Ilmu Rijalul Hadis ( علم رجال الحديث ) adalah ilmu yang membahas tentang transmitter (pembawa) hadis atau para sanad dan perawi hadis. Rijalul Hadis (رجال الحديث), secara etimologi merupakan bentuk idhafah (اضافة) yaitu bentuk susunan kata yang terdiri dari Mudhaf dan Mudhafun Ilaihi (مضاف و مضاف البه). Idhafah (اضافة) biasa juga disebut kumpulan dua kata benda atau lebih, dengan tujuan mengkhususkan makna. Idhafah (اضافة) di dalam tata bahasa Indonesia disebut dengan istilah penyandaran kata. Kosa kata rijal (رجال) dalam bahasa Arab, merupakan bentuk jamak atau plural, artinya beberapa orang laki laki. Bentuk mufrad (singular) atau bentuk tunggalnya adalah rajul (رجل) artinya satu orang laki laki.
Sedangkan hadis (حديث) maksudnya adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat. Menurut terminologi ulama ahli hadis, Ilmu Rijalul Hadis didefinisikan sebagai berikut : العلم الذى يبحث فيه عن احوال الرواة و سيرهم من الصحابة و التابعين و اتباع التابعين artinya Ilmu yang di dalamnya membahas tentang hal ihwal sejarah kehidupan para periwayat (sanad), dari kalangan sahabat, tabi’in dan atba’ tabi’in.
Sementara fokus Ilmu Rijalul Hadis terletak pada persoalan sanad hadis. Dengan Ilmu Rijalul Hadis, dapat diketahui keadaan para sanad atau periwayat yang menerima dari Rasulullah Saw dan keadaan sanad atau perawi yang menerima hadis dari para sahabat dan seterusnya sampai kepada mukharij hadis. Melalui Ilmu Rijalul Hadis ini, juga dapat ditentukan kualitas serta tingkatan suatu hadis berkaitan dengan sanad hadis. Dasar dasar Ilmu Rijalul Hadis telah terbentuk sejak era Nabi saw masih hidup, yaitu dengan adanya rintisan untuk memfilter atau menyaring berita dari sisi siapa yang menyampaikan berita.
Konsep tentang itu tertuang di dalam Alquran surat al Hujurat (49) ayat 6, yang mengandung seruan untuk melakukan tabayun atau konfirmasi dalam menerima berbagai informasi. Dengan demikian, segala bentuk informasi yang berkaitan dengan hadis Nabi Saw tersaring tingkat akurasi kebenarannya. Mengkaji Ilmu Rijalul Hadis sama artinya mengkaji semua orang yang menjadi rawi atau sanad hadis.
Hal itu artinya ada ratusan ribu rawi atau sanad yang harus dikaji, mengingat jumlah sahabat Nabi Saw saja ada belasan ribu orang, belum lagi dari kalangan tabi’in, tabi’ tabi’in, dan atba’ tabi’in. Tampak begitu beratnya Ilmu Rijalul Hadis ini, sehingga dalam penilaian terhadap sanad dan rawi, ulama yang ahli dalam Ilmu Rijalul Hadis dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, Pertama, kelompok mutasyaddid (Ketat) seperti, imam al Nasa’i (W.303.H) dan imam Ibnu al Madini (W.234.H). Kedua, kelompok mutawasith (pertengahan atau moderat) seperti, imam al Dzahaabi (W.748.H). Ketiga, kelompok mutasahil (longgar) seperti, imam al Hakim Naisaburi (W.405.H) dan imam Jalaluddin al Suyuthi (W.911.H).
Arah kajian Ilmu Rijalul Hadis terpusat pada dua hal yaitu, Pertama, pada kritik sanad. Kritik sanad dikenal dengan istilah kritik eksternal atau naqdu al khariji (نقد الخارجى). Pada naqdu al khariji (نقد الخارجى) atau ktitik sanad, kajian diarahkan pada kualitas para perawi dan metode periwayatan yang dipakai (Nuruddin ‘Itr, Al Madkhal Ila ‘Ulumi Al Hadis, 1972, hal.12). Kedua, Kajian Ilmu Rijalul Hadis terpusat pada kritik matan. Kritik matan dikenal dengan istilah kritik internal atau naqdu al dakhili (نقد الداخلى). Adapun Kritik matan, difokuskan kepada content atau isi hadis. Sebagai produk historisitas yang terikat dengan spatio-temporal (diberi indeks lokasi dan waktu secara simultan) tertentu, dimana Ilmu Rijalul Hadis menjadikan para perawi sebagai subjek kajian dan sekaligus objeknya.
Di sisi yang lain, Ilmu Rijalul Hadis harus dapat memaparkan bahasan dan temuannya dalam skala intersubyektif. Kajian Ilmu Rijalul Hadis yang fokus pada figur perawi harus mampu menginformasikan jawaban terhadap pertanyaan what, who, where, when, dan why terhadap perawi yang dikaji.
Kitab-kitab Rijalul Hadis yang sampai kepada kita, ada yang bersifat umum (mencakup rijalul hadis pada semua kitab hadis) dan ada pula yang bersifat khusus (hanya rijalul hadis yang ada pada satu kitab hadis saja). Adapun yang bersifat umum di antaranya seperti kitab Al Thabaqat Al Kubra karya Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad Katib al Wahidi (W.230.H). Di dalam kitab ini terhimpun biografi para sahabat, tabi’in, sampai rijalul hadis pada era penulis. Kitab ini terdiri atas 8 jilid, kitab Al Tarikh Al Kabir karya imam Al Bukhari (W.256.H).
Kitab ini memuat 12.305 biografi rijalul hadis., kitab Al Jam’u Baina Rijal Al Shahihain karya Abu Al Fadhl Muhammad ibn Tahrir al Muqaddasi yang masyhur dengan sebutan Ibnu Qirani (W.507.H). Kitab ini merupakan kumpulan kitab Al Kalabadzi dan Ibnu Manjuyah dengan tambahan data yang tidak ada dalam kedua kitab tersebut sebelumnya. Adapun kitab-kitab Rijalul Hadis yang bersifat khusus di antaranya adalah kitab Rijaluhu Shahih Muslim karya Abu Bakar Ahmad ibn Ali Al Asfahani (W.428.H), kitab Al Ta’rif Bi Rijal Al Muwaththa’ karya Al Tamimi (W.416.H), dan lain-lainnya.
Ilmu Rijalul Hadis begitu luas dan dalam, melebihi luas dan dalamnya samudra khazanah. Oleh karena itu, dibutuhkan generasi yang tangguh dan haus ilmu untuk bisa mewarisi Ilmu Rijalul Hadis dengan baik dan maksimal. Semoga generasi pewaris Ilmu Rijalul Hadis akan terus hadir untuk merespon zaman yang terus berubah. Wallahu’alam. WASPADA.id
Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.