Scroll Untuk Membaca

Al-bayanAceh

Tafakur Tafsir Ibnu Abbas: Cahaya Doa Pemahaman Dari Nabi Saw

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

Tafakur Tafsir Ibnu Abbas: Cahaya Doa Pemahaman Dari Nabi Saw

Abdullah Ibn Abbas (عبد الله بن عباس) atau yang populer dengan panggilan Ibnu Abbas (ابن عباس) adalah salah seorang sahabat dan juga saudara sepupu Nabi Saw yang lahir di Mekkah pada tahun 619 Miladiah dan wafat di Thaif pada tahun 687 Miladiah dalam usia 68 tahun. Ibnu Abbas adalah kakek dari imam Muhammad al Abbasi yang menjadi ayah dari Ibrahim al Imam dan dua khalifah dari dinasti Abbasiyah yakni Abu Abbas Abdullah al Shaffah dan Abu Ja’far Abdullah al Manshur.

Selain itu, ayah Abdullah Bin Abbas adalah al Abbas Ibnu Abdul Muthalib, sedangkan ibunya bernama Lubabah al Kubra al Hilaliyah atau Ummu al Fadhl Binti al Harits Bin Hazn al Bujair Bin al Huzam Bin Ru’aibah Bin Abdullah al Hilal Bin Amir Bin Sha’sha’ah Bin Mu’awiyah Bin Bakar Bin Hawazin. Ibunda Ibnu Abbas adalah saudara perempuan kandung dari Maimunah Binti al Harits ummul mukminin istri Nabi Saw. Nama Abdullah pada Ibnu Abbas adalah pemberian dari Nabi Saw.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tafakur Tafsir Ibnu Abbas: Cahaya Doa Pemahaman Dari Nabi Saw

IKLAN

Pada saat kelahirannya, Nabi Saw bernubuwat yang disampaikan ke ibu Ibnu Abbas, bahwa kelak dikemudian hari Abdullah Ibnu Abbas akan menjadi hamba Allah yang cerdas. Abdullah Ibnu Abbas kecil yang sering menyediakan air wudhu’ untuk Nabi Saw pada suatu malam didoakan oleh Nabi Saw dengan doa: اللهم فقه في الدين و علمه التاويل . Artinya, Ya Allah anugrahkanlah pemahaman agama kepadanya dan ajarkanlah kepadanya takwil (tafsir Alquran).

Ada dua kitab tafsir masyhur yang dinisbahkan kepada Ibnu Abbas. Pertama, kitab Tafsir Tanwir al Miqbas Min Tafsir Ibni Abbas buah karya Abu Thahir Muhammad Bin Ya’kub al Fairuz Abadi al Syafi’i. Namun di kalangan para ulama, kitab Tafsir Tanwirul Miqbas ini memiliki catatan yang kurang baik pada sisi para sanad dan perawi haditsnya, yang dinilai banyak yang tidak tsiqah (terpercaya) dan haditsnya juga banyak yang tidak shahih yang digunakan untuk memberikan penafsiran, meskipun subtantif penafsirannya secara umum tidak bermasalah (Lihat Ali Bin Abi Thalhah, Tafsir Ibnu Abbas Al Musamma Shahifah Ali Bin Abi Thalhah, Jilid, 1, Beirut, Dar al Fikri, 1985, halaman, 54-55).

Kedua, kitab Tafsir Ibnu Abbas Al Musamma Shahifah Ali Bin Abi Thalhah ( تفسير ابن عباس المسمى صحيفة على بن ابي طلحة ) yang ditulis oleh Ali Bin Abi Thalhah. Kitab Tafsir Ibnu Abbas Al Musamma Shahifah Ali Bin Abi Thalhah ditahqiq dan ditakhrij oleh Rasyid Abdul Mun’im al Rajal dengan jumlah halaman 825 halaman. Kitab tafsir ini dari sisi sanad dan perawi hadits yang digunakan dalam penafsiran, mendapat banyak pujian dan apresiasi dari para ulama.

Di antaranya pujian dan apresiasi yang datang dari imam Muhammad Husein al Dzahabi, yang mengatakan bahwa jalur sanad hadits Mu’awiyah Bin Shalih dari Ali Bin Abi Thahah dari Ibnu Abbas merupakan jalur sanad hadits yang paling baik darinya (Lihat Muhammad Husein al Dzahabi, al Tafsir Wa al Mufassirun, jilid, 5, halaman, 113). Selain itu, Ali Bin Abi Thalhah memiliki nama lengkap Ali Bin Abi Thalhah Salim Bin al Makhariq dan Ia populer dengan panggilan Abu al Hasan atau Abu Muhammad atau Abu Thalhah Maula al Abbas.

Ali Bin Abi Thalhah diperkirakan lahir sebelum tahun 94 Hijriah, hal ini merujuk kepada tahun dimana guru haditsnya yang bernama Sa’id Bin Zubair wafat pada tahun 94 Hijriah. Kehidupan masa kanak-kanak dan remaja Ali Bin Abi Thalhah banyak dihabiskan di jazirah Arab sampai akhirnya ia pindah dan menetap di Himsh – Suriah Barat. Kota ini terletak 162 kilometer di Utara Damaskus di wilayah sungai Orontes dan merupakan kota penghubung utama antara kota-kota pedalaman dan pantai Mediterania (Lihat al Mizzi, Tahdzib al Kamal, jilid, 2, Beirut, Dar al Fikri, 1982, halaman, 974).

Imam al Mizzi, al Dzahabi, dan Ibnu Hajar al Asqalani merujuk kepada catatan syekh Abu Bakar Bin Isa penulis kitab Tarikh Himsh, menyebutkan bahwa Ali Bin Abi Thalhah wafat pada tahun 143 Hijriah di kota Himsh, pandangan ini diperkuat oleh Abu Zar’ah al Dimasyqi (Lihat Ibnu Hajar al Asqalani, Tahdzib al Tahdzib, jilid, 7 halaman, 340).

Ali Bin Abi Thalhah berguru kepada banyak sahabat, di antaranya seperti Mujahid Bin Jabar al Makki (W. 103. H). Mujahid Bin Jabar al Makki adalah murid langsung dan terpercaya dari Ibnu Abbas yang meriwayatkan tafsir darinya. Sa’ad Bin Zubair (W. 95. H) yang terkenal luas ilmunya dan tinggi kedudukannya. Ikrimah (W. 105. H), beliau adalah maula Ibnu Abbas (yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas). Adapun guru Ali Bin Abi Thalhah dari kalangan tabi’in adalah Abu al Waddek, Rasyid Bin Sa’ad, Muhammad Bin Zaid, al Qasim Bin Muhammad dan lain-lainnya.

Selanjutnya, Ali Bin Abi Thalhah memiliki banyak murid, di antaranya adalah, al Hakim Bin Utaibah, Daud Bin Abi Hindun, Mu’awiyah Bin Shalih, Abu Bakar Bin Abdullah Bin Abi Maryam, Muhammad Bin Waled, Sufyan al Tsauri, Shafwan Bin Amru, Abdullah Bin Salim, Hasan Bin Shalih Bin Hay, Tsaur Bin Yazid, dan lain-lainnya. Ali Bin Abi Thalhah di samping mufasir ternama beliau juga muhadits (ulama ahli hadits).

Imam Muslim Bin al Hajjaj dalam kitab Shahihnya berkata, Harun Bin Sa’id al Ayili menceritakan kepadaku, Abdullah Bin Wahab menceritakan kepada kami, Mu’awiyah mengabarkan kepada kami dari Ali Bin Abi Thalhah dari Abu Waddak dari Abu Sa’id al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya tentang azl (mengeluarkan sperma di luar farj), lalu Rasulullah Saw menjawab : ما من كل الماء يكون الولد و اذا اراد الله خلق شيء لم يمنعه شيء. Artinya, Tidak semua air sperma menjadi anak, jika Allah ingin menciptakan sesuatu, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalanginya (Lihat Ali Bin Abi Thalhah, Tafsir Ibnu Abbas al Musamma Shahifah Ali Bin Abi Thalhah, jilid, 1, halaman, 14).

Kepakaran Ali Bin Abi Thalhah dalam bidang tafsir dapat dilihat dari pesan imam Ahmad Bin Hanbal (W. 241. H) kepada para muridnya agar melakukan perjalanan ke Mesir untuk mendapatkan lembaran tafsir yang sangat berharga yang diriwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas. Tafsir Ibnu Abbas melalui periwayatan Ali Bin Abi Thalah ini dijadikan referensi pokok oleh imam al Bukhari, Ibnu Jarir al Thabari, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu al Mundzir.

Imam Jalaluddin al Suyuthi (W. 911. H) menuliskan di dalam kitabnya al Itqan ketika ia mengulas tentang pengetahuan yang asing dalam Alquran, ia mengatakan yang lebih utama dijadikan rujukan adalah kitab tafsir Ibnu Abbas dari jalur Ali Bin Abi Thalhah. Kemudian, Gould Tishr menyebutkan bahwa kumpulan tafsir bil ma’tsur yang paling dapat dipercaya adalah yang diriwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas (Lihat Gould Tishr, Madzhab al Tafsir al Islami, Kairo, Maktabah Bab al Halabi,1955, halaman,129).

Lembaran tafsir Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas adalah lembaran tafsir yang paling tua yang dimiliki oleh umat Islam. Diriwayatkan dari Ubaidillah Bin Abi Rafi’, dia berkata Ibnu Abbas mendatangi Abu Rafi’ lalu berkata apa yang dilakukan Rasulullah Saw pada hari ini, dan apa yang dilakukan Rasulullah Saw pada pada hari itu? Ibnu Abbas memegang kertas untuk menulisnya. Dengan demikian, Ali Bin Abi Thalhah telah mengambil lembaran tafsir Ibnu Abbas tersebut dan meriwayatkannya dari Ibnu Abbas tanpa bertemu dengannya dan tanpa mendengar darinya.

Hal seperti ini, di dalam ilmu hadits disebut dengan istilah al wijadah (penemuan). Para ulama membolehkan cara menerima hadits (tahamul) melalui metode wijadah dan imam Muhammad Idris al Syafi’i serta para ulama Syafi’iyyah termasuk yang membolehkan hal itu dengan catatan bahwa riwayat itu bersumber dari para sanad yang tsiqah atau terpercaya (Lihat Ibnu al Shalah, Muqadimah Ibnu al Shalah Fi ‘Ulum al Hadits, tahqiq Aisyah Abdurrahman, Kairo, Dar al Kutub, 1974, Halaman, 292).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kitab tafsir yang diriwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, yang dikenal dengan lembaran tafsir Ali Bin Abi Thalhah adalah benar tulisan Ibnu Abbas, dan diriwayatkan dengan para sanad dan rawi yang tsiqah oleh Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas dengan metode (cara) wijadah (Lihat Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Muqadimah Mu’jam Gharib al Qur’an, Kairo, Isa al Halabi, 1950, Halaman, 89).

Ada 7 jalur periwayatan tafsir Ibnu Abbas yang diriwayatkan melalui Ali Bin Abi Thalhah, namun yang populer hanya dua jalur saja yaitu Pertama, Jalur al Mutsanna Bin Ibrahim dari Abdullah Bin Shalih dari Mu’awiyah Bin Shalih dari Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas. Kedua, Jalur Ali Bin Daud dari Abdullah Bin Shalih dari Mu’awiyah Bin Shalih dari Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas(Lihat Ibnu Jarir al Thabari, Jami’ al Bayan ‘An Ta’wil Ayi al Qur’an, Jilid, 18, Beirut, al Amiriyah, 1978, Halaman, 35).

Ibnu Umar berkata tentang Ibnu Abbas dan penafsirannya tentang al Qur’an, Ibnu Abbas adalah umat Nabi Muhammad Saw yang paling mengetahui apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw (Lihat Ibnu Hajar al Asqalani, Tahdzib al Tahdzib, jilid, 5, Halaman, 278). Alangkah dalam dan luasnya ilmu yang diwariskan oleh Ibnu Abbas melalui periwayatan Ali Bin Abi Thalhah di dalam kitab tafsirnya.

Semoga Allah Swt melimpahkan pahala yang tidak putus putusnya kepada keduannya. Aamiin. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Accessibility