Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Ramadhan Syahrul Qur’an

  • Bagikan

Oleh Zulkarnain Lubis

“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada pada bulan itu, maka berpuasalah…” (QS. Al Baqarah: 185)

Minggu lalu saya ikut mendengarkan kuliah Subuh di masjid dekat yang disampaikan ustadz Dr H. Azhari Akmal Taringan, MA. Temanya hubungan antara Ramadhan dengan Al Qur’an yang kebetulan terkait judul tulisan saya sebelumnya di harian ini, yaitu Ramadhan Syahrut Tarbiyah.

Memang banyak nama lain Ramadhan, juga disebut Syahrul Qur’an. Karena pada bulan ini Allah menurunkan Al Qur’an, yaitu pada suatu malam Lailatul Qadar. Allah SWT menurunkan Al-Quran sekaligus dari Lauh Al-Mahfuz ke Langit Dunia (Baitul Izzah). Bulan Ramadhan Rasulullah SAW juga menerima wahyu pertama kali di Gua Hira dari Malaikat Jibril yang membawanya dari Baitul Izzah yang disebut dengan Nuzulul Quran. Kedua peristiwa tersebutlah yang menjadikan kemuliaan dan kesucian bulan Ramadhan.

Eratnya hubungan Al Qur’an dengan Ramadhan, membuat eratnya pula hubungan puasa Ramadhan dengan Al Qur’an. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah puasa tercantum dalam Al Qur’an surah Al Baqarah: 183. Pada ayat tersebut belum dijelaskan kapan kita diperintahkan berpuasa. Penjelasannya baru ada pada surah Al Baaqarah: 185.

Perintah puasa Ramadhan bersamaan penjelasan turunnya Al Qur’an pada bulan Ramadhan yang berbunyi sebagaimana petikan ayat di awal tulisan. Pada surah Al Qadr, disebutkan Allah  SWT menurunkan Al Qur’an pada malam qadar, yaitu malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan.

Dapat disimpulkan malam qadar berada pada bulan Ramadhan, sehingga antara Ramadhan dan Al Qur’an memiliki keterkaitan kuat. Ibarat pasangan yang tidak bisa dipisahkan, sekaligus memberi sinyal kepada kita untuk mengaitkan ibadah puasa kita dengan Al Qur’an, yaitu dengan meningkatkan interaksi dengan Al Qur’an yang terus berlanjut sesudah Ramadhan.

Meningkatnya interaksi dengan Al Qur’an dapat dipandang sebagai memperingati turunnya Al Qur’an yang merupakan momen luar biasa jika kita dipertemukan dengan suasana malam saat turunnya Al Qur an yang disebut Lailatul Qadar tersebut. Kita akan mendapatkan keberuntungan luar biasa.

Jadi, ibadah Ramadhan mestinya diiringi dengan interaksi kental dengan Al Qur’an. Antara lain dengan membaca dan menyimaknya, membaca dengan tartil, mentadabburinya, belajar mengajarkan dan mendakwahkannya, mengamalkannya, serta membela dan mensyiarkannya. Sesungguhnya perlakuan kita terhadap Al Qur’an tidak cukup seperti yang disebutkan di atas, karena Al Qur’an mencakup setiap aspek kehidupan, sehingga kita dapat berinteraksi terhadap Al Qur’an dengan berbagai cara lagi.

Al Qur’an disebut juga Al-Huda karena merupakan petunjuk bagi umat manusia. Al Qur’an disebut Al-Furqon karena menjadi pembeda antara haq dan yang bathil atau pemisah antara yang baik dan yang buruk. Al Qur’an disebut juga Al-Asyifa karena merupakan obat penawar. Al Qur’an menawarkan cara penyembuhan penyakit.

Kitab suci ini disebut juga dengan Al Mau’izah karena berisi nasehat dan pelajaran berharga, dimana jika kita merenungi ayat-ayatnya, kita akan memperoleh pelajaran berharga. Kitab ini juga disebut Adz-Dzikr karena berfungsi memberi peringatan dan pelajaran bagi manusia. Disebut juga Al-Hukmu yang berarti hukum atau peraturan, karena mengandung aturan, hukum, dan sumber dasar syariat Islam.

Al Qur’an sumber ilmu pengetahuan bahkan rujukan semua ilmu, mulai dari Ilmu Tauhid, Ilmu Hukum, Ilmu Tasawuf, Ilmu Filsafat Islam, Ilmu Sejarah Islam, Ilmu Pendidikan Islam, serta lainnya. Banyak sekali ayat yang menyibak rahasia alam semesta.

Jadi untuk memperoleh manfaat optimal dari fungsi dan kedudukan Al Qur’an tersebut, kita tidak cukup hanya membacanya, mempertandingkan pembacaannya, menghafalnya, tetapi harus memahaminya, dan mengamalkannya, sekaligus mengkajinya dan menggunakannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai petunjuk atau pedoman dalam menjalani kehidupan.

Tidak sedikit ilmuwan Islam berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan menghasilkan berbagai temuan rujukan sehingga ilmu pengetahuan berkembang seperti sekarang. Ibnu Sina filsuf terkenal di dunia medis dijuluki Bapak Kedokteran Modern; Al Zahrawi, Bapak Ilmu Bedah Modern yang mengenalkan catgut atau benang sebagai alat menutup luka; Al Khawarizmi ahli matematika Islam penemu Aljabar;

Abbas Ibn Firnas mendesain alat yang memiliki sayap untuk terbang yang ditemukannya pada tahun 9 Masehi; Ibnu Al Haytham Bapak Optik Modern dengan karya terkenalnya Kitab al-Manazir (Book of Optics) yang hingga kini diakui sebagai rujukan ilmu optik; Jabir ibn Hayyan, ahli kimia yang berhasil melarutkan emas dan menemukan asam kuat seperti asam sulfat, hidroklorik dan nitrat;

Ahmad Ibn Tulun orang pertama yang mencetuskan perawatan medis modern; Al-Battani astronom yang menemukan hitungan dalam satu tahun serta menemukan sejumlah persamaan trigonometri; Ibnu Khaldun Bapak Pendiri Ilmu Historiografi, Sosiologi, dan Ekonomi. Pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis sudah ada sebelum Adam Smith dan David Ricardo mengemukakan teorinya; Al-Jazari Bapak Modern Engineering, berkat temuannya mempengaruhi rancangan mesin modern saat ini.

Momen Ramadhan ini dan selanjutnya jika Allah berkenan mempertemukannya dengan kita, kita tingkatkan interaksi kita dengan Al Qur’an, melalui membaca, menghafal, mengkaji, memahami, merenungi dan mengamalkan isinya, sehingga kita bisa mengambil manfaat dari fungsi dan kedudukan Al Qur’an tersebut dalam menjalankan hidup dan kehidupan kita di dunia ini, sekaligus menyiapkan bekal kita untuk hidup di tempat kita kembali kelak.

Momen bulan Ramadhan ini, khususnya pada sepertiga terakhir bulan ini, bisa lebih diintensifkan interaksi dengan Al Qur’an, sambil bermohon kepada Allah SWT agar kita bisa bersua Lailatul Qadar serta diberi Allah SWT petunjuk agar kita tidak hanya memanfaatkannya sebagai jalan beribadah kepada Allah. Tetapi juga bisa memanfaatkannya beribadah secara horizontal terhadap sesama manusia dan dalam memanfaatkan alam dan seluruh isinya untuk kemaslahatan umat manusia secara adil dan bijaksana.

(Guru Besar UMA dan Rektor Institut Bisnis IT&B)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *