Tertutupnya Pengkhianatan

  • Bagikan

Allah Mengetahui (pandangan) mata yang khianat, dan apa yang disembunyikan oleh hati” (QS. Mukmin: 19)

Kala menjelaskan ayat di atas, Ibnu Abbas berkata dan mencontohkan, ”Dia adalah laki-laki yang lewat seorang perempuan pada suatu kaum, lalu laki-laki ini menundukkan pandangan supaya dilihat oleh orang lain, padahal dalam hatinya ingin melihat aurat perempuan tersebut”.

Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata, ”Dia adalah seorang laki-laki di tengah kaumnya, lalu lewat seorang perempuan, dia pun menundukkan pandangannya supaya dilihat orang lain. Namun, apabila kaumnya lalai, dia pun melirik dan menatap perempuan tersebut. Ketika ia khawatir bahwa mereka mengetahui motif penundukan pandangannya, maka Allah memunculkan dalam hatinya rasa ingin melihat pada aurat perempuan tersebut.

Sedangkan Adh-Dhahhak mengartikan khaa-inatul a’yunin dengan ”bermain mata”. Perkataan seseorang: Aku melihat, padahal dia tidak melihat atau aku tidak melihat, padahal dia melihat. Ibnu ’Abbas berkata: Allah Ta’ala mengetahui tentang mata ketika dia memandang, apakah dia berkhianat atau tidak? Demikian yang dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah.

Demikianlah bahwa Allah mengetahui apa yang ada di dalam dada, yang tersembunyi bahkan jauh di dalam dasar hati. Sebagian manusia sangat berkeinginan untuk memperoleh status sebagai orang baik, atau dicap sebagai orang baik. Akan tetapi yang terjadi tak diseiring sejalan apa yang kelihatan dengan yang tersimpan. Khianat. Di keramaian seperti menjaga diri, namun di sela-sela mencari-cari dan mencuri-curi.

Sejatinya dengan firman-Nya dalam surah al-Mukmin ayat 19 di atas, Allah memberikan kabar tentang ilmu-Nya yang sempurna dan meliputi segala sesuatu, baik yang terhormat dan yang hina, yang besar-kecil, ataupun kasar-lembut, agar manusia waspada terhadap pengetahuan-Nya kepada mereka.

Lalu mereka merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar takwa, serta merasa diawasi-Nya dengan pengawasan orang yang mengetahui, bahwa Dia melihatnya. Karena Dia Mahamengetahui apa yang tersimpan di dalam lubuk hati berupa perasaan dan rahasia.

Umumnya manusia takut jika maksiat ataupun keburukan yang diperbuatnya diketahui oleh umum. Sebab itu akan merugikan dirinya atau keluarganya. Ia akan dihina ataupun dicemoohkan manusia lain.

Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya: ”Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Mahameliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan” (QS. An-Nisa : 108).
Manusia bisa saja bersembunyi dari manusia lain akan tetapi manusia tidak akan bisa bersembunyi dari Allah. Sebenarnya sikap menutup aib tidaklah salah, karena itu merupakan sikap yang dianjurkan agama. Kita harus sadar segala kemuliaan atau pujian dari sesama insan, sebenarnya hanya karena Allah tutupkan segala kesalahan dan kehinaan diri. Dan manusia hanya menilai dari yang tampak kelihatan, sedang aib dan kesalahan diri, Allah tutup.

Selain itu, sesama manusia tak pula diperintah mencari-cari kesalahan orang lain yang disembunyikan, namun malah kita dianjurkan agar saling menutupi. Point pentingnya sebenarnya bahwa seharusnya manusia mengurangi sikap khianat yakni perilaku yang mengelabui diri sendiri dan orang lain dengan sifat-sifat orang saleh padahal sebenarnya tidak demikian.

Mengenai hal ini, menarik untuk menyimak Ibnu Athoillah dalam al-Hikam yang berkata ”Penutup dapat dibagi dua: Penutup dari melakukan maksiat, dan penutup dalam maksiat. Pada umumnya manusia meminta kepada Allah agar ditutupi dalam berbuat maksiat, karena khawatir jatuh kedudukannya dalam pandangan manusia. Sedang orang khusus (orang yang selalu berlindung kepada Allah dengan keimanan dan keikhlasannya) meminta kepada Allah agar ditutupi dari berbuat maksiat, karena khawatir jatuh kedudukannya dalam pandangan Allah”.

Seorang Muslim seharusnya menghindarkan diri dari perbuatan maksiat karena malu kepada-Nya. Malu disebabkan karena mereka telah berjanji dalam ibadah untuk tunduk dan patuh. Ia tidak mau berkhianat dari janji itu.

Seorang Muslim yang baik terus berdoa agar terhindar dan jauh dari dosa dan maksiat karena kuatir akan terhina di mahkamah Allah di yaumul akhir kelak. Dalam salah satu khabar, Allah berfirman: ”Hai hamba-Ku, jika kamu meyakini Aku tidak melihat, maka ada kerusakan pada imanmu. Jika kamu meyakini bahwa Aku melihatmu, maka jangan jadikan pandangan-Ku, pandangan terhina terhadapmu”.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Adi bin Hatim, Rasulullah SAW menjelaskan ada sebagian manusia yang telah dibawa masuk ke Surga, namun tiba-tiba diperintahkan untuk meninggalkan Surga secepat-cepatnya. Ketika ditanya mengapa diperlakukan demikian, jawaban bagi mereka karena mereka berpura-pura khusyu’ di hadapan manusia tapi bertentangan dengan apa yang ada di hatinya. Na’udzubillah.

Allah Mahamengetahui segalanya bahkan apa yang ada di dalam hati. Apakah kita khianat atau tidak. Islam melarang untuk menjadi mujahirin, yakni orang yang membuka Aib atau kesalahan yang sudah Allah tutupkan dan Allah juga mencela orang yang khianat dan berpura-pura baik. Namun, Allah memerintah kita untuk menjadi Muhajirin, yakni peninggal keburukan.

Ketika Allah menutup aib dan dosa kita, itu adalah karunia dari-Nya sehingga martabat kita tidak jatuh di hadapan manusia lain. Karena itu, mari bermohon dan berusaha agar tertutup dari dosa hingga derajat kita tidak jatuh di hadapan Allah. Wallahua’lam. WASPADA

(Pengurus Mathla’ul Anwar Sumatera Utara)

  • Bagikan