, terutama dalam kesehatan masyarakat. Gaya kepemimpinan di sektor ini sangat berperan dalam mendorong perubahan perilaku di masyarakat,” ujar Destanul Aulia.
Menurutnya, gaya kepemimpinan public health leadership adalah pendekatan yang mampu memimpin perubahan perilaku dengan mempertimbangkan kondisi lokal, budaya, organisasi, serta permasalahan yang dihadapi saat ini. Ia mencontohkan bagaimana gaya kepemimpinan di pemerintahan telah mengadopsi pendekatan ini, mulai dari gaya kepemimpinan yang memerintah, pendorong, hingga gaya yang bersifat komando.
Destanul juga memuji Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebagai sosok pemimpin yang pembelajar, yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai permasalahan di sektor kesehatan. Ia berharap hal serupa juga diikuti oleh Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara yang baru.
“Pak Budi telah membuktikan bahwa kepemimpinan yang responsif dan pembelajaran cepat sangat penting dalam menghadapi tantangan kesehatan seperti pandemi COVID-19. Kita berharap Kepala Dinas Kesehatan yang baru juga memiliki kapasitas belajar yang cepat dan mampu menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan,” tambahnya.
Destanul juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara Kepala Dinas Kesehatan dengan berbagai profesi kesehatan, seperti dokter, perawat, ahli kesehatan masyarakat, hingga sanitarian. Tidak hanya itu, komunikasi dengan media juga dianggap penting demi menjaga akurasi informasi dan keterbukaan terhadap kritik serta saran yang konstruktif.
“Pemimpin yang responsif dan terbuka terhadap komunikasi dengan semua pihak, termasuk profesi kesehatan dan wartawan, sangat dibutuhkan agar bisa melakukan penyesuaian terhadap permasalahan yang ada,” tutupnya.(cbud)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.
Tak usah heran….sudah menjadi tren….banyak kabupaten/kota mendudukan/mengangkat esselon II lulusan STPDN bukan dari pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan teknis