Meraih Haji Mabrur

  • Bagikan

Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali Surga” (HR. Bukhari Muslim)

Pelaksanaan ibadah seperti yang telah ditetapkan pemerintah dalam kondisi biasa tentunya membutuhkan waktu lebih dari sebulan. “Jihad” para jamaah haji sangat mendambakan ibadah hajinya bertitel dengan haji mabrur.

Dalam istilah syar’i, haji mabrur ialah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dengan memperhatikan berbagai syarat, rukun, dan wajib, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muharramat) dengan penuh konsentrasi dan penghayatan semata-mata atas dorongan iman dan mengharap ridha Allah SWT.

Imam Nawawi menyebutkan di antara pendapat yang paling kuat dan yang paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa.

Ada juga yang berpendapat bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima. Di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat. Ada pula yang mengatakan haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri unsur riya’. Ulama lain berpendapat haji mabrur jika sepulang haji tidak lagi bermaksiat. Dua pendapat yang terakhir telah tercakup dalam pendapat sebelumnya.

Kata “almabrur” diambil dari kata al-birr yang artinya ketaatan. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan dosa. Pendapat ini menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi, dipandang sebagai pendapat yang paling sahih.

Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadis “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali Surga” adalah bahwa ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan ia masuk Surga. Imam Nawawi berkata: ‘Yang paling sahih dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).

Haji mabrur merupakan haji maqbul (diterima) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala. Sedang bukti bahwa haji seseorang itu maqbul atau mabrur adalah ia kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat. Ada pendapat yang mengatakan:

‘Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala.  Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h. 112).

Beranjak dari penjelasan di atas, meraih haji mabrur bukanlah hal yang mudah. Meraih haji mabrur bukanlah seperti kita meraih titel seperti sarjana hingga guru besar. Pencapaian meraih titel mabrur juga bukan berarti tidak dapat diukur. Namun dapat dilihat dari sikap dan perilaku yang mendapatkan haji mabrur yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini sebagaimana diungkapkan Imam Nawawi dalam kitabnya “al-Idhah fi Manasik al-hajj wal Umrah”, yang menegaskan: Haji yang mabrur adalah yang mengantarkan pelakunya kepada perubahan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya (terutama peningkatan). Ahlan wa sahlan wahai dhuyufurrahman (tamu Allah) dan sudah siapakah jihad meraih haji mabrurWallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq.

(Pengurus PCNU Pidie dan Kakankemenag Kabupaten Pidie, Mahasiswa Doktoral UIN AR-Raniry Banda Aceh)

Penulis: Oleh Drs H. Abdullah AR, M.Ag
  • Bagikan