Shalat Tarawih Nabi SAW

  • Bagikan

Oleh H. Muhammad Nasir Lc, MA

Siapa yang berdiri/melakukan Qiyamullail pada bulan Ramadhan karena Iman dan ikhlas, diampunkan Allah dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari)

Tarawih adalah bahasa Arab bentuk jamak dari tarwihah artinya satu kali istirahat, tarwihani artinya dua kali istirahat dan tarawih artinya beberapa kali istirahat. Di dalam hadis tidak dijumpai istilah shalat tarawih, tetapi terminologi ini diambil dari penuturan Aisyah dalam riwayat Imam Al Baihaqi, bahwa Nabi Muhammad SAW shalat empat rakaat kemudian yatarawah/beristirahat. Sebagaimana tertulis dalam kitab Subulussalam Al San’ani. Jadi tarawih secara etimologi punya dasar yang kuat.

Qiyamullail artinya shalat sunat di malam hari dan shalat sunat apa saja dilaksanakan di waktu malam dapat disebut sebagai qiyamullail, sama ada witir, tahajjud, atau tarawih. Tetapi masing-masing punya ciri khas. Tahajjud ciri khasnya dilaksanakan setelah tidur, witir ciri khasnya jumlah raka’aatnya ganjil, sedangkan tarawih ciri khasnya 20 raka’aat dan dilaksanakan di bulan Ramadhan. Sebab itu tidak ada tarawih di luar Ramadhan dan tida ada pula shalat sunat yang tetapkan jumlah raka’atnya dua puluh di luar Ramadhan.

Pelaksanaan tarawih pada masa Rasul SAW. Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dalam kitab fikih mazahib al arba’ah/fikih empat mazhab jilid halaman 341; Telah dapat dipastikan bahwa shalat tarawih sunat berjama’ah dengan mencontoh kepada perbuatan Nabi Muhammad SAW”.

Sesungguhnya Beliau keluar di tengah malam dari beberapa malam Ramadhan yaitu tiga malam secara terpisah, malam ketiga, kelima, dan keduapuluh tujuh. Orang banyak shalat mencontoh shalatnya Rasul SAW dan Nabi shalat dengan mereka/berjamaah delapan raka’at dan mereka menyempurnakan sisanya di rumah mereka masing-masing. Dan adalah Nabi SAW mendengar rintihan mereka/mohon ampun kepada Allah, seperti seperti suara lebah”.

Keterangan hadis di atas dijelaskan oleh penulis kitab di atas Abu Bakar Al Jazary. Dari hadis ini cukup jelas bahwa Nabi Muhammad SAW menganjurkan mereka/para sahabat shalat tarawih dan berjamaah dengan mereka, tetapi tidak berjamaah dengan mereka sebanyak 20 rakaat, mereka sempurnakan di rumah masing-masing.

Demikianlah kebiasaan para Sahabat bertahun tahun di masa hidupnya Rasul SAW hingga masa Khalifah Umar bin Khattab. Rasul SAW tidak hadir setiap malam ke masjid dikhawatirkan akan menjadi perintah wajib bagi umat Beliau dan akan memberatkan umat.

Baru pada masa pertengahan pemerintahan Umar bin Khattab beliau menyuruh Ubay bin Ka’ab untuk menjadi Imam Tarawih di mesjid,Ubay bin Ka’ab dan bersama para sahabat melakukannya 20 raka’at setiap malam. Di sinilah perbedaan tarawih pada masa Rasul SAW. dimana tarawih dilaksanakan 8 rakaat berjamaáh dan sisanya disempurnakan di rumah mereka masing-masing dan tidak setiap malam.

Memang ada yang menilai perbuatan Ubay bin Ka’ab tersebut lemah, seperti Imam Al Mubarakfuri dan Syeikh Nasruddin Al Bani. Namun penilaian itu dibantah lagi oleh Syeikh Ismail Al Ansori seorang peneliti Hadits dari Daarul Ifta di Riadh Saudi Arabia.

Jadi cukup jelas bahwa shalat tarawih 20 rakaat ada dasarnya tidak rekayasa para ulama-ulama mazhab terdahulu. Dan di dalam disiplin ilmu hadis, perbuatan Sahabat dinamakan hadis mauquf, dan kedudukan hadits mauquf bisa menjadi hadits marfu’ yaitu hadis yang bersumber dari Rasul SAW. Selama masalah tersebut tidak berkaitan dengan masalah ijtihadiyah dan pelakunya tidak menerima sumber dari mantan Yahudi dan Nasrani.

Demikian menurut Imam Sayuti dalam kitab Tadrib Al Rawi. Sedangkan shalat tarawih 20 rakaat yang dilakukan oleh Ubay bin Ka’ab dengan para sahabat bukanlah ijtihad Beliau, tetapi adalah perintah Umar bin Khattab, dan Beliau sendiri bukan mantan Yahudi dan Nasrani.

Tarawih Delapan Rakaat

Hadis yang menjelaskan bahwa Nabi SAW shalat tarawih 8 rakaat dan witir 3 rakaat redaksinya seperti ini: Dari Jabir bin Abdullah ia berkata: “Ubay bin Ka’ab datang menghadap Nabi SAW lalu berkata: “Wahai Rasulullah SAW tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan (maksudnya pada bulan Ramadhan).

Nabi SAW bertanya: Apakah itu wahai Ubay? Ubay menjawab: Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan mereka tidak dapat membaca Alquran. Mereka meminta saya untuk mengimami shalat mereka, maka saya shalat bersama mereka 8 rakaat, kemudian saya witir. Jabir kemudian berkata, maka hal itu diridhai oleh Nabi SAW karena Beliau tidak berkata apa-apa.

Hadis tersebut sangat lemah sekali bahkan semi palsu. Karena di dalamnya terdapat Rawi yang bernama Isa bin Jariah Al Ansory al Madani dan menurut para ahli kritik hadis seperti Ibnu Ma’in, Abi Daud, dia munkar al Hadis. Dan Annasai berkata, Hadis yang diriwayatkan Isa bin Jariah adalah matruk/semi palsu, tidak dapat dijadikan hujjah (silahkan merujuk pada kitab Tahzib al Tahzib).

Adapun hadis yang menjelaskan bahwa Nabi SAW melakukan shalat malam 11 rakaat seperti hadits riwayat Aisyah ra itu adalah penggalan hadis tentang shalat witir. Kalau pelaksanaan shalat tarawih dan witir 11 rakaat mengambil hadis ini sebagai dalil, ini adalah keliru. Wallahuálamu bishshawab.(Wakil Ketua Dewan Fatwa Alwashliyah)

  • Bagikan