MEDAN (Waspada): Proyek raksasa Bendungan Lau Simeme berbiaya Rp1,65 triliun di Kecamatan Sibirubiru, Kabupaten Deli Serdang, sampai saat ini masih menyisakan masalah terkait ganti rugi tanah dengan masyarakat.
“Kita melihat bendungan Lau Simeme sampai saat ini menyisakan masalah, sehingga perlu menjadi perhatian Pemkab Deliserdang (DS), Pemprovsu dan Pemerintah Pusat,” kata Pemerhati Pembangunan Sumut Taufan Agung Ginting di Medan, Selasa (23/7).
Mantan anggota DPRD Sumut itu menambahkan, megaproyek bendungan yang ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra II Direktorat Jenderal Sumber Daya Air ini, memang sangat bagus, untuk mengatasi banjir di Kota Medan serta penyediaan energi listrik.
Namun dia yang meninjau proyek itu, pekan lalu menandaskan, di satu sisi, masih menyisakan masalah bagi masyarakat soal ganti rugi tanah mereka yang terkena proyek.
“Sampai saat ini masih ada ratusan kepala keluarga yang belum menerima ganti rugi tanahnya, sesuai dengan harga yang layak,” imbuh mantan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut ini.
Pihaknya merasa miris mendengar keluhan masyarakat berupa ganti rugi tanah mereka sangat rendah dan dinilai bervariasi dengan harga di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NOJP), seperti yang ditetapkan tim appraisal hanya sebesar Rp15 ribu, Rp25 ribu hingga Rp100 ribu, sehingga masih ada ratusan kepala keluarga yang menolaknya.
Hak Masyarakat Jangan Diabaikan
Menurut Taufan yang didampingi aktivis pembangunan lainnya, Bones Sembiring SE dan Drs Daulat M Solin, masyarakat sebenarnya sangat mendukung pembangunan proyek bendungan Lau Simeme seluas 480 hektar lebih, yang dikerjakan sejak tahun 2017 tersebut dan ditargetkan selesai tahun ini, tapi hendaknya hak-hak masyarakat jangan diabaikan.
“Semua pihak dipastikan mendukung bendungan yang ditargetkan akan memiliki kapasitas tampung 21,07 juta meter kubik dan memiliki dua fungsi utama, yaitu untuk mengurangi potensi banjir area Kota Medan sebesar 289 meter kubik/detik serta penyediaan air baku sebesar 3.000 liter/detik tersebut,” ujar Taufan.
Apalagi, tandasnya, bendungan yang merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) ini juga memiliki fungsi tambahan.
Yaitu untuk penyediaan energi listrik serta sebagai destinasi pariwisata sekaligus menambah suplai air baku untuk 600 ribu jiwa di Medan dan Deliserdang.
Atas dasar itu, mantan anggota DPRD Sumut tiga periode ini meminta Pemprov Sumut, Pemkab Deliserdang untuk terus berkordinasi dengan pemerintah pusat, terkait pemberian ganti rugi tanah milik masyarakat yang telah dipergunakan menjadi bendungan, dengan harga yang layak dan bukan di bawah nilai NJOP.
Kedatangan Taufan Ginting bersama aktivis pembangunan Sumut ini ke lokasi proyek, atas keperduliannya terhadap keresahan masyarakat, karena sampai saat ini masih ada ratusan kepala keluarga yang belum menerima ganti rugi tanahnya yang terkena proyek, sesuai dengan harga yang layak. (cpb)